CirebonShare.com – Cirebon, 17 Juli 2025 – Narasi pasien ditahan rumah sakit kembali mencuat setelah sebuah video berdurasi pendek menyebar luas di media sosial. Dalam video itu, seorang pasien terbaring di ranjang rumah sakit tanpa makanan. Keterangan di video menyebut bahwa pasien tersebut ditahan karena belum mampu membayar biaya pengobatan.
Unggahan ini segera memicu reaksi publik. Banyak pengguna media sosial mengecam dugaan bahwa rumah sakit menahan pasien hanya karena keterbatasan biaya. Namun, benarkah informasi dalam video itu menggambarkan kenyataan?
Pihak Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati Kota Cirebon segera merespons. Direktur rumah sakit, dr Katibi MKM, memberikan penjelasan mendalam terkait kondisi pasien yang berinisial RC. Ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak sesuai dengan fakta lapangan.
“Kami tidak pernah menahan pasien. Semua tindakan medis kami lakukan tanpa syarat biaya di awal. Yang terjadi murni karena komunikasi yang belum tuntas,” tegas dr Katibi.
Pasien Tanpa BPJS Mendapat Penanganan Gawat Darurat Sejak Awal
RC berasal dari Desa Japura Kulon, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Ia tiba di IGD RSD Gunung Jati pada Kamis, 3 Juli 2025 pukul 15.14 WIB setelah mengalami gigitan ular berbisa.
Meski RC tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, petugas langsung memberikan pertolongan. Dokter menyuntikkan dua vial serum anti bisa ular, tindakan medis yang nilainya cukup tinggi. Mereka tak menunda proses hanya karena status administrasi pasien belum jelas.
Setelah kondisinya mulai stabil, tim medis memindahkan RC ke ruang semi intensif (High Care Unit). Di sana, pasien menerima dua vial serum tambahan, sehingga totalnya menjadi empat vial. Nilai tiap vial melebihi Rp2 juta, namun pihak rumah sakit tidak membahas soal pembayaran saat itu.
“Kami hanya ingin menyelamatkan nyawa. Biaya tidak kami jadikan prioritas dalam kondisi darurat,” ujar Katibi.
Dokter Telah Mengizinkan Pulang, Tapi Keluarga Belum Menyepakati
Pada Minggu, 6 Juli 2025, tim medis memindahkan RC ke ruang rawat biasa. Kondisinya sudah stabil. Keesokan harinya, dokter melakukan visit dan menyatakan bahwa pasien boleh pulang.
Petugas menyampaikan kabar itu kepada ayah pasien yang saat itu menjadi penunggu. Namun, sang ayah mengatakan bahwa keputusan harus menunggu ibu pasien karena keduanya sudah lama berpisah. Rumah sakit menghargai proses komunikasi internal keluarga itu.
Petugas terus menyampaikan informasi bahwa biaya akan bertambah selama pasien belum keluar. Mereka juga memberikan opsi cicilan atau pembayaran bertahap. Namun, pihak keluarga tetap meminta waktu untuk berkonsultasi lebih lanjut.
“Kami tidak menahan. Kami hanya menunggu kesiapan keluarga untuk membawa pulang pasien,” jelas dr Katibi.
Tuduhan Pasien Ditahan Rumah Sakit Tidak Sesuai Fakta
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa rumah sakit telah memberikan izin pulang sejak Senin, 7 Juli 2025. Namun, keluarga belum membuat keputusan hingga Rabu.
Setiap hari, petugas menyampaikan kabar yang sama kepada ayah pasien. Mereka bahkan memberi tahu bahwa biaya akan terus berjalan selama pasien tetap berada di kamar rawat. Walau demikian, keluarga tidak segera mengambil tindakan.
Tudingan bahwa rumah sakit menahan pasien karena tidak membayar tidak mencerminkan situasi sebenarnya. Justru keluarga pasien yang belum siap menyelesaikan administrasi atau membawa pulang RC.
