CirebonShare.com – Kota Cirebon, 31 Juli 2025 – Suasana di depan kantor Dinas Pendidikan Kota Cirebon memanas pada Rabu pagi. Puluhan orang tua siswa dan aktivis dari Paguyuban Masyarakat Kota Cirebon (Pamaci) melakukan aksi unjuk rasa sebagai bentuk protes terhadap kondisi pendidikan di Kota Cirebon yang dinilai makin tidak berpihak pada rakyat kecil.
Aksi ini bukan sekadar suara lantang di pinggir jalan. Lebih jauh, mereka menyuarakan keresahan yang telah lama dirasakan oleh para orang tua siswa dari berbagai kalangan sosial. Tuntutan mereka jelas: hentikan praktik-praktik yang menjadikan sekolah sebagai ladang bisnis.
Sekolah Dinilai Jadi Ladang Bisnis: Mulai dari Seragam hingga Study Tour
Dalam orasinya, Wakil Sekretaris Jenderal Pamaci, Ghea Fajar Perkasa, menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap kondisi pendidikan di Kota Cirebon saat ini. Ia menyebutkan, hampir semua jenjang sekolah, baik SD maupun SMP, menunjukkan pola yang sama: penjualan seragam sekolah dengan harga yang dinilai tidak masuk akal.
“Amat sangat prihatin dengan kondisi pendidikan kota Cirebon hari ini. Hampir semua sekolah dari mulai SD hingga SMP terjadi intrik bisnis dengan melakukan pengadaan seragam yang harganya sangat fantastis, dari mulai Rp1,1 juta hingga Rp2,75 juta,” ujarnya.
Harga seragam yang melambung tinggi ini menjadi beban berat bagi banyak orang tua. Terlebih, sebagian besar keluarga di Kota Cirebon berada pada kelas menengah ke bawah. Selain seragam, Ghea juga menyoroti praktik-praktik lain yang dianggap membebani.
Mulai dari kegiatan renang, kemah Pramuka, hingga pengadaan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang tidak sedikit memungut biaya dari para siswa, padahal seharusnya bisa didukung oleh sekolah.
Kritik atas Sikap Pemerintah Kota
Pamaci juga menyoroti sikap kepala daerah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Salah satunya adalah soal penyelenggaraan study tour. Menurut mereka, Walikota Cirebon justru memperbolehkan kegiatan tersebut, padahal telah ada larangan resmi dari otoritas yang lebih tinggi.
“Belum lagi tentang pernyataan Walikota Cirebon yang tidak mempermasalahkan soal study tour. Padahal jelas-jelas sudah ada pelarangan,” tambah Ghea.
Bagi Pamaci, sikap ini menjadi indikasi lemahnya kontrol dan pengawasan dari pemerintah kota terhadap satuan pendidikan. Bahkan, mereka menyebut bahwa bobroknya sistem pendidikan ini justru terjadi karena kelalaian para pemangku kepentingan di level kota.
Kisah Nyata: Rumah Dekat Sekolah, Anak Tak Diterima
Kekecewaan terhadap sistem pendidikan Kota Cirebon juga disuarakan oleh Bambang Rismayadi, salah satu pengurus Pamaci yang juga orang tua siswa.
Bambang menceritakan pengalaman pribadinya. Meskipun rumahnya hanya berjarak sekitar 100 meter dari SMP Negeri 4 Kota Cirebon, anaknya justru tidak diterima di sekolah tersebut.
“Saya adalah korban dari bobroknya dunia pendidikan di Kota Cirebon. Rumah saya hanya 100 meter dari SMPN 4, tapi anak saya tidak diterima,” ungkapnya.
Cerita ini mencerminkan keresahan banyak orang tua yang merasa dipersulit oleh sistem zonasi atau proses seleksi yang dinilai tidak transparan. Fenomena semacam ini memunculkan pertanyaan besar: apakah akses pendidikan yang adil benar-benar berlaku di Kota Cirebon?
Fenomena Terbalik dengan Daerah Lain
Dalam aksinya, Bambang juga membandingkan kondisi pendidikan di Kota Cirebon dengan daerah lain yang dinilainya lebih progresif.
