CirebonShare.com – Kuningan, 5 Juli 2025 – Kasus bayi meninggal milik pasangan Andi dan Irmawati usai proses persalinan di RSUD Linggajati Kuningan terus menjadi perhatian masyarakat. Dugaan keterlambatan tindakan medis hingga menyebabkan bayi meninggal dunia telah mengundang simpati sekaligus pertanyaan dari berbagai pihak. Tragedi bayi meninggal ini menimbulkan keprihatinan mendalam di tengah masyarakat, khususnya terkait standar layanan rumah sakit.
Pihak rumah sakit, melalui manajemen RSUD Linggajati, telah melakukan kunjungan langsung ke kediaman keluarga korban di Desa Gandasoli, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan. Didampingi oleh Kuwu (Kepala Desa) dan Camat, pihak RSUD menyampaikan permohonan maaf serta menawarkan jalan damai atas insiden bayi meninggal tersebut.
Pihak RSUD Linggajati Datangi Rumah Keluarga, Minta Maaf dan Tawarkan Santunan
Dalam pertemuan yang berlangsung pada 2 Juli 2025 tersebut, Direktur RSUD Linggajati, dr. Eddy Syarief bersama jajarannya, menyampaikan belasungkawa secara langsung kepada pasangan Andi dan Irmawati.
Andi mengungkapkan bahwa pihak rumah sakit datang bersama aparatur pemerintah untuk meminta maaf dan menawarkan damai. Mereka juga memberikan santunan kepada keluarga.
“Kemarin tanggal 2 Juli 2025, pak Kuwu Desa Gandasoli, Camat dari Kecamatan Kramatmulya, Direktur rumah sakit beserta jajarannya ke rumah, meminta maaf, meminta damai dan sedikit ngasih santunan,” ujar Andi kepada tim CirebonShare.
Meski demikian, Andi mengaku belum bisa memikirkan apapun selain kondisi psikologis istrinya yang masih terguncang berat.
“Saya habis kehilangan, jadi masih belum fokus. Pikiran masih kosong, apalagi istri saya yang ngerasain ngandung, nahan sakit waktu hamil, perjuangannya begitu besar,” lanjutnya.
Fokus pada Pemulihan Mental, Belum Ada Rencana Melapor ke Polisi
Hingga saat ini, keluarga belum memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Meski beberapa pihak dan kerabat menyarankan agar mereka melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib, namun Andi menyatakan bahwa dirinya masih belum memahami prosedur pelaporan.
“Tidak ada tuntutan, masih bingung. Fokus saya masih ke pemulihan istri,” ujarnya tegas.
“Jujur, saya belum paham sampai ke situ, harus apa enggaknya. Fokus saat ini untuk pemulihan dulu, mental, pikiran, dan sakit hatinya susah untuk hilang,” imbuhnya.
Andi juga mengaku bahwa kepergian sang bayi telah meninggalkan luka mendalam yang tidak mudah sembuh, terutama bagi Irmawati yang telah berjuang sejak masa kehamilan hingga proses persalinan.
RSUD Linggajati Siap Lakukan Audit Maternal Perinatal
Di sisi lain, pihak RSUD Linggajati melalui Direktur dr. Eddy Syarief menegaskan bahwa mereka akan melakukan audit maternal perinatal untuk mengungkap secara detail mengenai SOP dan tindakan medis yang dilakukan dalam kasus ini.
“Kami akan melakukan audit maternal perinatal. Kami ingin tahu SOP-nya seperti apa dan mengapa sampai bisa terjadi kejadian seperti ini,” kata dr. Eddy saat ditemui di ruang kerjanya pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Ia juga menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan kunjungan langsung ke rumah keluarga pasien dan menyampaikan duka cita secara pribadi.
“Kami juga akan memfasilitasi segala hal yang masih diperlukan pihak keluarga di rumah sakit ini,” ujarnya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan Turut Turun Tangan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan, dr. H. Edi Martono, MARS, menambahkan bahwa pihaknya tengah mengumpulkan data serta informasi mendalam terkait pelayanan dan penerapan SOP di RSUD Linggajati.
“Kami sebagai pembina rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta, akan melakukan pembinaan ulang. Kami ingin memastikan apakah pelayanan sudah sesuai standar operasional prosedur,” ujarnya pada 1 Juli 2025.
Ia menekankan bahwa RSUD Linggajati merupakan rumah sakit dengan akreditasi Paripurna, yang seharusnya menjamin bahwa semua layanan dilakukan sesuai standar tinggi.
