CirebonShare.com – INDRAMAYU, 9 Juli 2025 – Kasus gugatan warisan ke cucu yang terjadi di Desa Karangsong, Kecamatan Karangsong, Kabupaten Indramayu, terus menjadi perhatian publik. Perkara ini melibatkan seorang bocah 12 tahun berinisial ZI yang digugat oleh kakek tiri dan nenek kandungnya sendiri. Kini, pihak kakek dan nenek melalui kuasa hukumnya menyampaikan penjelasan.
Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri Indramayu dengan nomor perkara 34/Pdt.G/2025/PN Idm. Selain ZI sebagai tergugat ketiga, ibunya Rastiah (37) menjadi tergugat pertama, dan kakaknya, Heryatno (20), menjadi tergugat kedua. Mereka bertiga tinggal di rumah yang menjadi objek sengketa dalam perkara gugatan warisan ke cucu ini.
Penjelasan dari Kuasa Hukum Kakek dan Nenek
Ade Firmansyah, SH, selaku kuasa hukum Kadi dan Narti (kakek dan nenek ZI), menjelaskan bahwa gugatan warisan ke cucu ini bukan muncul tiba-tiba. Menurutnya, kliennya sudah berupaya menyelesaikan perkara ini secara kekeluargaan sebelum menempuh jalur hukum. Namun karena tidak ada titik temu, mereka terpaksa mendaftarkan gugatan ke pengadilan.
“ZI memang masih di bawah umur, tapi secara hukum tetap bisa menjadi tergugat jika diwakilkan oleh wali. Dalam hal ini, ibunya, Rastiah, yang bertindak sebagai wali. Itu sesuai KUHPer,” ujar Ade saat ditemui di kantor LBH Dharma Bakti, Karanganyar, Indramayu pada Selasa, 8 Juli 2025.
Namun, pada sidang perdana tanggal 2 Juli 2025, Rastiah disebut tidak bersedia menjadi wali untuk anaknya dalam perkara tersebut. Akibatnya, sidang ditunda hingga 16 Juli 2025 untuk menunggu proses pramediasi.
Upaya Damai Sebelum Pengadilan
Ade menegaskan bahwa pihak kakek dan nenek sebenarnya tidak ingin membawa persoalan ini ke jalur hukum. Mereka telah mencoba mediasi secara kekeluargaan dan bahkan menawarkan uang ganti rugi agar rumah bisa dikosongkan secara sukarela.
“Kami sudah tawarkan ganti rugi Rp100 juta hingga Rp200 juta agar Rastiah dan anak-anaknya pindah. Tapi mereka menolak tawaran itu,” jelasnya.
Ketika negosiasi buntu, pihaknya bahkan menyewa jasa appraisal untuk menaksir nilai properti. Hasilnya, pihak tergugat disebut meminta kompensasi hingga Rp350 juta. Kliennya, kata Ade, tak sanggup memenuhi permintaan itu.
Klarifikasi Soal Cucu
Ade menjelaskan bahwa gugatan warisan ke cucu tidak bertujuan mengusir ZI dari rumah. Fokus utama dari gugatan tersebut adalah meminta ibu ZI, yakni Rastiah, untuk meninggalkan rumah yang diduga bukan haknya secara hukum.
“Kakek dan neneknya tidak pernah bermaksud menyakiti cucu-cucunya. Mereka hanya ingin menyelesaikan hak kepemilikan tanah secara hukum. ZI hanya masuk gugatan karena ikut tinggal di lahan tersebut,” katanya.
Asal Mula Konflik
ZI dan keluarganya telah tinggal di rumah tersebut sejak ayahnya, Suparto (anak kandung Narti), masih hidup. Namun setelah Suparto meninggal dunia sekitar setahun lalu, situasi mulai memanas. Kakek dan nenek dari pihak ayah merasa bahwa rumah itu seharusnya kembali menjadi milik keluarga besar, bukan dikuasai sepenuhnya oleh istri mendiang dan anak-anaknya.
Heryatno, kakak ZI, menyayangkan keputusan kakek dan nenek mereka yang memilih jalur hukum. Menurutnya, rumah itu adalah warisan dari ayahnya dan sudah ditinggali keluarganya selama lebih dari 15 tahun.
“Saya sudah tinggal di rumah ini sejak kecil. Rumah ini peninggalan orang tua kami. Kenapa sekarang malah digugat oleh keluarga sendiri?” kata Heryatno, Selasa (8/7/2025).
Reaksi Masyarakat
Kasus gugatan warisan ke cucu ini ramai diperbincangkan di media sosial. Banyak netizen menunjukkan rasa keprihatinan dan menyayangkan konflik keluarga seperti ini dibawa ke pengadilan, apalagi melibatkan anak di bawah umur.
Beberapa komentar netizen menyebut:
- “Harusnya keluarga menyelesaikan ini secara damai, jangan libatkan anak.”
- “Cucu digugat kakek-nenek? Miris banget. Mana nurani kalian?”
- “Warisan itu hak, tapi masa depan anak juga hak yang harus dijaga.”
Perspektif Perlindungan Anak
Kasus ini juga menyorot perhatian dari kalangan pemerhati anak dan hukum waris. Pakar psikologi anak, dr. Ayu Rahmadani, mengatakan bahwa keterlibatan anak dalam perkara perdata bisa memberi dampak psikologis jangka panjang.
“Anak seharusnya tidak berada di tengah konflik orang dewasa. Ia perlu perlindungan, bukan dijadikan pihak tergugat,” tegasnya.
Dalam konteks gugatan warisan ke cucu, negara seharusnya hadir dengan pendekatan perlindungan anak dan memperkuat mekanisme mediasi keluarga sebelum perkara masuk ke jalur hukum.
Proses Hukum Masih Panjang
Saat ini, perkara masih dalam proses awal dan belum ada keputusan dari hakim. Sesi mediasi yang dijadwalkan pada 16 Juli mendatang diharapkan bisa menemukan titik temu. Jika tidak, sidang akan berlanjut ke tahap pembuktian dan pemeriksaan saksi.
Kuasa hukum kakek dan nenek berharap bahwa persoalan ini tetap bisa diselesaikan secara damai meskipun sudah masuk ranah pengadilan. Pihak tergugat sendiri belum memberikan pernyataan resmi mengenai kelanjutan proses hukum.
Penutup
Kasus gugatan warisan ke cucu di Indramayu menjadi cermin bahwa persoalan warisan tidak hanya soal hak kepemilikan, tapi juga menyangkut nilai-nilai kekeluargaan dan perlindungan anak. Ketika jalur mediasi gagal, persoalan hukum bisa meninggalkan luka sosial dan emosional yang mendalam.
Semoga ke depan, penyelesaian konflik keluarga bisa mengedepankan empati, komunikasi, dan keberpihakan terhadap masa depan anak-anak yang menjadi korban dalam pertikaian orang dewasa.

















