CirebonShare.com – Kota Cirebon, 12 September 2025 – Bukti Baru Kasus Gedung Setda Kota Cirebon kembali menjadi perhatian publik. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon menemukan alat bukti tambahan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Gedung Setda. Temuan ini sekaligus membuka peluang hadirnya tersangka baru di luar enam orang yang sudah lebih dulu ditetapkan.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Cirebon, Feri Nopiyanto SH, menegaskan bahwa tim penyidik masih terus bekerja untuk menggali fakta. Ia menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan terbaru mengungkap detail baru yang sebelumnya tidak terungkap. Oleh karena itu, jaksa menilai penting untuk memeriksa lebih lanjut setiap keterangan yang diberikan para tersangka.
“Penyidik menggali keterangan dari para tersangka untuk memperkuat alat bukti. Dari hasil tersebut, terbuka kemungkinan muncul tersangka baru. Namun, keputusan tetap menunggu perkembangan pemeriksaan,” jelas Feri.
Pemeriksaan Enam Tersangka
Pada Kamis, 11 September 2025, penyidik Kejari Kota Cirebon memanggil enam tersangka tahap I untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Keenamnya hadir dengan status tahanan dan didampingi kuasa hukum masing-masing. Mereka antara lain:
- Irawan Wahyono, mantan Kepala Dinas PUTR yang saat penangkapan menjabat Kadispora.
- Budi Raharjo, mantan Kepala Dinas PUTR tahun 2017 sekaligus pengguna anggaran proyek.
- Ir Heri Mujiono, konsultan pengawas PT Bina Karya.
- R Adam, mantan kepala cabang PT Bina Karya sekaligus perencana teknis.
- Fredian Rico Baskoro, mantan Direktur Utama PT Rivomas Pentasura.
- Pungki Hertanto, eks PPTK Dinas PUTR.
Feri menekankan bahwa pemeriksaan ini tidak hanya sekadar formalitas. Penyidik mengajukan pertanyaan rinci mengenai peran masing-masing tersangka. Dengan begitu, tim hukum dapat memetakan alur penyimpangan dana dalam proyek pembangunan Gedung Setda.
Selain itu, Feri menegaskan bahwa pemeriksaan tahap II untuk tersangka Nashrudin Azis akan dijadwalkan dalam waktu dekat. Hal ini bertujuan agar penyidikan berlangsung menyeluruh dan tidak menyisakan celah hukum.
Suasana Pemeriksaan di Kejari
Pantauan langsung di Kejari Kota Cirebon menunjukkan suasana pemeriksaan berjalan ketat. Tersangka tiba sekitar pukul 09.30 WIB dengan menggunakan rompi tahanan khas Kejaksaan. Petugas membawa mereka dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Cirebon menggunakan kendaraan khusus pengangkut tahanan.
Sementara itu, keluarga dan pengacara menunggu di ruang lobi. Tepat pukul 12.00 WIB, para istri tersangka mendapatkan kesempatan menjenguk suami mereka. Pertemuan tersebut berlangsung di ruang Pidana Khusus lantai 2 Kejari. Meskipun singkat, momen itu memperlihatkan sisi humanis di tengah proses hukum yang keras.
Dengan demikian, proses pemeriksaan bukan hanya memperlihatkan kerja aparat penegak hukum, tetapi juga menggambarkan dinamika sosial di sekitar kasus.
Kerugian Negara
Kasus pembangunan Gedung Setda menimbulkan kerugian negara yang cukup besar. Berdasarkan hasil penghitungan, kerugian keuangan negara mencapai Rp26 miliar. Selain itu, Kejari juga menyita uang sebesar Rp788 juta sebagai bagian dari barang bukti.
Kasi Intel Kejari Kota Cirebon, Slamet Haryadi SH, menjelaskan bahwa pelaksanaan proyek tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) maupun spesifikasi teknis. Hal ini jelas berdampak pada kualitas bangunan serta merugikan keuangan negara.
“Pekerjaan pembangunan Gedung Setda tidak sesuai dengan RAB dan spesifikasi teknis. Oleh karena itu, negara menderita kerugian sebesar Rp26 miliar,” terang Slamet.
