CirebonShare.com – Kota Cirebon, 31 Oktober 2025 – Gunawan Sekeluarga Terjebak di Aceh selama tiga bulan tanpa tempat tinggal, tanpa penghasilan, dan tanpa kepastian hidup. Kini keluarga kecil itu akhirnya kembali ke rumahnya di Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Kisah perjalanan panjang mereka penuh pelajaran tentang perjuangan, doa, dan rasa syukur yang tak pernah padam.
Gunawan (46) berdiri di depan rumahnya sambil menatap halaman yang selama berbulan-bulan ia rindukan. Wajahnya menunjukkan kelelahan, namun matanya memancarkan kebahagiaan yang sulit disembunyikan. Bersama istrinya, Misriyati (37), dan anak balitanya, ia mengucap syukur karena bisa kembali ke tempat di mana semuanya bermula. “Saya enggak nyangka bisa pulang secepat ini. Rasanya seperti mimpi,” ucap Gunawan dengan suara bergetar.
Awal Keberangkatan yang Berujung Ujian Berat
Gunawan memulai perjalanan ke Aceh dengan niat baik. Ia menerima kabar dari keluarga istrinya yang memintanya datang untuk membantu mengurus beberapa aset peninggalan almarhum ibu mertuanya. Ia merasa yakin niat baik akan menghasilkan hasil baik. Namun, perjalanan itu justru berubah menjadi awal penderitaan panjang.
“Awalnya saya yakin semua bisa diselesaikan dengan tenang. Tapi begitu sampai sana, semua berubah,” kata Gunawan. Ia datang dengan keyakinan bahwa semua aset atas nama istrinya akan diurus bersama keluarga besar. Namun, keadaan justru berbalik arah.
Keluarga istrinya menolak memberikan akses terhadap aset tersebut. Mereka mengambil alih seluruhnya, mulai dari rumah hingga kebun dan sawah. Gunawan mencoba menjelaskan, tetapi tak seorang pun mau mendengar. “Saya cuma minta kejelasan. Tapi mereka malah marah dan nyuruh kami pergi,” ujarnya dengan nada getir.
Gunawan akhirnya meninggalkan rumah itu bersama istri dan anaknya. Mereka membawa beberapa pakaian seadanya dan sedikit uang sisa ongkos perjalanan. Hari itu menjadi awal dari tiga bulan penuh perjuangan di tanah perantauan.
Bertahan Hidup di Tanah Orang
Gunawan memutuskan berjalan menuju wilayah Kabupaten Pidie. Ia berharap bisa menemukan tempat berteduh dan pekerjaan kecil untuk sementara waktu. Namun, kenyataan jauh dari harapan.
“Kami enggak tahu mau ke mana. Saya cuma jalan sambil lihat masjid, siapa tahu boleh numpang tidur,” katanya.
Setiap malam, Gunawan membawa anaknya yang masih kecil berpindah dari satu masjid ke masjid lain. Ia mengetuk pintu hati pengurus masjid untuk sekadar mendapatkan tempat istirahat. Beberapa masjid menerima mereka, tetapi tidak sedikit juga yang menolak.
“Kalau ditolak, kami pindah lagi. Kadang tidur di balai-balai masjid, kadang di teras, asal enggak kehujanan,” ucapnya.
Gunawan selalu berusaha menjaga kebersihan dan sopan santun agar pengurus masjid tidak merasa terganggu. Ia juga membantu membersihkan masjid setiap pagi sebagai bentuk terima kasih. “Saya enggak mau cuma numpang. Saya selalu bantu bersihin masjid, nyapu, ngepel, apa aja yang bisa saya lakukan,” tuturnya.
Beberapa pengurus masjid merasa iba dan memberi makanan. Kadang nasi bungkus, kadang roti, kadang air mineral. Meskipun sederhana, bantuan itu terasa sangat berarti bagi Gunawan sekeluarga. “Kalau dikasih nasi, saya bagi tiga. Anak dulu, baru istri, terakhir saya,” katanya lirih.
Cobaan Kesehatan Menambah Derita
Selama hidup berpindah dari masjid ke masjid, kondisi fisik keluarga itu semakin menurun. Cuaca Aceh yang panas di siang hari dan dingin di malam hari membuat anaknya jatuh sakit.
“Anak saya demam seminggu. Saya enggak punya uang buat beli obat. Saya keliling minta ke orang-orang,” ucap Gunawan.
