CirebonShare.com – Jakarta, 6 September 2025 – Kasus Chromebook Nadiem Makarim kini menjadi salah satu isu paling hangat di tanah air. Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan Nadiem Anwar Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Chromebook dan perangkat teknologi informasi di Kemendikbudristek.
Penetapan tersebut menarik perhatian luas karena nilai kerugian negara sangat besar dan karena publik mengenal Nadiem sebagai tokoh penting di bidang teknologi dan pendidikan. Masyarakat kini lebih banyak memperhatikan bagaimana aparat memproses hukum dan menanti dampak kasus ini terhadap dunia pendidikan.
Penjelasan Kejagung Mengenai Aliran Dana
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan bahwa penyidik hingga kini masih menelusuri aliran dana yang diduga mengalir kepada Nadiem Makarim. Ia menekankan bahwa proses ini membutuhkan waktu dan kehati-hatian, sehingga penyidik tidak bisa serta-merta mengumumkannya ke publik.
“Kami masih mendata aliran uang yang diterima Nadiem. Kami masih mendalaminya satu per satu,” ujar Anang di Jakarta.
Anang meminta publik tidak berspekulasi mengenai jumlah dana maupun keuntungan yang mungkin diterima Nadiem. Ia menegaskan bahwa penyidik harus menjaga objektivitas agar informasi yang beredar tidak menyesatkan.
“Penyidik belum menjelaskan keuntungan yang diperoleh eks Mendikbudristek karena kami masih berada pada tahap penyidikan. Jangan mengira-ngira jumlahnya,” tambahnya.
Melalui pernyataan ini, Kejagung menegaskan bahwa mereka hanya akan menyampaikan informasi resmi lewat jalur formal agar masyarakat bisa memperoleh gambaran yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kerugian Negara Mencapai Rp1,9 Triliun
Meski belum menjelaskan secara rinci soal aliran dana pribadi, Kejagung memastikan bahwa kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp1,9 triliun. Nilai yang sangat besar ini membuat kasus Chromebook menjadi salah satu kasus korupsi yang paling disorot pada 2025.
Kerugian tersebut muncul dari pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk program pendidikan dari tahun 2020 hingga 2022. Pemerintah menggelontorkan anggaran hingga Rp9,3 triliun yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Dana Alokasi Khusus (DAK).
Namun, alih-alih memberi manfaat besar, program ini justru memicu polemik karena banyak pihak menilai pelaksanaannya tidak tepat sasaran dan penuh dugaan penyimpangan.
Program Chromebook untuk Sekolah Wilayah 3T
Pemerintah menggagas program pengadaan Chromebook sebagai upaya mendukung transformasi digital pendidikan, terutama di sekolah-sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Pemerintah membeli 1,2 juta unit Chromebook untuk kemudian membagikannya ke sekolah dari jenjang PAUD hingga SMA. Dengan langkah ini, pemerintah berharap bisa mempersempit kesenjangan akses pendidikan digital antara daerah perkotaan dan daerah terpencil.
Namun, kenyataannya program ini tidak berjalan sesuai harapan. Chromebook sangat bergantung pada koneksi internet, sedangkan sebagian besar wilayah 3T masih kesulitan mengakses jaringan stabil. Akibatnya, banyak unit Chromebook tidak bisa dimanfaatkan secara optimal.
Kondisi inilah yang menjadi salah satu indikator kegagalan program tersebut.
Penahanan Nadiem Makarim
Selain menetapkan Nadiem sebagai tersangka, Kejagung menahan Nadiem selama 20 hari sejak Kamis, 4 September 2025. Aparat menahan Nadiem untuk melancarkan penyidikan dan mencegah potensi penghilangan barang bukti maupun upaya lain yang bisa menghambat proses hukum.
Kejagung menegaskan bahwa mereka menetapkan penahanan ini sebagai prosedur standar untuk setiap tersangka tindak pidana korupsi. Publik menilai penahanan tokoh besar seperti Nadiem menunjukkan bahwa aparat menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Tersangka Lain dalam Kasus Chromebook
Kejagung juga menetapkan empat tersangka lain dalam kasus ini, yakni:
- Mulyatsyah, mantan Direktur SMP Kemendikbudristek.
- Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek.
- Ibrahim Arief, konsultan teknologi di Kemendikbudristek.
- Jurist Tan, mantan staf khusus Mendikbudristek (saat ini masih berada di luar negeri).
Mereka diduga memiliki peran signifikan dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan program Chromebook. Kejagung mengenakan Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP kepada seluruh tersangka.
Penyitaan Aset Terkait Kasus
Sebagai bagian dari penyidikan, Kejagung sudah menyita sejumlah aset, mulai dari dokumen penting, perangkat teknologi, hingga properti yang diduga terkait dana hasil korupsi.
Penyidik mengambil langkah ini untuk mengamankan barang bukti sekaligus memulihkan kerugian negara. Mereka menegaskan bahwa seluruh penyitaan berjalan sesuai prosedur dan berdasarkan dasar hukum yang jelas.
Dampak bagi Dunia Pendidikan
Kasus ini mengecewakan banyak pihak, terutama masyarakat yang berharap program pengadaan Chromebook membuka jalan menuju era digitalisasi pendidikan.
Jika pemerintah menjalankan program sesuai rencana, siswa di daerah 3T seharusnya bisa belajar dengan fasilitas modern. Namun kenyataannya, banyak sekolah tidak memanfaatkan perangkat itu secara optimal, sementara negara sudah mengeluarkan anggaran sangat besar.
Situasi ini memperlihatkan bahwa pemerintah harus menyusun perencanaan matang sebelum meluncurkan program pendidikan berbasis teknologi. Pemerintah juga perlu memastikan infrastruktur dasar seperti listrik dan internet tersedia lebih dulu.
Seruan Transparansi dan Evaluasi Program Pendidikan
Kasus Chromebook Nadiem Makarim memberi pelajaran penting bagi pemerintah maupun masyarakat. Banyak akademisi dan pengamat pendidikan menyerukan agar pemerintah melaksanakan setiap program pendidikan, terutama yang menggunakan dana besar, dengan transparan serta memastikan pengawasan ketat.
Tokoh masyarakat juga menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pengadaan perangkat pendidikan. Mereka menilai pemerintah harus menyesuaikan program serupa di masa depan dengan kondisi nyata di lapangan agar siswa benar-benar merasakan manfaatnya.
Proses Hukum Masih Berlanjut
Hingga kini, penyidik masih memproses kasus Chromebook. Kejagung menegaskan bahwa mereka akan menindak seluruh pihak yang terlibat, baik dari internal Kemendikbudristek maupun pihak eksternal.
Kejagung berjanji akan menyampaikan setiap perkembangan secara resmi agar publik tidak terjebak spekulasi dan tetap menerima informasi yang benar.
Mereka juga menekankan bahwa penyidik menjalankan proses hukum secara profesional, transparan, dan berbasis bukti. Dengan demikian, penyidik berharap hasil akhir kasus ini bisa menjadi momentum besar untuk memperbaiki tata kelola anggaran pendidikan.
Kesimpulan
Kasus Chromebook Nadiem Makarim bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga cermin dari masalah tata kelola anggaran pendidikan, efektivitas program, dan kesiapan infrastruktur di wilayah 3T.
Kerugian negara sebesar Rp1,9 triliun menjadi peringatan keras bagi pemerintah agar kebijakan berbasis teknologi tidak hanya fokus pada pengadaan perangkat, tetapi juga memperhatikan kesiapan infrastruktur dan kebutuhan nyata masyarakat.
Publik kini menanti kelanjutan penyidikan kasus ini dan berharap pemerintah bersama aparat penegak hukum mencegah kasus serupa terulang di masa depan.
BACA JUGA : Macan Tutul Kuningan Teror Cimenga, Warga Resah
BACA JUGA : Kasus Gedung Setda Kota Cirebon, 6 Tersangka


















