CirebonShare.com – Cirebon, 23 Agustus 2025 – Kenaikan PBB di Kota Cirebon kembali menjadi sorotan publik setelah Gerakan Rakyat Cirebon (GRC) menilai DPRD Kota Cirebon terlalu pasif menyikapi kebijakan yang dianggap memberatkan masyarakat.
Juru bicara GRC, Reno Sukriano, menyampaikan kritik tegas kepada para wakil rakyat agar tidak hanya duduk diam ketika warga mengeluhkan tingginya beban Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Menurutnya, DPRD memiliki kewenangan besar dalam mengawasi dan mengawal kebijakan pemerintah daerah, terutama yang menyangkut kepentingan publik secara luas.
“DPRD jangan diam, tugas kalian adalah menyuarakan aspirasi rakyat. Ini kok malah santai,” tegas Reno dalam keterangannya, Kamis 21 Agustus 2025.
DPRD Diminta Ambil Langkah Tegas
Dalam pernyataannya, Reno menekankan agar DPRD Kota Cirebon segera mengambil langkah konkret. Salah satu usulan yang ia sampaikan adalah membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membedah persoalan kenaikan PBB-P2. Jika tidak, DPRD minimal harus mengeluarkan rekomendasi resmi untuk membatalkan kebijakan kenaikan tersebut.
Selain itu, Reno juga menuntut agar DPRD segera memanggil Wali Kota Cirebon beserta jajaran yang menangani sektor pajak untuk meminta penjelasan secara terbuka.
“Segera buat Pansus, panggil wali kota dan jajarannya supaya solusi cepat ditemukan,” tambah Reno.
Menurutnya, langkah itu penting dilakukan agar masyarakat tidak semakin terbebani, mengingat kondisi ekonomi saat ini belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi dan inflasi yang masih dirasakan.
Beban Masyarakat Dinilai Kian Berat
Kenaikan PBB-P2 menjadi sorotan karena bersinggungan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat. Bagi warga, pajak ini bukan sekadar angka, melainkan kewajiban yang harus dipenuhi setiap tahun. Ketika nominalnya naik signifikan, dampaknya sangat terasa, terutama bagi masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah.
Banyak warga Kota Cirebon mengeluhkan bahwa tarif baru PBB-P2 tahun 2025 naik lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Beberapa pemilik rumah bahkan menyebut tagihan mereka naik hingga 30–50 persen. Kondisi ini menimbulkan keresahan, apalagi ketika penghasilan masyarakat belum mengalami peningkatan berarti.
Menurut GRC, kondisi ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan PBB-P2 kurang mempertimbangkan aspek keadilan sosial. Reno menilai pemerintah kota seharusnya lebih peka terhadap situasi ekonomi masyarakat sebelum memutuskan kebijakan strategis di sektor pajak.
Aspirasi Rakyat Harus Disuarakan
Reno menegaskan, keberadaan DPRD Kota Cirebon sejatinya adalah untuk menjadi penyambung lidah masyarakat. Oleh karena itu, ia menilai sikap diam DPRD justru bisa menimbulkan persepsi negatif di kalangan warga.
“Kalau DPRD diam, rakyat akan merasa tidak punya wakil yang benar-benar memperjuangkan aspirasinya,” ungkap Reno.
Ia juga menambahkan bahwa GRC tidak akan tinggal diam. Sebagai organisasi yang lahir dari keresahan masyarakat, GRC akan terus mengawal isu ini hingga ada kepastian kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat kecil.
Rencana Aksi Unjuk Rasa
Selain menyampaikan kritik melalui pernyataan resmi, GRC juga berencana menggelar aksi unjuk rasa pada 11 September 2025. Reno memastikan bahwa aksi tersebut tetap akan dilakukan, dengan target massa mencapai 10 ribu orang.
“Unjuk rasa tetap, karena itu bagian daripada hak setiap warga negara,” tegas Reno.
