CirebonShare.com – Cirebon, 29 Agustus 2025 – Kasus Gedung Setda Kota Cirebon masih terus menjadi sorotan publik. Hingga kini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon sudah menetapkan enam tersangka yang diduga terlibat dalam pembangunan gedung delapan lantai tersebut. Meski demikian, penyidikan kasus belum selesai, karena tim penyidik masih mendalami berbagai aspek teknis dan hukum yang melingkupi perkara ini.
Penyidikan Masih Berjalan
Kasi Pidsus Kejari Kota Cirebon, Gema Wahyudi, menegaskan bahwa pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon mengabaikan aspek teknis dan keselamatan. Dari hasil pemeriksaan lapangan dan kajian struktur, diketahui gedung tersebut tidak memenuhi standar spesifikasi konstruksi.
“Gedung ini memang dibangun tidak sesuai dengan spesifikasi dan tingkat keamanannya. Dari sisi fisik, kita bisa lihat langsung kerusakan-kerusakan yang ada,” ungkap Gema.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa tim teknis dari Politeknik Negeri Bandung (Polban) telah menemukan potensi kerusakan serius. Bahkan, hasil kajian menunjukkan risiko gedung bisa runtuh jika terjadi gempa dengan magnitudo di atas 6.
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa proyek pembangunan gedung Setda tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga membahayakan keselamatan aparatur dan masyarakat yang beraktivitas di dalamnya.
Kondisi Gedung Saat Ini
Asisten Administrasi Umum dan Pemerintahan Setda Kota Cirebon, Muhammad Arif Kurniawan, mengakui bahwa gedung tersebut masih dipakai, tetapi dengan kapasitas terbatas. Menurutnya, faktor usia bangunan dan kerusakan yang terus bertambah membuat struktur makin lemah.
“Air masuk ke dalam, strukturnya melemah, dan sudah mulai banyak bagian yang melengkung,” jelas Arif.
Nilai proyek awal pembangunan gedung ini mencapai sekitar Rp40 miliar. Namun, kondisi saat ini membuat pemerintah harus memikirkan kembali langkah strategis.
Rencana Perbaikan Gedung
Arif menuturkan, meski sempat ada wacana penundaan perbaikan hingga 2027, kondisi gedung yang semakin rusak membuat opsi perbaikan tidak bisa lagi ditunda.
“Prediksi biaya perbaikan di angka Rp11 hingga Rp18 miliar. Rencana ini dimungkinkan dilakukan pada tahun 2026, sejalan dengan program strategis daerah,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika penundaan dilakukan terlalu lama, biaya pemeliharaan akan terus membengkak, sementara kerusakan fisik semakin parah. Dengan demikian, pemerintah kota lebih memilih memperbaiki daripada membangun gedung baru, karena statusnya sudah menjadi aset daerah.
Kronologi Kasus Gedung Setda Kota Cirebon
Kasus pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon sudah cukup lama bergulir. Proyek yang seharusnya menjadi simbol modernisasi dan efisiensi aparatur pemerintah justru menyisakan persoalan hukum serta kerugian negara.
- Pembangunan Awal
Gedung delapan lantai tersebut dibangun dengan anggaran sekitar Rp40 miliar. Namun, sejak awal, berbagai pihak menyoroti dugaan adanya pelanggaran spesifikasi teknis. - Penetapan Tersangka
Kejari Kota Cirebon telah menetapkan enam orang tersangka. Meski identitas lengkap tidak seluruhnya dipublikasikan, tersangka tersebut diduga melibatkan pihak kontraktor, konsultan perencana, hingga oknum penyelenggara negara. - Temuan Kerusakan
Setelah gedung digunakan, muncul laporan kerusakan fisik yang cukup serius. Beberapa bagian bangunan retak, melengkung, hingga rawan bocor ketika hujan deras. - Kajian Polban
Kajian tim ahli dari Politeknik Negeri Bandung memperkuat fakta bahwa gedung tidak sesuai spesifikasi. Hal ini menjadi salah satu bahan bukti penting dalam proses penyidikan.
Dampak bagi Pemerintah Kota Cirebon
Kasus Gedung Setda Kota Cirebon berdampak langsung pada roda pemerintahan. Aparatur sipil negara (ASN) yang berkantor di sana merasa was-was dengan kondisi bangunan.
Selain itu, pemerintah kota juga harus menanggung beban anggaran tambahan untuk perbaikan. Hal ini berpotensi menggeser alokasi anggaran daerah yang semula ditujukan untuk program prioritas lainnya.
Tanggapan Publik
Sejumlah masyarakat Kota Cirebon menyayangkan kasus ini. Beberapa warga menilai proyek sebesar itu seharusnya bisa menghasilkan bangunan yang kokoh dan aman.
“Uang rakyat sudah dipakai, tapi gedungnya seperti ini. Sangat disayangkan,” ujar Sutrisno, seorang tokoh masyarakat di Harjamukti.
Sementara itu, aktivis antikorupsi lokal juga mendesak agar kasus ini dituntaskan hingga ke akar-akarnya. Mereka berharap penyidikan tidak hanya berhenti pada enam tersangka, tetapi juga menelusuri siapa saja yang bertanggung jawab dalam pengawasan proyek.
Analisis Hukum dan Keuangan
Dari perspektif hukum, kasus ini menunjukkan adanya potensi pelanggaran dalam pelaksanaan proyek pembangunan gedung pemerintah. Dugaan utama mencakup:
- Pelanggaran spesifikasi teknis kontruksi.
- Penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang dan pembangunan.
- Potensi tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.
Dari sisi keuangan daerah, proyek ini menjadi beban ganda. Pertama, anggaran Rp40 miliar yang sudah digunakan. Kedua, biaya perbaikan Rp11–18 miliar yang harus ditanggung APBD.
Apa Selanjutnya?
Kejari Kota Cirebon menegaskan bahwa penyidikan tidak akan berhenti. Proses hukum akan terus berjalan, dengan kemungkinan penambahan tersangka jika ditemukan bukti baru.
Di sisi lain, Pemerintah Kota Cirebon juga dihadapkan pada pilihan sulit. Perbaikan harus dilakukan untuk memastikan keselamatan, tetapi anggaran yang besar menjadi tantangan tersendiri.
Kesimpulan
Kasus Gedung Setda Kota Cirebon menjadi cerminan bagaimana sebuah proyek strategis daerah bisa berubah menjadi masalah serius ketika aspek teknis dan akuntabilitas diabaikan. Dengan enam tersangka yang sudah ditetapkan, publik menantikan kelanjutan proses hukum sekaligus kepastian perbaikan gedung agar aman digunakan.
BACA JUGA : Proyek Gedung Setda, Nashrudin Azis Diperiksa Kejaksaan
BACA JUGA : Kebakaran Gudang Beras Kuningan Hanguskan 10 Ton
JANGAN LEWATKAN!! : Pasang Iklan Gratis di CirebonShare.com Selama Agustus


















