CirebonShare.com – Kuningan, 8 September 2025 – Macan tutul Kutamandarakan kembali menjadi perhatian setelah berhasil dievakuasi dari gudang bekas Balai Desa Kutamandarakan, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan. Kini, hewan langka itu bergerak menuju Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Burangrang, menunjukkan adaptasi yang menakjubkan di habitat barunya.
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) berusia sekitar tiga tahun itu memiliki sifat sangat liar. Setelah evakuasi pada 26 Agustus 2025, tim BBKSDA Jawa Barat membawa macan tutul ke Lembang Park Zoo untuk rehabilitasi dan pemantauan kesehatan. Namun, sehari kemudian, hewan itu menjebol atap kandang dan kembali menjelajah hutan sekitar kebun binatang.
Evakuasi Macan Tutul Kutamandarakan
Tim BBKSDA secara aktif melakukan evakuasi dengan prosedur keselamatan yang ketat. “Kami fokus menjaga keselamatan manusia dan hewan,” jelas perwakilan BBKSDA Jawa Barat. Tim menggunakan alat pengaman khusus dan pengamatan intensif untuk memastikan macan tutul tidak stres selama proses evakuasi.
Di Lembang Park Zoo, petugas memantau kondisi kesehatan hewan itu dan mulai memberikan makanan alami untuk melatih insting berburu. Namun, sifat liar macan tutul membuatnya berhasil kabur dan memasuki hutan pinus sekitar kebun binatang. Lembang Park Zoo pun menutup sementara operasionalnya untuk memastikan keamanan pengunjung.
Pergerakan Hewan dan Pemantauan
Tim BBKSDA memanfaatkan drone thermal untuk memantau pergerakan macan tutul Kutamandarakan. Hasil pemantauan menunjukkan hewan itu bergerak ke arah utara Gunung Tangkuban Parahu. Tim juga memeriksa jejak kaki dan cakar yang tertinggal, yang mengonfirmasi jalur pergerakan macan tutul.
Pada 4 September 2025, macan tutul terlihat bergerak di area utara Desa Sukajaya. Masyarakat melaporkan jejak macan tutul, tetapi tidak ada gangguan terhadap ternak atau warga. Jarak dari Lembang Park Zoo ke hutan terdekat hanya 800 meter, yang memudahkan macan tutul bergerak aman menuju hutan lindung.
Ahli satwa menjelaskan bahwa pergerakan ke utara sangat wajar karena daerah ini memiliki hutan perbukitan dan vegetasi lebat yang ideal untuk berburu dan berlindung. “Macan tutul dapat menemukan makanan, bertahan hidup, dan menghindari manusia,” jelas ahli konservasi BBKSDA.
Habitat Baru di Gunung Tangkuban Parahu dan Burangrang
Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Burangrang saat ini menjadi rumah bagi sembilan individu macan tutul jawa. Kehadiran macan tutul Kutamandarakan menambah populasi dan memperkuat keseimbangan ekosistem.
Daerah perbukitan dan hutan di Bukit Tunggul, Gunung Tangkuban Parahu, dan Gunung Burangrang memiliki sumber air, vegetasi lebat, dan medan berbukit. Kondisi ini mendukung perilaku berburu macan tutul dan memberikan tempat aman untuk berkembang biak. Jika adaptasi berhasil, macan tutul Kutamandarakan diprediksi akan menjadi ‘raja hutan’ baru di wilayah tersebut.
Konservasi Satwa Langka
Macan tutul jawa merupakan satwa yang dilindungi dan populasinya tergolong rentan. Kehadiran macan tutul Kutamandarakan menjadi bukti pentingnya upaya konservasi dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan ahli satwa.
BBKSDA melakukan pemantauan secara aktif untuk memastikan hewan tidak menimbulkan konflik dengan manusia. Tim juga menyiapkan jalur aman dari gangguan manusia dan mempertahankan koridor alami menuju hutan lindung.
Pihak BBKSDA menekankan bahwa masyarakat harus tetap tenang jika melihat jejak atau keberadaan macan tutul. Pendekatan langsung bisa membahayakan manusia dan hewan. Edukasi masyarakat menjadi kunci agar interaksi manusia dan satwa liar tetap aman.
Teknologi dalam Monitoring
Drone thermal memungkinkan tim konservasi melihat pergerakan macan tutul secara real-time tanpa mengganggu aktivitas hewan. Tim darat melengkapi pengawasan dengan pemeriksaan jalur, memastikan macan tutul berjalan aman menuju hutan lindung.
Teknologi ini menjadi bagian penting strategi konservasi di era modern. Dengan pemantauan yang tepat, petugas dapat memastikan keamanan macan tutul dan masyarakat secara bersamaan.
Sejarah Kehadiran Macan Tutul di Kuningan
Macan tutul pernah tercatat muncul di beberapa desa di Kabupaten Kuningan, tetapi jumlahnya sangat terbatas. Macan tutul Kutamandarakan merupakan salah satu dari sedikit individu yang masih bertahan di alam bebas Jawa Barat.
Hewan ini sering terjebak di area pemukiman karena mencari makanan atau tempat berlindung sementara. Evakuasi dan pelepasliaran kembali menjadi bagian dari strategi konservasi untuk memastikan macan tutul tetap hidup di habitat aslinya.
Dampak Ekologis
Kehadiran macan tutul di Gunung Tangkuban Parahu dan Burangrang membawa dampak positif bagi ekosistem. Macan tutul merupakan predator puncak yang mengontrol populasi hewan herbivora, menjaga keseimbangan rantai makanan, dan mendukung regenerasi hutan.
Jika macan tutul tidak ada, populasi herbivora bisa meningkat secara berlebihan, menyebabkan kerusakan vegetasi. Oleh karena itu, macan tutul Kutamandarakan berperan penting dalam menjaga ekosistem pegunungan Jawa Barat tetap seimbang.
Harapan dan Tantangan
Petugas BBKSDA optimis macan tutul Kutamandarakan dapat beradaptasi dengan baik. Namun, tantangan tetap ada, seperti ancaman perusakan hutan, perburuan ilegal, dan gangguan manusia.
Masyarakat sekitar dihimbau tetap waspada dan bekerja sama dengan BBKSDA. Sosialisasi dan edukasi menjadi kunci keberhasilan konservasi. Dengan pemantauan intensif dan perlindungan habitat, macan tutul dapat bertahan hidup dan berkembang biak.
Penutup
Macan tutul Kutamandarakan Kuningan kini menjadi simbol keberhasilan upaya konservasi satwa langka. Dengan pemantauan berkelanjutan dan kolaborasi semua pihak, habitat baru di Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Burangrang diharapkan menjadi tempat aman bagi macan tutul untuk berkembang dan menjaga keseimbangan ekosistem.
BACA JUGA : Macan Tutul Kuningan Teror Cimenga, Warga Resah
BACA JUGA : Pohon Beringin Terbakar di Komplek Makam Kuningan

















