CirebonShare.com – Cirebon, 27 Agustus 2025 – Anggaran Dishub Kabupaten Cirebon sebagian besar masih terserap untuk pembayaran tagihan listrik penerangan jalan umum (PJU). Kondisi ini membuat pembangunan transportasi publik, konektivitas antarwilayah, serta keselamatan lalu lintas belum mendapatkan porsi anggaran yang memadai.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Cirebon, Hilman Firmansyah ST, mengungkapkan bahwa hampir 70 persen anggaran Dishub digunakan untuk membayar rekening listrik PJU setiap tahunnya.
“Kalau bicara perhubungan itu luas. Bukan hanya soal PJU, tapi juga ketersediaan sarana prasarana lalu lintas, konektivitas antarwilayah, hingga keselamatan lalu lintas. Pola pandang ini yang harus diubah,” ujarnya.
70 Persen Anggaran Dishub Kabupaten Cirebon untuk Listrik PJU
Selama bertahun-tahun, Dishub Kabupaten Cirebon menghadapi dilema anggaran. Dari total alokasi yang diberikan, mayoritas tersedot untuk membayar tagihan listrik penerangan jalan umum. Padahal, kebutuhan sektor transportasi jauh lebih kompleks.
Banyak warga menganggap penerangan jalan umum hanya sebatas fasilitas lampu jalan. Namun faktanya, pembiayaan PJU justru menjadi beban anggaran yang sangat besar.
“PJU itu penting, tapi bukan berarti seluruh anggaran habis untuk listrik. Kita juga butuh dukungan untuk transportasi publik, keselamatan lalu lintas, dan peremajaan angkutan umum,” tambah Hilman.
Tantangan Transportasi di Kabupaten Cirebon
1. Keterbatasan Angkutan Umum
Hilman menilai, kondisi transportasi di Kabupaten Cirebon semakin kompleks. Salah satu masalah mendasar adalah minimnya angkutan umum. Bahkan, setiap tahun jumlah izin trayek terus berkurang.
Banyak sopir angkutan kota (angkot) atau angdes yang menyerah karena tidak mendapat dukungan kebijakan maupun perbankan untuk peremajaan kendaraan.
“Angkot atau angdes itu ibarat mati enggan hidup pun tak mau. Kasihan mereka, tidak ada dukungan kebijakan pemerintah maupun perbankan. Akhirnya masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi,” ungkapnya.
2. Risiko Kecelakaan karena Kendaraan Pribadi
Minimnya transportasi publik juga mendorong masyarakat, termasuk anak-anak di bawah umur, untuk menggunakan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor. Kondisi ini menimbulkan risiko kecelakaan yang semakin tinggi.
Kebijakan larangan pelajar membawa kendaraan bermotor ke sekolah pun dianggap belum realistis, mengingat angkutan umum tidak tersedia secara merata di banyak wilayah Kabupaten Cirebon.
3. Konektivitas Antarwilayah Masih Lemah
Hilman menegaskan, transportasi adalah urat nadi perekonomian. Mobilitas masyarakat dan barang seharusnya didukung sistem transportasi yang terintegrasi.
Namun, hingga kini konektivitas antarwilayah di Kabupaten Cirebon dinilai masih lemah. Hal ini berdampak langsung pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
“Sekitar 30 persen penghasilan kepala keluarga dihabiskan hanya untuk biaya transportasi. Ini menunjukkan betapa pentingnya konektivitas. Tapi tanpa perencanaan dan dukungan anggaran yang memadai, sulit untuk mewujudkannya,” katanya.
Rebana Metropolitan dan Harapan yang Tertunda
Kawasan segitiga Rebana (Cirebon–Patimban–Kertajati) seharusnya menjadi peluang besar dalam pengembangan konektivitas wilayah. Kehadiran bandara internasional Kertajati dan Pelabuhan Patimban idealnya bisa mendorong transportasi publik yang modern dan terintegrasi.
Namun, menurut Hilman, tanpa langkah konkret, peluang itu hanya akan menjadi wacana.
“Transportasi publik harusnya menjadi ukuran. Tapi dengan kondisi sekarang, bicara konektivitas masih terlalu jauh. Kita butuh kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif agar arah pembangunan transportasi jelas,” ujarnya.
Anggaran Dishub Kabupaten Cirebon Perlu Perubahan Pola
Kondisi anggaran yang terkuras untuk tagihan listrik menunjukkan perlunya perubahan pola perencanaan dan alokasi. Hilman mengaku telah menyampaikan ke DPRD bahwa prioritas pembangunan transportasi tahun 2026 harus diarahkan pada konektivitas antarwilayah.
Namun, pola penganggaran yang ada masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, sehingga belum ada dukungan signifikan untuk sektor transportasi publik.
“Kalau bicara anggaran, memang harus ada political will dari semua pihak. Karena pembangunan transportasi tidak hanya soal prasarana lalu lintas, tetapi menyangkut konektivitas antarwilayah dan keselamatan masyarakat,” jelas Hilman.
Suara Masyarakat: Transportasi Publik Masih Jadi Harapan
Banyak warga Cirebon berharap transportasi publik yang memadai bisa segera terwujud. Sejumlah orang tua murid mengaku kesulitan ketika anak mereka dilarang membawa kendaraan bermotor ke sekolah, padahal tidak ada pilihan angkutan umum di wilayah tempat tinggal mereka.
“Kalau ada angkutan umum yang aman dan terjangkau, kami pasti lebih tenang. Sekarang ini serba repot, anak-anak terpaksa naik motor sendiri,” ungkap Siti, warga Kecamatan Sumber.
Hal senada diungkapkan Agus, seorang pekerja di kawasan industri Weru. Ia menilai transportasi publik seharusnya menjadi prioritas karena bisa mengurangi biaya hidup.
“Hampir sepertiga gaji saya habis buat transportasi. Kalau ada bus umum yang nyaman dan murah, pasti meringankan beban,” katanya.
Kesimpulan
Masalah utama yang dihadapi Dishub Kabupaten Cirebon saat ini adalah dominasi anggaran untuk membayar tagihan listrik PJU. Kondisi ini membuat pembangunan transportasi publik, peningkatan konektivitas antarwilayah, serta peremajaan angkutan umum tidak mendapat perhatian yang cukup.
Padahal, transportasi publik yang layak sangat dibutuhkan masyarakat, terutama pelajar dan pekerja. Dengan adanya kawasan strategis seperti Rebana, seharusnya Kabupaten Cirebon memiliki peluang besar untuk membangun sistem transportasi terintegrasi.
Namun tanpa perubahan pola anggaran dan komitmen bersama antara eksekutif serta legislatif, harapan tersebut akan sulit terealisasi.
BACA JUGA : Tawuran Konten Cirebon di Jalan Kesunean, 1 Tewas
BACA JUGA : Investasi Indramayu 2025 Tembus Rp1,58 Triliun
JANGAN LEWATKAN!! : Pasang Iklan Gratis di CirebonShare.com Selama Agustus


