Aksi ini direncanakan berlangsung di beberapa titik strategis di Kota Cirebon, termasuk di depan kantor DPRD Kota Cirebon. Menurut GRC, aksi ini bukan sekadar bentuk penolakan, melainkan cara untuk mengingatkan para pemangku kebijakan bahwa rakyat membutuhkan solusi nyata.
Konteks Kenaikan PBB di Kota Cirebon
Untuk memahami persoalan ini lebih dalam, perlu dilihat bahwa Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah salah satu sumber pendapatan daerah yang sah. Pemerintah daerah kerap menjadikan pajak ini sebagai andalan untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik.
Namun, permasalahan muncul ketika kenaikan tarif pajak tidak dibarengi dengan transparansi, sosialisasi yang memadai, atau keringanan bagi kelompok masyarakat tertentu. Warga sering merasa kebijakan ini diputuskan secara sepihak tanpa dialog yang cukup.
Di Kota Cirebon, wacana kenaikan tarif PBB sudah muncul sejak awal tahun 2025. Pemerintah kota beralasan bahwa kenaikan diperlukan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Namun, banyak pihak menilai kebijakan ini belum tepat waktu, mengingat beban ekonomi masyarakat yang masih berat.
Respons DPRD Kota Cirebon
Hingga berita ini diturunkan, DPRD Kota Cirebon belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait desakan GRC. Beberapa anggota DPRD disebut sudah menerima aspirasi masyarakat secara personal, tetapi belum ada sikap kelembagaan yang jelas.
Kalangan pemerhati kebijakan publik di Cirebon menilai, diamnya DPRD bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. DPRD dianggap seharusnya lebih proaktif dalam merespons isu-isu yang menyangkut kepentingan warga.
Harapan Masyarakat
Banyak warga berharap agar DPRD segera turun tangan. Selain mendesak pembatalan kenaikan tarif PBB, warga juga meminta agar pemerintah kota menyediakan skema keringanan seperti:
- Keringanan bagi masyarakat miskin dan rentan.
- Penghapusan denda keterlambatan bagi wajib pajak yang benar-benar tidak mampu.
- Skema cicilan PBB untuk meringankan beban pembayaran.
- Sosialisasi yang lebih intensif agar masyarakat memahami dasar kebijakan.
Jika hal ini dilakukan, warga menilai kebijakan pajak akan lebih adil dan tidak menimbulkan gejolak sosial.
GRC: Akan Terus Mengawal
Di akhir pernyataannya, Reno Sukriano menegaskan bahwa GRC akan terus mengawal persoalan ini sampai ada keputusan yang berpihak pada masyarakat. Menurutnya, organisasi tersebut lahir untuk mengawal kepentingan rakyat Cirebon, sehingga tidak mungkin diam melihat kebijakan yang dinilai memberatkan.
“Kami akan kawal terus. Kalau DPRD tidak mendengar, rakyat akan turun langsung ke jalan,” pungkasnya.
Kesimpulan
Kebijakan kenaikan PBB di Kota Cirebon menjadi isu hangat yang menyita perhatian publik. GRC menilai DPRD terlalu diam dan tidak menunjukkan sikap tegas. Mereka mendesak DPRD segera membentuk pansus, memanggil wali kota, dan mencari solusi agar masyarakat tidak terbebani.
Rencana aksi besar pada 11 September 2025 menjadi salah satu bentuk konsistensi GRC dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Apakah DPRD akan merespons desakan ini? Masyarakat Cirebon tentu menunggu langkah nyata dari para wakil rakyat mereka.
BACA JUGA : Proyek Gedung Setda, Nashrudin Azis Diperiksa Kejaksaan
BACA JUGA : Kenaikan PBB Kota Cirebon, Warga Minta Pembatalan
JANGAN LEWATKAN!! : Pasang Iklan Gratis di CirebonShare.com Selama Agustus


















