CirebonShare.com – Cirebon, 1 Agustus 2025 – Suasana di Desa Ujunggebang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon, tengah menjadi sorotan. Masyarakat setempat melaporkan kepala desa atau kuwu mereka ke Inspektorat Kabupaten Cirebon atas dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan desa. Laporan ini tidak hanya mengundang perhatian publik, tetapi juga menggerakkan pihak Inspektorat untuk turun langsung ke lapangan dan menindaklanjuti aduan secara resmi.
Inspektorat Kabupaten Cirebon Mulai Turun Tangan
Langkah awal yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Cirebon adalah dengan memulai pemeriksaan internal terhadap laporan masyarakat. Plt Inspektur Pembantu (Irban) 3, Eko Roeswi, menyatakan bahwa aduan warga Desa Ujunggebang telah diterima dan sedang ditindaklanjuti. Menurutnya, proses pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang dilaporkan tengah berlangsung.
“Hasil kegiatan masih dalam proses,” ujarnya singkat.
Meski demikian, Eko belum memberikan kepastian kapan hasil pemeriksaan ini akan diumumkan ke publik. Namun, langkah ini dianggap penting dalam menjaga transparansi serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan desa.
Laporan Warga Mengungkap Ketimpangan PAD Desa
Salah satu pokok laporan warga adalah ketidaksesuaian data Pendapatan Asli Desa (PAD) yang bersumber dari hasil lelang tanah kas desa atau tanah titisara. Berdasarkan informasi dari warga, hasil lelang tanah seharusnya menghasilkan pendapatan sebesar Rp302.670.000 pada tahun 2024.
Namun, angka ini tidak tercermin dalam dokumen resmi APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) tahun 2024, yang hanya mencantumkan PAD dari sumber tersebut sebesar Rp194.400.000. Perbedaan ini menimbulkan kecurigaan dan menjadi alasan utama masyarakat menyampaikan laporan kepada pihak berwenang.
Warga menduga telah terjadi pengurangan atau penggelapan terhadap hasil lelang tanah desa yang seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Aksi Massa: Balai Desa Digeruduk Warga
Kekhawatiran masyarakat bukan tanpa tindakan. Pada Selasa, 17 Juni 2025, ratusan warga Desa Ujunggebang mendatangi Balai Desa untuk menuntut kejelasan dari Kuwu Tariman mengenai berbagai dugaan penyimpangan tersebut. Namun, harapan mereka untuk mendapatkan jawaban konkret tidak sepenuhnya terpenuhi.
Dalam pertemuan tersebut, Kuwu Tariman lebih banyak memberikan jawaban normatif. Ia menyebut bahwa semua masukan akan dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan ke depan, tanpa menyentuh inti permasalahan yang dipertanyakan warga.
Respons tersebut menimbulkan kekecewaan. Bahkan, beberapa pertanyaan teknis yang seharusnya dapat dijawab langsung oleh kuwu, justru dilemparkan kepada perangkat desa. Hal ini memperkuat kesan bahwa kuwu tidak menguasai informasi penting terkait pemerintahan desa yang ia pimpin.
Isu Pajak dan Transparansi Keuangan Muncul ke Permukaan
Salah satu aduan penting lainnya yang disuarakan warga adalah mengenai pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2024. Warga mengaku telah membayar kewajiban tersebut, namun ketika dicek ke instansi terkait, data menyebutkan bahwa mereka belum melakukan pembayaran.
“Puluhan SPT PBB tidak disetorkan. Kami yang sudah lunas justru dianggap menunggak,” keluh salah satu warga bernama Tarudin.
Menanggapi itu, Kuwu Tariman mengaku baru mendengar persoalan tersebut dan menyatakan bahwa tanggung jawab pengelolaan PBB berada di tangan koordinator yang ditunjuk, yakni Kadyadi, seorang perangkat desa. Namun, pada saat kejadian, Kadyadi tidak hadir di lokasi, padahal saat itu masih dalam jam kerja.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan baru dari warga: mengapa seorang perangkat desa bisa tidak hadir tanpa alasan yang jelas pada jam kerja, dan mengapa kuwu seolah tidak mengetahui kegiatan perangkat yang seharusnya ia awasi.