Modus Penyimpangan
Ketua Tim Penyidik, Gema Wahyudi, menguraikan modus yang digunakan para tersangka dalam proyek senilai kontrak Rp86 miliar.
Pertama, mereka menurunkan kualitas dan kuantitas material bangunan. Kedua, pencairan dana dilakukan meskipun progres pengerjaan tidak sesuai. Ketiga, dokumen progres pekerjaan disusun dengan data yang tidak sesuai kenyataan.
“Nilai kontrak sebesar Rp86 miliar, namun negara mengalami kerugian Rp26 miliar. Penyebabnya, proyek belum selesai tapi dinyatakan selesai. Bahkan, dokumen progres tidak sesuai hasil nyata di lapangan,” jelas Gema.
Dasar Hukum dan Ancaman Pidana
Kejaksaan menjerat para tersangka dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, jaksa juga menyiapkan subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor. Ancaman hukuman yang berlaku mencapai 20 tahun penjara.
Dengan dasar hukum tersebut, jaksa menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk penyimpangan anggaran negara. Penetapan pasal tidak hanya berfokus pada individu, tetapi juga menekankan tanggung jawab kelembagaan agar kasus serupa tidak terulang.
Potensi Tersangka Baru
Temuan bukti baru kasus gedung membuka peluang tersangka tambahan. Penyidik kini menelusuri aliran dana, dokumen kontrak, serta kesaksian baru untuk memastikan keterlibatan pihak lain.
“Masih ada kemungkinan muncul tersangka tambahan. Namun, penetapan tetap harus melalui proses hukum yang ketat dan berdasarkan bukti yang sah,” jelas Feri.
Oleh karena itu, publik menanti apakah penyidikan ini akan menyeret nama baru selain enam tersangka awal.
Respons Publik dan Tokoh Masyarakat
Kasus ini menyita perhatian masyarakat Kota Cirebon. Sejumlah tokoh menilai bahwa kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat dalam proyek infrastruktur pemerintah.
Seorang akademisi hukum di Cirebon menjelaskan bahwa transparansi pembangunan harus menjadi prioritas. “Kasus ini memberi pelajaran bahwa setiap proyek pemerintah harus melalui pengawasan menyeluruh. Tanpa itu, penyimpangan bisa berulang,” ujarnya.
Selain itu, masyarakat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan tidak berhenti pada satu atau dua pihak saja.
Dampak Sosial dan Pemerintahan
Kasus Gedung Setda tidak hanya berdampak pada hukum, tetapi juga memengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Gedung yang seharusnya menjadi simbol pelayanan publik justru menjadi sorotan karena dugaan penyimpangan anggaran.
Akibatnya, masyarakat semakin menuntut akuntabilitas dan integritas pejabat publik. Mereka ingin memastikan bahwa uang pajak benar-benar digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk keuntungan pribadi.
Tahapan Hukum Berikutnya
Kejari menegaskan bahwa penyidikan masih berlangsung. Pemeriksaan tahap II untuk tersangka Nashrudin Azis akan segera dilakukan. Selain itu, jaksa akan memanggil saksi tambahan untuk memperkuat konstruksi hukum.
Dengan demikian, proses hukum ini masih panjang. Publik menunggu apakah bukti baru akan benar-benar menghadirkan tersangka tambahan dan bagaimana pengadilan akan mengadili kasus ini nantinya.
Kesimpulan
Penemuan bukti baru kasus gedung Setda Kota Cirebon menunjukkan bahwa penyidikan belum berhenti. Kejaksaan Negeri Kota Cirebon terus menggali fakta, memperkuat alat bukti, dan membuka peluang hadirnya tersangka baru.
Dengan kerugian negara sebesar Rp26 miliar, kasus ini menjadi salah satu perkara korupsi terbesar di Kota Cirebon pada 2025. Transparansi dan ketegasan hukum menjadi harapan utama masyarakat agar keadilan benar-benar terwujud.
BACA JUGA : Mahasiswa Kecewa, Bupati Kuningan Mangkir Audiensi DPRD
BACA JUGA : Jukir Liar di Kabupaten Cirebon, Dishub Siap Tindak Tegas