“Ketika di daerah lain justru dilakukan pembenahan pendidikan, di Kota Cirebon malah mempersulit. Ini menjadi ironi besar,” katanya.
Pernyataan ini semakin memperkuat pandangan masyarakat bahwa pendidikan di Kota Cirebon tidak dikelola dengan baik. Banyak yang merasa sistem saat ini tidak berpihak pada siswa miskin, malah cenderung eksklusif dan komersil.
Dinas Pendidikan Kota Cirebon Tak Hadir di Tempat
Dalam aksi yang berlangsung lebih dari satu jam itu, para peserta berharap bisa menyampaikan aspirasi mereka langsung kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Cirebon, Kadini. Namun, hingga aksi berakhir, Kadini tidak berada di tempat.
Absennya kepala dinas di tengah kritik masyarakat justru menambah kekecewaan. Para peserta aksi menilai hal ini sebagai bentuk ketidakpedulian atas keresahan yang terjadi di masyarakat.
Warga Menuntut Evaluasi Menyeluruh terhadap Sekolah
Unjuk rasa ini bukan sekadar simbol perlawanan. Para orang tua dan perwakilan Pamaci menuntut agar seluruh sistem pendidikan di Kota Cirebon dievaluasi secara menyeluruh.
Mereka meminta adanya audit terhadap pengadaan seragam, kegiatan ekstrakurikuler yang dibebankan kepada siswa, hingga transparansi dalam penerimaan siswa baru. Transparansi dinilai menjadi kunci utama untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan di kota ini.
Harapan Akan Perubahan: Pendidikan untuk Semua
Meski suara mereka mungkin belum didengar langsung oleh pihak berwenang, aksi ini menjadi alarm bagi semua pihak, bahwa dunia pendidikan di Kota Cirebon tengah menghadapi krisis kepercayaan.
Sebagian besar masyarakat berharap agar sistem pendidikan dikembalikan kepada hakikatnya: memberikan layanan pendidikan berkualitas tanpa diskriminasi ekonomi. Biaya pendidikan yang terjangkau dan akses yang merata menjadi kebutuhan mutlak, bukan sekadar janji di atas kertas.
Mengapa Ini Penting?
Aksi Pamaci menyingkap kenyataan pahit bahwa pendidikan kita belum sepenuhnya lepas dari praktik-praktik kapitalisasi. Dalam jangka panjang, praktik semacam ini hanya akan memperlebar kesenjangan sosial. Anak-anak dari keluarga kurang mampu akan semakin tertinggal.
Pendidikan seharusnya menjadi alat pemersatu, bukan pemisah. Jika sekolah menjadi lahan bisnis, maka makna pendidikan sebagai hak dasar setiap anak bangsa akan kehilangan nilainya.
Dorongan bagi Pemerintah dan DPRD Kota Cirebon
Banyak pihak kini berharap DPRD Kota Cirebon ikut turun tangan. Fungsi pengawasan yang dimiliki oleh dewan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa sekolah-sekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan menjalankan tugasnya dengan transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat.
Langkah konkrit berupa pembentukan tim investigasi, atau setidaknya dialog terbuka antara masyarakat dan pejabat pendidikan, akan sangat berarti.
Kesimpulan: Saatnya Pendidikan Kota Cirebon Berbenah
Kondisi pendidikan Kota Cirebon yang diprotes oleh Pamaci merupakan potret nyata dari keresahan masyarakat terhadap sistem pendidikan yang ada. Mulai dari harga seragam yang melambung tinggi, kegiatan non-akademik yang memberatkan, hingga penerimaan siswa yang dianggap tidak adil, semua menjadi titik persoalan.
Pendidikan seharusnya menjadi alat mobilitas sosial, bukan sumber penderitaan. Aksi ini menjadi pengingat bahwa kebijakan pendidikan harus terus diawasi dan dikawal bersama, agar tidak melenceng dari tujuan mulianya.
BACA JUGA : Retreat Kepala Sekolah Cirebon Tingkatkan Kepemimpinan
BACA JUGA : Wawasan Kebangsaan Siswa Cirebon Diperkuat TNI


