“Kalau rumah sakit ini sudah paripurna dan mampu menjalankan standar akreditasi itu dengan benar, Insya Allah tidak akan terjadi hal-hal seperti ini,” pungkasnya.
Perlunya Edukasi Prosedur Lapor Dugaan Malpraktik
Kasus yang menimpa Andi dan Irmawati sekaligus menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami alur atau prosedur pelaporan apabila merasa dirugikan dalam pelayanan kesehatan. Banyak pasien atau keluarga pasien yang bingung harus mengadu ke mana, apa saja yang harus disiapkan, dan bagaimana tindak lanjutnya.
Dalam kasus ini, Andi secara terbuka mengakui bahwa dirinya belum memahami mekanisme pelaporan ke pihak berwajib. Padahal, menurut regulasi yang berlaku, masyarakat bisa melaporkan dugaan kelalaian atau malpraktik medis melalui:
- Komite Medik Rumah Sakit
- Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
- Organisasi Profesi seperti IDI atau PPNI
- Kepolisian setempat
- Ombudsman RI
- Komnas HAM jika berkaitan dengan hak atas kesehatan
Edukasi semacam ini penting agar hak-hak pasien dan keluarga tetap terlindungi. Selain itu, pelaporan yang disampaikan melalui jalur resmi juga membantu proses evaluasi dan peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit secara menyeluruh.
Perlu Ada Mekanisme Mediasi yang Transparan
Masyarakat juga menyoroti bagaimana rumah sakit lebih memilih pendekatan kekeluargaan seperti meminta damai dan memberi santunan, tanpa kejelasan tindak lanjut profesional atau akuntabilitas yang terbuka.
Ahli hukum kesehatan menyebutkan bahwa penting bagi rumah sakit untuk tidak hanya menyampaikan permintaan maaf dan santunan, tetapi juga menunjukkan komitmen dalam memperbaiki sistem pelayanan.
Langkah-langkah konkret yang bisa diambil antara lain:
- Melakukan evaluasi internal secara terbuka
- Memberikan ruang dialog dengan pihak keluarga
- Menyediakan layanan pendampingan psikologis
- Meningkatkan pelatihan untuk tenaga medis terkait penanganan darurat
Kisah Irmawati Jadi Sorotan: Perjuangan Seorang Ibu yang Kehilangan
Nama Irmawati kini menjadi simbol dari perjuangan seorang ibu yang kehilangan buah hati akibat dugaan kelalaian medis. Irmawati yang tengah berjuang memulihkan kondisi mentalnya setelah menjalani persalinan yang penuh duka, mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk komunitas ibu dan organisasi perempuan.
Tak sedikit pula yang menyoroti pentingnya hadirnya dukungan psikologis bagi ibu pascapersalinan, terlebih dalam situasi traumatis seperti kehilangan anak.
Harapan Masyarakat: Evaluasi, Transparansi, dan Perubahan Nyata
Masyarakat berharap agar kasus ini tidak hanya berhenti pada permintaan maaf dan pemberian santunan, tetapi benar-benar menjadi pembelajaran kolektif. Ada harapan besar agar Dinas Kesehatan, Ombudsman, hingga legislatif daerah ikut mengawal proses audit dan evaluasi pelayanan RSUD Linggajati.
Lebih dari itu, publik menantikan langkah nyata dari manajemen rumah sakit dalam:
- Menyampaikan hasil audit secara terbuka
- Memperbaiki sistem dan alur komunikasi antar tim medis
- Memastikan tidak terjadi keterlambatan tindakan medis pada kasus serupa
- Menyediakan layanan informasi dan pengaduan yang responsif
Penutup: Duka Keluarga Irmawati Harus Jadi Titik Balik Perbaikan Layanan Kesehatan
Kasus meninggalnya bayi pasangan Andi dan Irmawati harus menjadi momen refleksi bersama. Tragedi ini menyisakan duka yang dalam, namun juga membuka mata akan pentingnya sistem layanan kesehatan yang sigap, manusiawi, dan akuntabel.
Pemulihan kondisi psikologis keluarga kini menjadi prioritas utama. Sementara itu, tanggung jawab moral dan profesional dari pihak rumah sakit serta lembaga pembina seperti Dinas Kesehatan tak boleh diabaikan.
Dengan pendekatan terbuka, evaluatif, dan berbasis empati, diharapkan peristiwa serupa tidak terulang. Keluarga korban, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan perlu berjalan bersama dalam mendorong pelayanan kesehatan yang lebih baik dan berkeadilan.

