Beberapa warga yang melihat kondisi mereka akhirnya membantu. Ada yang memberi uang, ada yang membawa obat. “Saya enggak pernah lupa sama orang-orang baik itu. Mereka enggak kenal saya, tapi mereka bantu tanpa pamrih,” kata Gunawan dengan mata berkaca.
Tak lama setelah anaknya sembuh, istrinya jatuh sakit karena kelelahan dan kurang makan. Gunawan tetap berjuang sendiri. Ia mencari pekerjaan serabutan di sekitar masjid. Kadang ia membantu pedagang, kadang mengangkut barang. Hasilnya hanya cukup untuk makan sehari.
“Saya enggak peduli berat atau enggaknya kerjaan. Yang penting anak dan istri bisa makan,” ujarnya dengan tegas.
Harapan yang Muncul dari Video
Di tengah kondisi serba sulit, Gunawan merekam video permintaan bantuan dengan ponsel milik jamaah masjid. Dalam video itu, ia menyampaikan permohonan agar bisa pulang ke Cirebon.
“Assalamualaikum, saya Gunawan dari Cirebon. Kami sekeluarga ingin pulang. Kami sudah tiga bulan di Aceh, enggak punya tempat tinggal. Mohon bantuannya,” ucapnya dengan suara pelan namun penuh harap.
Video itu menyebar di media sosial dan menarik perhatian masyarakat. Banyak yang merasa tergerak melihat kondisi keluarga itu. Beberapa lembaga sosial mulai menelusuri identitas Gunawan. Informasi akhirnya sampai ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Cirebon.
Tindakan Cepat dari KPAID Kota Cirebon
Ketua KPAID Kota Cirebon, Hj. Fifi Sofiah, langsung menindaklanjuti laporan itu. Ia menghubungi jejaring sosial di Aceh dan memastikan keluarga Gunawan dalam kondisi aman. “Kami berkoordinasi dengan pihak di Aceh agar keluarga itu segera mendapat bantuan,” ujarnya.
Bunda Fifi juga menghubungi seorang pejabat di Aceh yang pernah bertugas di Cirebon. Pejabat itu tergerak membantu dan langsung menyediakan tiket bus untuk kepulangan Gunawan sekeluarga. “Beliau menanggung seluruh biaya kepulangan karena merasa punya ikatan dengan Cirebon,” jelas Bunda Fifi.
KPAID kemudian menyiapkan pendampingan lanjutan untuk memastikan kondisi anak Gunawan setelah trauma panjang itu. “Kami akan bantu agar anaknya bisa kembali sekolah dan mendapat layanan kesehatan,” katanya.
Perjalanan Panjang Pulang ke Cirebon
Gunawan menempuh perjalanan darat selama seminggu dari Aceh menuju Cirebon. Ia melewati banyak kota dan sempat berhenti di beberapa terminal. “Perjalanan panjang banget. Tapi saya enggak ngeluh. Setiap kilometer yang kami lewati, saya rasakan seperti doa yang dikabulkan,” ujarnya.
Di perjalanan, ia menghibur anaknya agar tidak rewel. Misriyati menenangkan anaknya sambil menyanyi pelan. Mereka makan seadanya di bus. Kadang hanya roti, kadang nasi bungkus pemberian penumpang lain.
Setibanya di Terminal Harjamukti, Gunawan langsung sujud syukur. Ia mencium tanah dan mengucap doa panjang. “Saya enggak malu. Saya cuma pengin berterima kasih karena Allah akhirnya kasih jalan pulang,” katanya.
Sambutan Hangat di Kampung Halaman
Kabar kepulangan Gunawan menyebar cepat di lingkungan Pegambiran. Warga menyambut mereka dengan tangan terbuka. Beberapa tetangga menyiapkan makanan, ada yang membantu membersihkan rumah, ada pula yang memberi pakaian untuk anak kecilnya.
“Saya terharu banget. Saya kira enggak ada yang peduli. Tapi ternyata banyak orang baik,” ucap Gunawan.
Warga merasa lega melihat keluarga itu selamat. Banyak yang mengikuti kisah mereka di media sosial dan menunggu kepulangan mereka. “Waktu lihat videonya di internet, kami langsung sedih. Begitu tahu mereka udah pulang, kami semua senang,” kata salah satu tetangga, Yanti.
