CirebonShare.com – Cirebon, 19 September 2025 – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon mengungkap kasus Korupsi Pajak APBDes di Cirebon dengan nilai kerugian negara mencapai Rp2,9 miliar. Tim penyidik menangkap empat pendamping desa karena mereka diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi pembayaran pajak Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) pada tahun anggaran 2019, 2020, dan 2021.
Langkah cepat ini menunjukkan komitmen Kejari dalam menindak tegas setiap praktik penyalahgunaan dana desa. Masyarakat menaruh harapan besar agar aparat hukum menjalankan proses secara transparan dan mencegah kasus serupa terulang di kemudian hari.
Empat Pendamping Desa Jadi Tersangka
Kasi Intel Kejari Kabupaten Cirebon, Randy Tumpal Pardede SH MH, bersama Kasi Pidsus Essadendra Aneksa, menjelaskan bahwa tim penyidik sudah menetapkan empat pendamping desa sebagai tersangka sejak Rabu, 17 September 2025. Mereka adalah:
- SM, Tenaga Pendamping Desa Kecamatan Sedong (2016–Januari 2025).
- MY, Tenaga Pendamping Lokal Desa Kecamatan Arjawinangun (2019–November 2021).
- DS, Tenaga Pendamping Desa Kecamatan Kedawung (2016–sekarang).
- SLA, Tenaga Pendamping Desa Kecamatan Karangsembung (2017–Juni 2022).
Kejaksaan sebelumnya menangkap MF pada Agustus 2023 karena ia menggelapkan pajak Dana Desa (DD). Dari pengembangan kasus tersebut, penyidik menemukan bukti baru yang mengaitkan empat pendamping desa lain sehingga mereka ikut ditahan.
Modus Korupsi Pajak APBDes
Randy menjelaskan secara gamblang bagaimana para tersangka menjalankan aksinya. Mereka mendekati beberapa desa dengan menawarkan jasa pembayaran pajak. Dengan iming-iming proses cepat, bukti resi asli, dan jaminan tanggung jawab penuh, para tersangka berhasil meyakinkan banyak desa.
Namun, praktik di lapangan berbeda jauh. Desa menyerahkan e-billing, uang pajak, serta username dan password akun pajak DJP Online kepada para tersangka. Mereka lalu menyalurkan sebagian dana kepada saksi bernama M, sementara mereka sendiri menikmati cashback sebesar 10 persen.
“Pajak yang benar-benar masuk ke kas negara hanya sebagian kecil, sisanya tidak pernah sampai,” tegas Randy dalam keterangan resminya.
Kerugian Negara Hampir Rp3 Miliar
Hasil audit menyebutkan bahwa praktik ini merugikan negara sebesar Rp2.925.485.192. Jumlah tersebut seharusnya bisa membiayai pembangunan desa, memperbaiki jalan, menyediakan layanan kesehatan, serta meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat.
Alih-alih memberi manfaat, dana itu justru raib akibat ulah segelintir orang yang menyalahgunakan kewenangan.
Dampak Nyata bagi Desa
Kasus korupsi pajak APBDes di Cirebon tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menimbulkan dampak langsung bagi desa. Desa yang menjadi korban kini menghadapi berbagai persoalan, antara lain:
- Gangguan Administrasi Pajak: laporan keuangan desa kehilangan validitas.
- Risiko Sanksi: desa berpotensi menerima teguran atau sanksi administratif dari pemerintah pusat.
- Menurunnya Kepercayaan Publik: masyarakat semakin meragukan pendamping desa yang seharusnya berperan sebagai mitra.
Proses Hukum dan Pasal yang Dikenakan
Kejari menahan para tersangka selama 20 hari mulai 17 September 2025 hingga 6 Oktober 2025 di Rutan Klas I Cirebon.
Penyidik menjerat para tersangka dengan pasal berat, antara lain:
- Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18,
- Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
- UU Nomor 20 Tahun 2001,
- jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan jerat hukum tersebut, para tersangka terancam pidana penjara panjang serta kewajiban mengembalikan kerugian negara.
Tanggapan Resmi Kejaksaan
Randy menegaskan bahwa tim penyidik sudah mengumpulkan cukup alat bukti sebelum menetapkan SM, MY, DS, dan SLA sebagai tersangka. “Kami melakukan setiap langkah sesuai aturan agar tidak ada celah hukum,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Kejaksaan akan terus mendalami kasus ini karena tidak menutup kemungkinan pihak lain ikut terlibat.
Suara dari Perangkat Desa
Beberapa perangkat desa yang merasa dirugikan mengaku menyesal telah mempercayakan urusan pajak kepada pendamping desa. Mereka awalnya yakin pendamping lebih menguasai teknis pembayaran pajak, tetapi kenyataan berkata lain.
“Awalnya kami percaya karena mereka menawarkan kemudahan. Namun, ternyata kemudahan itu berujung masalah besar,” ungkap salah seorang perangkat desa.
Pernyataan ini menggambarkan betapa rentannya desa terhadap penyalahgunaan wewenang ketika pengawasan tidak berjalan ketat.
Pentingnya Transparansi dalam APBDes
Kasus ini menegaskan bahwa desa harus mengelola APBDes secara transparan dan akuntabel. Pajak desa memegang peran vital untuk membiayai pembangunan. Jika aparat desa menyalahgunakan dana ini, pembangunan otomatis terhambat.
Karena itu, perangkat desa, inspektorat, pemerintah daerah, dan masyarakat umum perlu bersama-sama mengawasi pengelolaan anggaran.
Upaya Pencegahan di Masa Depan
Untuk mencegah kasus serupa, semua pihak bisa melakukan beberapa langkah nyata, antara lain:
- Pelatihan Aparat Desa: desa harus memperkuat pengetahuan teknis perpajakan agar tidak bergantung pada pihak luar.
- Audit Rutin: pemerintah daerah dan inspektorat perlu memeriksa laporan keuangan desa secara berkala.
- Transparansi Anggaran: desa sebaiknya membuka laporan pajak dan keuangan kepada masyarakat.
- Penegakan Hukum Tegas: aparat hukum harus menindak setiap kasus korupsi agar muncul efek jera.
Peran Pendamping Desa Seharusnya
Pendamping desa seharusnya berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah pusat dan desa. Mereka bertugas membantu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pembangunan. Namun, kasus ini menunjukkan bahwa sebagian pendamping keluar jalur.
Karena itu, pemerintah perlu segera mengevaluasi sistem rekrutmen dan pengawasan pendamping desa.
Harapan Masyarakat
Masyarakat berharap aparat hukum menjalankan proses ini secara transparan hingga ke akar masalah. Mereka juga ingin pemerintah segera memulihkan kerugian negara agar pembangunan desa tetap berjalan.
“Pembangunan tidak boleh berhenti karena ulah segelintir orang,” ujar salah seorang tokoh masyarakat di Kecamatan Arjawinangun.
Penutup
Kasus Korupsi Pajak APBDes di Cirebon senilai Rp2,9 miliar memberi pelajaran penting bahwa aparat desa harus mengelola keuangan secara transparan. Pendamping desa wajib mendukung pembangunan dan tidak boleh keluar jalur.
Masyarakat menuntut aparat hukum menegakkan aturan dengan tegas agar praktik serupa tidak terulang. Desa harus membebaskan diri dari korupsi supaya pembangunan benar-benar menyejahterakan warga.
BACA JUGA : Pria Modus Menabrakkan Diri ke Mobil di Cirebon Jadi Tersangka
BACA JUGA : Pembentukan Kabupaten Cirebon Timur Disetujui DPRD Jabar


















