CirebonShare.com – Cirebon, 3 Agustus 2025 – GAPITT Ciayumajakuning terus menguatkan upaya untuk menyelamatkan sektor wisata edukatif di wilayah Ciayumajakuning. Gabungan Pengusaha Industri Tour dan Travel (GAPITT) Ciayumajakuning kini bergerak aktif melobi para pengambil kebijakan demi memperjuangkan agar kegiatan study tour kembali diperbolehkan di sekolah-sekolah.
Langkah yang mereka ambil bukan sekadar wacana, melainkan telah dimulai dari gerilya langsung ke legislatif. Salah satu bentuk nyatanya adalah audiensi bersama Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, yang juga melibatkan Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar).
Dari pertemuan tersebut, GAPITT mendapatkan dukungan moral dan politik berupa rekomendasi dari DPRD kepada Bupati Cirebon agar memperbolehkan kembali kegiatan study tour. Namun sayangnya, harapan itu belum terwujud.
Harapan dari DPRD, Kecewa dari Bupati
Rekomendasi dari Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon sejatinya menjadi angin segar bagi pelaku pariwisata. Namun, harapan itu kandas setelah Bupati Cirebon, H. Imron, M.Ag., tetap memutuskan untuk mempertahankan larangan pelaksanaan study tour.
Keputusan itu memunculkan respons kecewa dari kalangan pengusaha dan praktisi wisata. Meski demikian, GAPITT tidak patah arang. Mereka menyusun strategi lanjutan yang akan dilakukan secara bertahap ke berbagai kabupaten/kota di wilayah Ciayumajakuning.
Rencana Lanjutan: Seruan Meluas ke Empat Daerah
Wakil Ketua GAPITT Ciayumajakuning, Nana Yohana, menjelaskan bahwa pihaknya tak berhenti hanya di Kabupaten Cirebon. Dalam waktu dekat, GAPITT akan melakukan rapat dengar pendapat di Kabupaten Kuningan, Indramayu, dan Majalengka.
“Semoga saja seluruh kepala daerah Ciayumajakuning bisa seirama dalam arti mendukung study tour. Kami berharap ada surat edaran atau keputusan daerah yang memperbolehkannya kembali,” ujarnya.
Menurut Nana, dokumen berita acara dan rekomendasi dari DPRD merupakan pintu masuk legal yang bisa dijadikan acuan kepala daerah dalam mengeluarkan kebijakan baru.
Dukungan dari Kota Cirebon, Asa Baru Pariwisata
Langkah GAPITT semakin mendapat angin segar setelah Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menyatakan bahwa kegiatan study tour diperbolehkan dengan catatan tetap dalam pengawasan ketat.
Pernyataan itu pun disambut suka cita oleh para pelaku wisata di Kota Cirebon. Ketua GAPITT Ciayumajakuning, Budi Ariestiyia, menyebut keputusan tersebut sebagai “air di tengah dahaga.”
“Pernyataan Pak Wali Kota itu adalah semacam penyelamat di tengah kondisi yang berat. Banyak pelaku wisata yang sempat kehilangan penghasilan,” ungkap Budi kepada CirebonShare.com.
Dampak Larangan Study Tour bagi Ekonomi Pariwisata
Sejak larangan study tour diberlakukan oleh Gubernur Jawa Barat, aktivitas pariwisata di Cirebon dan sekitarnya mengalami penurunan tajam. Hal ini berdampak langsung terhadap penghidupan banyak pihak yang menggantungkan ekonominya pada sektor perjalanan wisata.
“Yang terdampak itu bukan hanya penyedia jasa tour and travel saja. Hotel, rumah makan, pengelola tempat wisata, bahkan UMKM kecil di area destinasi wisata juga kena imbasnya,” kata Budi.
Dengan sepinya aktivitas kunjungan pelajar, ekonomi sektor wisata nyaris lumpuh. Banyak usaha gulung tikar, dan para pekerja terpaksa menganggur.