Memulai Hidup dari Nol
Setelah pulang, Gunawan langsung mencari pekerjaan apa pun yang bisa menghasilkan uang. Ia memperbaiki alat vape, membantu warga memperbaiki rumah, hingga membersihkan halaman. “Saya enggak pilih-pilih kerjaan. Yang penting halal,” katanya.
Ia bekerja keras setiap hari meskipun upahnya tidak besar. Misriyati membantu dengan menjual makanan ringan di depan rumah. Mereka berdua bertekad membangun kembali kehidupan yang sempat hancur.
“Saya enggak mau menyerah. Saya udah belajar banyak dari kejadian kemarin,” ucapnya. “Kalau dulu saya terlalu berharap sama orang, sekarang saya cuma bergantung sama Allah.”
Dukungan dari Pemerintah dan Warga
KPAID Kota Cirebon terus memantau perkembangan keluarga ini. Bunda Fifi memastikan bahwa keluarga Gunawan mendapat perhatian khusus. “Kami ingin memastikan anaknya tumbuh dengan baik. Trauma itu enggak ringan,” ujarnya.
Selain KPAID, Dinas Sosial Kota Cirebon juga menyiapkan program bantuan untuk keluarga tersebut. Beberapa donatur pribadi turut menyumbangkan bahan makanan, pakaian, dan perlengkapan anak.
Warga sekitar juga membantu dengan bergotong royong. Mereka mengumpulkan dana kecil untuk memperbaiki atap rumah Gunawan yang bocor. “Kami enggak punya banyak, tapi kami ingin bantu sebisanya,” kata salah satu warga, Rohman.
Pelajaran Tentang Iman dan Keteguhan
Kisah Gunawan Sekeluarga Terjebak di Aceh menjadi inspirasi bagi banyak orang. Gunawan tidak menyalahkan siapa pun atas nasibnya. Ia justru bersyukur karena ujian itu menguatkan imannya.
“Saya kehilangan harta, tapi saya dapat banyak hal. Saya belajar arti sabar, syukur, dan keikhlasan,” ujarnya. “Allah kasih ujian bukan buat menjatuhkan, tapi buat ngangkat derajat kita.”
Ia juga berharap kisahnya bisa menjadi pengingat bagi banyak orang agar selalu berhati-hati saat berurusan dengan masalah keluarga. “Kalau ada urusan harta, jangan terlalu percaya sama janji. Semua harus jelas,” katanya.
Kini, Gunawan menjalani hidup dengan lebih tenang. Ia menatap masa depan dengan semangat baru. Setiap pagi, ia membersihkan halaman sambil tersenyum melihat anaknya bermain. “Kalau saya lihat anak saya ketawa, semua capek langsung hilang,” ucapnya.
Harapan untuk Masa Depan
Gunawan ingin membuka bengkel kecil di rumahnya agar bisa memiliki penghasilan tetap. Ia sudah mulai menabung dari hasil kerjanya sehari-hari. Beberapa warga berjanji akan membantu peralatan seadanya.
“Saya enggak mau minta-minta. Saya cuma mau kerja keras dan hidup jujur,” katanya.
Misriyati juga berharap bisa kembali menjual kue seperti dulu sebelum berangkat ke Aceh. Ia sudah mulai menyiapkan bahan dari bantuan warga. “Saya pengin bantu suami biar hidup kami makin stabil,” ujarnya.
Penutup
Perjalanan Gunawan Sekeluarga Terjebak di Aceh menunjukkan bahwa harapan tidak pernah benar-benar hilang. Selama seseorang terus berjuang dan percaya pada kebaikan, jalan pulang selalu terbuka.
Gunawan menutup ceritanya dengan senyum tipis. “Saya enggak mau ingat masa lalu terlalu lama. Sekarang saya cuma mau hidup damai dan dekat sama keluarga,” katanya.
Setiap langkah yang ia ambil kini penuh rasa syukur. Ia tidak lagi mengejar harta, tetapi mencari makna dari setiap ujian. Bagi Gunawan, kebahagiaan sejati terletak pada rumah yang hangat dan hati yang ikhlas.
JANGAN LEWATKAN !! : Fun Run Ramayana Pace 2025 di Cirebon
BACA JUGA : Walikota Cirebon Tetapkan Status Siaga Bencana Banjir
BACA JUGA : Truk ODOL Dilarang Beroperasi di Jawa Barat


















