CirebonShare.com – Kuningan, 14 Juli 2025 – Kecelakaan kerja bangunan kembali terjadi dan menyebabkan satu pekerja kehilangan nyawa di Kabupaten Kuningan. Korban, Dadan (30), warga Lembur Sukun, tertimpa material cor beton saat membongkar tiang bangunan di proyek kawasan Blok Ciharendong, Kelurahan Cigintung. Insiden ini memicu kekhawatiran masyarakat atas lemahnya sistem pengawasan terhadap keselamatan kerja di sektor konstruksi.
Para pekerja di lokasi menyatakan bahwa proyek tersebut berlangsung tanpa pengawasan profesional. Tidak ada alat pelindung diri, tidak ada prosedur keselamatan, dan tidak satu pun pekerja memiliki kontrak kerja resmi. Situasi ini memperparah risiko kerja yang mereka hadapi setiap hari.
Kronologi Tragis Kecelakaan Kerja Bangunan di Cigintung
Pada pukul 14.00 WIB, Dadan bersama dua rekannya membongkar papan bekisting dari tiang bangunan. Mereka menggunakan alat seadanya dan bekerja tanpa helm atau sepatu pelindung. Saat papan atas dilepas, tiang yang menahan cor beton kehilangan keseimbangan dan roboh menimpa tubuh Dadan secara langsung.
Rekannya segera meminta bantuan warga sekitar. Mereka menghubungi Unit Pemadam Kebakaran (UPT Damkar) Kabupaten Kuningan. Tim penyelamat datang dalam waktu singkat dan mencoba mengevakuasi korban. Namun, luka berat di bagian kepala dan dada menyebabkan Dadan meninggal di tempat.
UPT Damkar, bersama BPBD, Polres, Kodim, serta tenaga medis dari RSUD 45 Kuningan, menangani evakuasi dengan cepat. Meski upaya mereka maksimal, nyawa korban tidak dapat diselamatkan. Peristiwa ini mengundang perhatian luas, terutama karena proyek tersebut diduga berjalan tanpa izin resmi.
Proyek Ilegal Memicu Kecelakaan Kerja Bangunan
Setelah kejadian, Lurah Cigintung, Rina Marlina, langsung meninjau lokasi. Ia menyatakan bahwa proyek tersebut tidak pernah mengajukan izin atau menyampaikan laporan kegiatan kepada pihak kelurahan. Tidak ada papan proyek, nama kontraktor, atau informasi teknis yang terlihat di area pembangunan.
Warga sekitar mengaku tidak mengetahui siapa pemilik proyek. Mereka hanya melihat para pekerja hilir mudik selama dua bulan terakhir. Ketika aparat menanyakan tanggung jawab pelaksanaan, tidak ada satu pun pihak yang mau memberikan jawaban pasti.
Situasi ini memperjelas bahwa proyek tersebut dijalankan secara ilegal. Tidak adanya perizinan membuat pemerintah sulit melakukan pengawasan. Akibatnya, para pekerja harus menanggung risiko tanpa perlindungan hukum maupun jaminan sosial.
Disnaker Kuningan Lakukan Investigasi Mendalam
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kuningan segera merespons kecelakaan ini. Kepala Disnaker, H. Iwan Kuswanto, menginstruksikan tim pengawas untuk turun ke lapangan. Mereka mengecek kelengkapan administrasi, kontrak kerja, serta pemenuhan standar keselamatan di lokasi proyek.
Petugas mencatat bahwa tidak satu pun pekerja memiliki surat kontrak. Tidak ada laporan kegiatan konstruksi di sistem pelaporan dinas. Selain itu, korban juga tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Kondisi ini menambah deretan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaksana proyek.
Disnaker berjanji akan memproses kasus ini secara hukum. Jika terbukti ada unsur kelalaian dan pengabaian keselamatan, maka kontraktor atau pemilik proyek akan dijerat sanksi sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Duka Mendalam Menyelimuti Rumah Korban
Jenazah korban langsung dibawa ke rumah duka di Lembur Sukun setelah pemeriksaan medis. Di sana, istri dan kedua anaknya menanti dalam kondisi terpukul. Istrinya, yang baru melahirkan anak kedua dua minggu lalu, menangis tanpa henti. Tetangga dan kerabat berdatangan memberikan dukungan moral.
Anak sulung korban, yang masih berusia lima tahun, terus bertanya mengapa ayahnya tidak pulang. Keluarga merasa kehilangan sosok tulang punggung dan pelindung mereka. Mereka berharap pemerintah tidak tinggal diam.
Warga sekitar juga mengungkapkan keprihatinan mereka. Mereka menilai bahwa pengawasan terhadap proyek pembangunan di Kuningan masih sangat lemah. Banyak proyek berlangsung tanpa informasi yang jelas, dan itu mengancam keselamatan siapa pun yang terlibat.
Kecelakaan Kerja Bangunan Kerap Diabaikan
Pakar teknik sipil Universitas Kuningan, Dr. Anton Suparman, menjelaskan bahwa proyek kecil dan menengah sering luput dari pengawasan. Para pemilik bangunan menghindari proses perizinan demi efisiensi biaya. Akibatnya, banyak pekerja bangunan bekerja tanpa alat pelindung diri, pelatihan, atau standar kerja yang memadai.