Pengelolaan Tanah Titisara Kembali Disorot
Warga juga mengungkapkan ketidaksesuaian data terkait luas tanah titisara yang dilelang. Menurut laporan mereka, tanah yang dilelang pada 7 Desember 2024 hanya mencakup 24 bau, padahal total lahan titisara desa mencapai 27 bau. Ketidaksesuaian ini menimbulkan tanda tanya besar: ke mana sisa 3 bau tanah desa tersebut?
Tanah titisara merupakan salah satu aset penting desa yang harus dikelola secara terbuka dan akuntabel. Bila ada lahan yang tidak tercantum dalam laporan lelang, maka kemungkinan penyalahgunaan aset sangat terbuka.
Ketidakterbukaan Laporan Pemerintahan Desa
Tak hanya soal tanah dan pajak, warga juga menyampaikan keberatannya terhadap tidak disampaikannya Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LKPPD) secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Laporan tersebut seharusnya menjadi dokumen wajib yang diberikan secara transparan setiap tahunnya.
Menurut warga, mereka tidak pernah menerima informasi secara resmi mengenai kegiatan pemerintahan desa. Hal ini menunjukkan lemahnya komunikasi antara pihak pemerintah desa dan masyarakatnya, serta potensi pelanggaran terhadap prinsip transparansi dalam tata kelola desa.
Proyek Rabat Beton Dinilai Tidak Sesuai Spesifikasi
Dalam rangkaian aduan yang disampaikan, warga juga menyoroti proyek infrastruktur rabat beton yang didanai dari Dana Desa. Mereka menilai proyek tersebut tidak dikerjakan sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditentukan.
Rabat beton yang seharusnya kuat dan tahan lama, dinilai tidak memiliki ketebalan yang sesuai. Bahkan, warga mencurigai adanya pengurangan material atau penggunaan bahan yang tidak sesuai standar. Jika benar, hal ini dapat merugikan masyarakat dan berdampak pada umur infrastruktur yang lebih pendek.
Desakan Transparansi dan Tuntutan Perubahan
Berbagai temuan dan aduan tersebut menunjukkan perlunya pembenahan serius dalam tata kelola pemerintahan Desa Ujunggebang. Warga telah menyuarakan aspirasi mereka secara terbuka dan kini menantikan tindak lanjut dari Inspektorat Kabupaten Cirebon.
Desakan agar pemerintahan desa lebih transparan, akuntabel, dan terbuka terhadap kritik merupakan bentuk kontrol sosial yang sangat penting dalam demokrasi lokal. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana desa dikelola, ke mana anggaran digunakan, dan sejauh mana pembangunan berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari.
Peran Inspektorat dan Harapan Warga
Inspektorat Kabupaten Cirebon kini memegang kunci dalam menyelesaikan polemik yang terjadi. Hasil audit dan pemeriksaan mereka sangat dinantikan sebagai bentuk jawaban atas keresahan masyarakat. Jika ditemukan pelanggaran, maka harus ada sanksi dan langkah perbaikan yang tegas, transparan, serta berkeadilan.
Sebaliknya, jika tudingan tidak terbukti, maka perlu ada upaya edukasi dan klarifikasi menyeluruh agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari.
Namun, satu hal yang jelas: masyarakat Desa Ujunggebang telah menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap nasib desa dan tidak tinggal diam terhadap dugaan penyimpangan yang terjadi.
Penutup
Kisah di Desa Ujunggebang bukan hanya soal anggaran atau laporan desa, melainkan tentang bagaimana masyarakat berdaya untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Dengan keterlibatan aktif warga dan respons cepat dari pihak pengawas seperti Inspektorat Kabupaten Cirebon, harapan akan lahirnya tata kelola desa yang bersih dan transparan bukanlah sesuatu yang mustahil.
BACA JUGA : Tanggul Sungai Cipager Jebol, Warga Panembahan Resah
BACA JUGA : Janji Pembangunan Dedi Mulyadi untuk Desa Tonjong Mandek


















