CirebonShare.com – Kuningan, 5 September 2025 – Macan Tutul Kuningan kembali menimbulkan keresahan di Desa Cimenga, Kecamatan Darma, Kabupaten Kuningan. Hewan liar yang diduga seekor macan tutul dilaporkan muncul di pemukiman warga dan memangsa sejumlah hewan ternak. Situasi ini membuat masyarakat resah dan siaga, sementara pihak berwenang bergerak cepat untuk menangani laporan tersebut.
Teror Macan Tutul di Cimenga
Kasus kemunculan Macan Tutul Kuningan pertama kali mencuat pada 8 Juni 2025 di Blok Pamugaran, Desa Cimenga. Saat itu, lima ekor kambing warga ditemukan mati dengan luka gigitan. Kejadian ini memicu kepanikan, meski belum ada saksi yang benar-benar melihat wujud hewan pemangsa.
Dua bulan kemudian, tepatnya 26 Agustus 2025, warga Dusun Ciawitali kembali digegerkan dengan serangan serupa. Kali ini, ayam-ayam peliharaan menjadi sasaran. Ironisnya, serangan kembali terjadi sehari setelahnya, 27 Agustus 2025, di lokasi yang sama. Rentetan kejadian itu membuat warga yakin ada seekor macan tutul yang turun ke permukiman.
Dugaan Asal Usul Macan Tutul Kuningan
Dari mana sebenarnya macan tutul ini berasal? Pertanyaan itu masih jadi teka-teki. Andri Arga Kusuma, Kepala UPT Damkar Kabupaten Kuningan, menyebut ada kemungkinan hewan itu datang dari kawasan Bukit Barisan Maleber.
“Biasanya kan macan tutul habitatnya ada di Gunung Ciremai. Tapi kan ini jauh dari Gunung Ciremai. Informasi dari BKSDA, macan tutul yang sering tersesat berasal dari Bukit Barisan Maleber. Mungkin lagi tersesat dan mencari makanan, akhirnya terjebak di sini,” jelasnya.
Menurut Andri, kawasan Bukit Barisan Maleber memang menjadi jalur satwa liar yang membentang dari Kuningan hingga Cilacap. Lokasinya lebih dekat ke Desa Cimenga dibanding Gunung Ciremai. Hal ini memperkuat dugaan bahwa Macan Tutul Kuningan yang muncul merupakan satwa yang tersesat.
Langkah Cepat BKSDA
Menyusul laporan warga, Muspika Darma bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Cirebon langsung turun tangan. Pada 29 Agustus 2025, tim gabungan mendatangi Dusun Ciawitali untuk menindaklanjuti laporan masyarakat.
Perwakilan BKSDA, Slamet, menegaskan bahwa macan tutul termasuk satwa dilindungi sehingga penanganannya harus hati-hati. Namun, keselamatan warga tetap menjadi prioritas.
“Dalam menangani fenomena ini kita juga hati-hati. Macan tutul adalah satwa dilindungi. Tapi keselamatan masyarakat tetap jadi prioritas,” ujarnya.
BKSDA meminta warga tidak bertindak sendiri, melainkan segera melapor bila melihat pergerakan mencurigakan. Mereka juga mengimbau warga untuk meningkatkan patroli malam, menjaga anak-anak agar tidak bermain terlalu jauh, serta memperkuat kandang ternak.
Suasana Masyarakat yang Cemas
Sejak kemunculan Macan Tutul Kuningan, suasana Desa Cimenga berubah. Warga kini selalu waspada, terutama saat malam tiba.
Seorang warga Dusun Ciawitali, Ujang (45), mengaku selalu berjaga bersama tetangga. “Kami khawatir kalau ternak atau bahkan orang-orang jadi sasaran. Jadi sekarang tiap malam warga jaga-jaga. Tidak bisa tenang,” ujarnya.
Warga lainnya, Siti (38), menambahkan bahwa keresahan utama bukan hanya soal kehilangan ternak, tetapi ancaman keselamatan manusia. “Kalau ayam atau kambing bisa diganti. Tapi kalau sampai ada korban manusia, itu yang paling ditakutkan,” katanya.
Upaya Warga Menghadapi Ancaman
Selain menunggu langkah resmi, warga Cimenga melakukan upaya mandiri. Mereka memasang penerangan tambahan, memperkuat kandang ternak, dan menyiapkan kentongan untuk memberi tanda bahaya.
Tokoh pemuda setempat, Rudiansyah, mengatakan warga semakin solid sejak kejadian ini. “Kami saling bergotong royong. Kalau ada suara mencurigakan, langsung lapor. Warga berkumpul untuk memastikan keadaan,” ucapnya.
Pentingnya Konservasi Macan Tutul
Menurut catatan BKSDA, Macan Tutul Kuningan termasuk dalam spesies Panthera pardus melas, satwa langka yang hanya ada di Pulau Jawa. Populasinya terus menurun akibat berkurangnya habitat dan perburuan liar. Itulah mengapa penanganannya tidak bisa sembarangan.
Macan tutul berperan penting dalam ekosistem hutan. Mereka menjaga keseimbangan populasi satwa mangsa seperti rusa, kijang, dan babi hutan. Ketika habitat terganggu dan mangsa berkurang, macan tutul sering turun ke permukiman untuk mencari makanan alternatif.
Fenomena ini menjadi peringatan bahwa manusia dan alam harus hidup berdampingan dengan lebih harmonis. Menjaga kelestarian hutan berarti menjaga jarak aman antara satwa liar dengan pemukiman.
Harapan Warga dan Pemerintah Daerah
Warga Cimenga berharap penanganan cepat bisa membuat desa kembali aman. Mereka juga tidak ingin satwa dilindungi itu diburu atau dibunuh. Harapan utama mereka adalah adanya solusi agar macan tutul tidak lagi masuk ke pemukiman.
Camat Darma menegaskan pihaknya sudah berkoordinasi dengan BKSDA. “Kami berusaha memastikan warga tetap tenang. Semua langkah dilakukan sesuai prosedur, karena kita berhadapan dengan satwa liar yang dilindungi,” katanya.
Ia juga meminta masyarakat segera melapor bila menemukan jejak atau tanda kehadiran satwa. Dengan demikian, aparat bisa bergerak cepat.
Kesimpulan
Kemunculan Macan Tutul Kuningan di Desa Cimenga menunjukkan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan satwa liar. Masyarakat kini merasa takut, tetapi BKSDA dan aparat sudah mengambil langkah hati-hati untuk mengembalikan keamanan desa.
Fenomena ini mengajarkan masyarakat agar menjaga habitat satwa liar demi mencegah konflik dengan manusia. Jika semua pihak bekerja sama, Cimenga bisa segera terbebas dari rasa was-was, sementara macan tutul tetap hidup sebagai bagian dari kekayaan alam Indonesia.
BACA JUGA : Kasus Gedung Setda Kota Cirebon, 6 Tersangka
BACA JUGA : Macan Tutul di Kuningan: Jenis Kelamin dan Usia Terungkap

