Menurut Anton, pemerintah daerah harus segera memperbaiki sistem izin pembangunan. Setiap proyek, sekecil apapun, wajib melapor ke kelurahan dan Disnaker. Selain itu, semua pekerja harus terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan sebelum mulai bekerja.
Dr. Anton juga menekankan pentingnya manajer keselamatan di lapangan. Mereka bertugas mengawasi, mengedukasi, dan memastikan semua prosedur berjalan sesuai aturan. Tanpa kehadiran mereka, potensi kecelakaan meningkat drastis.
Edukasi dan Sertifikasi Keselamatan Sangat Diperlukan
Mayoritas pekerja bangunan di daerah belum mendapat pelatihan dasar keselamatan kerja. Mereka tidak mengetahui teknik membongkar struktur beton, tidak memahami tanda bahaya, dan tidak terbiasa menggunakan perlengkapan pelindung.
Dinas-dinas terkait perlu menggelar pelatihan dan sertifikasi berkala untuk semua pekerja konstruksi. Proyek-proyek swasta harus diwajibkan mempekerjakan tenaga bersertifikat. Dengan begitu, risiko kecelakaan dapat ditekan secara signifikan.
Selain pelatihan teknis, edukasi moral juga perlu ditanamkan. Pemilik proyek harus sadar bahwa nyawa pekerja tidak bisa diganti dengan uang. Mereka wajib memberikan jaminan keselamatan dan kesejahteraan.
BPJS Ketenagakerjaan Siap Membantu Jika Terdaftar
Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Kuningan, Irmawati, menyayangkan fakta bahwa korban tidak terdaftar. Padahal, peserta aktif bisa menerima santunan hingga Rp70 juta. Selain itu, BPJS juga memberikan beasiswa bagi dua anak korban hingga lulus kuliah.
Menurut Irmawati, pihaknya terus melakukan sosialisasi ke desa-desa dan pelaku usaha. Namun, masih banyak proyek kecil yang mengabaikan kewajiban ini. Padahal, perlindungan dari BPJS sangat penting, terutama di sektor berisiko tinggi seperti konstruksi.
BPJS Ketenagakerjaan akan terus mendorong kolaborasi dengan pemerintah daerah. Tujuannya agar semua proyek mencantumkan kepesertaan pekerja sebagai salah satu syarat perizinan.
Masyarakat Desak Pemerintah Perketat Pengawasan
Warga Kelurahan Cigintung meminta pemerintah bertindak lebih tegas terhadap proyek ilegal. Mereka tidak ingin ada korban berikutnya. Selain meminta pengawasan lebih aktif dari dinas terkait, warga juga menyarankan pembentukan tim pengawas desa yang melibatkan tokoh masyarakat.
Beberapa warga bahkan siap melaporkan proyek mencurigakan jika tidak mencantumkan papan informasi. Mereka ingin transparansi menjadi kewajiban setiap pelaksana proyek. Dengan begitu, warga bisa ikut mengawasi jalannya pembangunan.
Jika pemerintah serius menangani persoalan ini, maka kolaborasi dengan warga akan mempercepat proses pengawasan. Dalam jangka panjang, langkah ini bisa menyelamatkan banyak nyawa.
Refleksi dan Langkah Menuju Perubahan
Kematian Dadan seharusnya menjadi alarm keras. Kecelakaan kerja bangunan bukan masalah teknis semata, tetapi persoalan struktural yang berkaitan dengan sistem dan budaya kerja. Pemerintah harus membenahi regulasi, pelaku usaha harus mematuhi aturan, dan masyarakat harus ikut berperan.
Langkah pertama dimulai dari perizinan. Proses izin harus sederhana namun tetap ketat. Setiap proyek wajib memiliki papan informasi, izin tertulis, serta daftar pekerja yang terdaftar di BPJS. Tanpa itu semua, proyek tidak boleh dimulai.
Langkah kedua adalah inspeksi mendadak. Dinas terkait harus rutin melakukan sidak ke proyek-proyek kecil yang biasanya luput dari pengawasan. Jika ditemukan pelanggaran, maka penghentian sementara harus diberlakukan.
Langkah ketiga yaitu edukasi massal. Melalui kerja sama dengan media, LSM, dan universitas, pemerintah bisa menggelar kampanye keselamatan kerja yang menyasar masyarakat luas. Semakin banyak yang sadar, semakin kecil kemungkinan kecelakaan terjadi.
Penutup: Keselamatan Kerja Adalah Kewajiban Bersama
Kecelakaan kerja bangunan yang menewaskan Dadan bukan insiden pertama, dan bisa saja bukan yang terakhir jika tidak ada perubahan nyata. Setiap proyek konstruksi harus dimulai dari kesadaran bahwa nyawa pekerja tidak ternilai. Prosedur keselamatan harus menjadi syarat utama, bukan pelengkap.
Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus berjalan beriringan. Pengawasan harus berjalan efektif, edukasi harus menjangkau akar rumput, dan perlindungan sosial harus mencakup semua pekerja.
Dengan komitmen kolektif, tragedi seperti ini tidak perlu terulang. Dadan mungkin telah tiada, tetapi kisahnya bisa menjadi awal dari perubahan besar dalam sistem ketenagakerjaan dan keselamatan di sektor konstruksi.
BACA JUGA : Krisis Siswa Baru Ancam SMK Swasta di Cirebon

