Study Tour Bukan Sekadar Jalan-Jalan
GAPITT Ciayumajakuning menegaskan bahwa study tour bukan sekadar kegiatan rekreasi, melainkan bagian dari pembelajaran kontekstual yang memberikan pengalaman nyata kepada siswa.
“Kegiatan ini bisa membentuk karakter, menambah wawasan, sekaligus mengenalkan potensi budaya dan sejarah bangsa secara langsung. Ini seharusnya dilihat sebagai investasi pendidikan, bukan liburan semata,” tutur Nana.
Oleh sebab itu, GAPITT berharap pemerintah daerah bisa meninjau ulang larangan yang ada, dengan merancang petunjuk teknis pelaksanaan yang mengedepankan keamanan dan edukasi.
Permintaan Adanya Juknis yang Jelas
Setelah Kota Cirebon memberikan lampu hijau, GAPITT juga mendorong Pemkot segera menyusun petunjuk teknis pelaksanaan study tour. Juknis ini penting agar sekolah memiliki pedoman dalam menyelenggarakan kegiatan tanpa melanggar ketentuan.
Budi menyebut, tanpa juknis yang jelas, sekolah bisa ragu dalam melaksanakan program meskipun telah ada pernyataan resmi dari kepala daerah.
“Yang kami butuhkan sekarang adalah kejelasan. Jangan sampai niat baik ini justru menimbulkan kebingungan di lapangan. Jadi kami dorong agar segera dibahas bersama antara dinas terkait dan MKKS,” imbuhnya.
Dilema Sekolah dan Orang Tua
Tidak sedikit sekolah yang juga kebingungan. Di satu sisi, banyak siswa dan orang tua yang menginginkan adanya study tour. Namun, larangan dari pemerintah provinsi membuat kepala sekolah berhati-hati dan enggan mengambil risiko.
“Orang tua sudah banyak yang bertanya. Tapi kita tidak bisa sembarangan. Harus ada legalitas jelas dari kepala daerah,” kata seorang kepala sekolah SMP negeri di Cirebon yang enggan disebut namanya.
GAPITT Tetap Konsisten: “Kami Tidak Menyerah”
Dalam menghadapi tantangan ini, GAPITT Ciayumajakuning menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti berjuang. Mereka menyadari bahwa pemulihan sektor pariwisata perlu perjuangan kolektif dari berbagai pihak.
“Kami tidak akan menyerah. Kami akan terus memperjuangkan ini ke setiap DPRD dan kepala daerah. Harapan kami, larangan itu dicabut dan digantikan dengan regulasi yang adil dan realistis,” tegas Nana.
Rekomendasi Jalan Tengah: Solusi Berbasis Edukasi dan Regulasi
Sebagai solusi jangka pendek, GAPITT mengusulkan adanya mekanisme pengawasan terpadu dalam pelaksanaan study tour. Mulai dari pemilihan destinasi, penunjukan operator wisata resmi, hingga keterlibatan guru pendamping yang berkompeten.
“Yang penting itu bukan melarang, tapi bagaimana mengatur agar tetap aman dan edukatif. Larangan total malah membuat kami semua kehilangan,” ujar Budi.
Penutup: Saatnya Daerah Mendengar Aspirasi Warga
Dengan menguatnya dukungan dari DPRD dan mulai terbukanya ruang diskusi dengan kepala daerah, peluang untuk menghidupkan kembali study tour di Ciayumajakuning semakin terbuka.
Namun semua itu membutuhkan keberanian dan komitmen dari para pemimpin daerah untuk mendengar suara pelaku wisata, pendidik, orang tua, dan tentu saja siswa yang merindukan pembelajaran luar ruang.
GAPITT Ciayumajakuning sudah memulai langkah itu. Kini, harapannya tinggal pada para pemimpin daerah yang berani membuat keputusan demi masa depan pendidikan dan pemulihan ekonomi wisata.
BACA JUGA : Larangan Study Tour, Peluang Wisata Edukatif Cirebon
BACA JUGA : Penertiban Peminta Minta di Makam Sunan Gunung Jati

















