CirebonShare.com – CIREBON, 9 Juli 2025 – Jalan rusak Cirebon Timur kembali menjadi sorotan utama. Warga di wilayah Japura Lor dan Japura Kidul, Kabupaten Cirebon, merasa kecewa karena janji pemerintah untuk memperbaiki jalan belum juga terealisasi. Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Cirebon menjanjikan bahwa perbaikan akan dimulai pada bulan Juli. Namun, kenyataannya di lapangan menunjukkan hal sebaliknya.
Bahkan, hujan yang terus mengguyur wilayah tersebut memperparah kondisi jalan. Jalan yang sudah rusak kini menjadi licin, berlumpur, dan membahayakan pengguna kendaraan, terutama sepeda motor.
Tokoh Masyarakat Kritik Janji Pemerintah
Tokoh masyarakat Cirebon Timur, Raden Hamzaiya, S.Hum, dengan tegas menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintah. Ia menilai janji perbaikan jalan hanya menjadi retorika yang berulang dari tahun ke tahun.
“Pemerintah Kabupaten Cirebon lagi-lagi memberikan harapan kosong. Ketika ditanya, mereka selalu berdalih soal teknis, prosedur lelang, dan regulasi,” ujar Hamzaiya, Selasa, 8 Juli 2025.
Menurutnya, alasan-alasan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah kurang serius menanggapi kebutuhan dasar masyarakat. Padahal, akses jalan merupakan tulang punggung aktivitas sosial dan ekonomi warga.
Jalan Rusak Cirebon Timur Hambat Ekonomi Warga
Dampak dari jalan rusak Cirebon Timur tidak hanya terasa di sektor transportasi, tetapi juga merugikan perekonomian lokal. Banyak warga mengaku kesulitan menjual hasil panen, mengangkut barang, hingga menjalankan usaha rumahan.
“Saya harus mengeluarkan biaya tambahan karena kendaraan sering rusak. Itu akibat jalan yang tidak layak,” kata Wawan, seorang pedagang dari Japura Kidul.
Selain itu, para pelaku UMKM juga mengeluhkan berkurangnya pelanggan karena akses ke lokasi usaha menjadi sulit. Akibatnya, pendapatan mereka terus menurun setiap bulan.
Keselamatan Pengguna Jalan Terancam
Masalah jalan rusak Cirebon Timur juga berdampak langsung terhadap keselamatan pengguna jalan. Dalam beberapa video yang beredar di media sosial, terlihat seorang pengendara motor terjatuh saat melintasi jalan berlumpur.
“Sudah sering ada yang jatuh. Tapi tidak ada yang datang memperbaiki. Kami seperti diabaikan,” ungkap Dedi, warga Japura Lor.
Karena itu, warga berharap pemerintah segera turun tangan. Jika terus dibiarkan, risiko kecelakaan akan semakin tinggi dan bisa mengancam nyawa warga.
Birokrasi Dianggap Tidak Responsif
Menurut Raden Hamzaiya, birokrasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon masih sangat kaku. Ia menyayangkan betapa lambatnya respons para pejabat dalam menyelesaikan persoalan yang sebenarnya bersifat mendesak.
“Banyak pejabat terlalu sibuk dengan aturan dan prosedur. Padahal, rakyat butuh solusi cepat,” katanya.
Bahkan, ia membandingkan cara kerja saat ini dengan pola birokrasi zaman kolonial. Menurutnya, jika hal ini terus terjadi, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akan hilang secara perlahan.
Pemerintah Dinilai Saling Lempar Tanggung Jawab
Permasalahan tidak berhenti di situ. Warga juga menyaksikan langsung bagaimana antar tingkat pemerintahan saling melempar tanggung jawab. Pemerintah desa menuding kabupaten, kabupaten menyalahkan provinsi, dan provinsi tak menunjukkan inisiatif.
“Kami hanya rakyat kecil. Tidak tahu harus mengadu ke siapa. Semua pihak menghindar,” ujar Hamzaiya.
Padahal, dalam sistem pemerintahan yang ideal, seluruh tingkatan seharusnya saling berkoordinasi. Namun yang terjadi justru sebaliknya, rakyat semakin bingung dan kecewa.
Pohon Pisang sebagai Simbol Protes
Akibat kekecewaan yang mendalam, warga akhirnya mengambil langkah simbolis. Mereka menanam pohon pisang dan memasang pagar bambu di tengah jalan yang rusak. Aksi ini menjadi bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.
“Kang Dedi, Jabar kuh ndi? Japura Lor, Blok Pahing dalane kanggo nanduri gedang,” seru warga dalam video yang viral di media sosial.
Selain itu, warga juga berharap aksi ini membuka mata pemerintah. Mereka tidak menginginkan kerusuhan. Mereka hanya ingin didengarkan dan dilayani.
Tuntutan Copot Kepala Desa
Dalam video lainnya, muncul desakan agar Kepala Desa Japura Lor dan Japura Kidul dicopot dari jabatannya. Warga merasa kecewa karena pemimpin desa tidak membela atau memperjuangkan kepentingan mereka.
“Lebih baik tidak ada kuwu daripada punya kuwu yang diam saja,” kata salah satu warga.
Desakan ini membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin lokal mulai runtuh. Jika tidak ada perubahan, ketegangan antara warga dan pemerintah bisa meningkat.
Jalan Rusak Jadi Simbol Gagalnya Pemerintahan
Menurut Hamzaiya, kondisi jalan rusak Cirebon Timur bukan sekadar masalah fisik. Lebih dari itu, kondisi tersebut mencerminkan gagalnya pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab. Ia melihat bahwa ketidakpedulian ini adalah bentuk pengabaian terhadap hak-hak dasar rakyat.
“Jalan rusak ini mencerminkan semua yang salah dari sistem kita. Pemerintah tidak hadir saat rakyat membutuhkan,” tegasnya.
Karena itu, ia menyerukan perubahan menyeluruh, bukan hanya tambal sulam proyek jalan. Pemerintah harus menunjukkan komitmen, bukan sekadar janji manis yang tidak pernah terbukti.
Rakyat Tidak Butuh Janji, Tapi Bukti Nyata
Masalah jalan rusak Cirebon Timur telah terjadi selama bertahun-tahun. Namun, hingga kini belum ada solusi konkret. Warga lelah dengan janji yang berulang. Mereka butuh aksi nyata yang bisa mereka rasakan langsung.
“Jangan tunggu rakyat marah. Jangan tunggu jalan rusak ini memakan korban,” tutup Hamzaiya.
Masyarakat semakin sadar bahwa hak mereka harus diperjuangkan. Mereka akan terus bersuara hingga pemerintah benar-benar bertindak. Dalam kondisi seperti ini, suara rakyat adalah bentuk perlawanan yang sah.


