“Kami tidak pernah meminta lunas di muka. Kami hanya perlu komitmen. Itu pun tidak harus hari itu juga,” terang Katibi.
Keluarga yang Mengajukan Penghentian Rawat Inap
Pada Rabu, 9 Juli 2025, keluarga akhirnya mengajukan permohonan penghentian rawat inap. Mereka mengaku belum bisa membayar seluruh tagihan dan ingin menyelesaikan administrasi secara bertahap. Petugas menerima permohonan itu dan langsung memproses status pasien.
BACA JUGA : KDM Jenguk Korban RSUD, Bupati Diminta Bertindak
Setelah itu, RC tidak lagi berstatus sebagai pasien rawat inap. Petugas menjelaskan bahwa rumah sakit tidak bisa menyediakan makanan karena pasien telah keluar dari sistem layanan aktif. Keluarga menyetujui hal tersebut dan menyatakan akan membawa makanan sendiri.
RC tetap berada di ruang pemulangan sambil menunggu penyelesaian administratif. Perawat tetap mengecek kondisinya selama proses tersebut berlangsung.
“Kami mengikuti keputusan keluarga. Kami tidak pernah menghentikan pelayanan sepihak,” tambah Katibi.
Pembayaran Sebagian Diterima, Pasien Pulang dengan Izin Resmi
Keesokan harinya, pada Kamis, 10 Juli 2025, keluarga datang untuk menyelesaikan sebagian biaya. Petugas administrasi menerima pembayaran tersebut dan menjelaskan skema pelunasan bertahap. Rumah sakit kemudian memproses kepulangan pasien tanpa kendala.
RC pun meninggalkan rumah sakit dalam kondisi sehat dan dengan izin resmi. Tidak ada unsur pemaksaan, apalagi penahanan. Semua prosedur berjalan atas kesepakatan bersama.
“Kami selalu mencari jalan tengah. Uang bukan syarat untuk menyelamatkan pasien di awal. Kami bantu sesuai kemampuan keluarga,” jelas Katibi.
Narasi Pasien Ditahan Rumah Sakit Tidak Mewakili Kronologi Sebenarnya
Publik sempat terpancing oleh narasi viral di media sosial. Namun, kronologi lengkap membantah semua tuduhan. RSD Gunung Jati menangani pasien dengan prosedur yang transparan dan manusiawi sejak awal.
Berikut ringkasan faktanya:
- Pasien datang tanpa BPJS dan mendapat tindakan darurat segera.
- Total empat vial serum diberikan tanpa membahas biaya.
- Dokter menyatakan pasien boleh pulang sejak Senin.
- Keluarga menunda keputusan pemulangan hingga Rabu.
- Permohonan penghentian rawat inap datang dari keluarga.
- Layanan makan dihentikan karena status pasien berubah.
- Pembayaran sebagian diterima dan pasien diperbolehkan pulang.
Seluruh proses itu menunjukkan bahwa rumah sakit tidak menahan pasien. Justru rumah sakit memberi banyak opsi dan bersikap fleksibel.
RSD Gunung Jati Tetap Prioritaskan Kemanusiaan
Dalam menjalankan layanan, RSD Gunung Jati selalu mengutamakan pendekatan manusiawi. Tim medis bekerja berdasarkan empati dan prinsip bahwa setiap pasien layak mendapat perlakuan setara.
“Kami bayangkan jika itu ibu kami, anak kami, atau keluarga kami. Dengan begitu kami tahu bagaimana seharusnya bertindak,” kata Katibi.
Rumah sakit juga membuka ruang komunikasi dengan keluarga pasien. Setiap kebijakan diambil setelah berdiskusi bersama. Tidak ada tindakan sepihak selama pasien atau keluarga masih mau berkomunikasi.
Masyarakat Diminta Tidak Langsung Percaya Konten Viral
Pihak rumah sakit menyayangkan bahwa potongan video tanpa konteks menyebar begitu cepat. Publik pun langsung menyimpulkan seolah-olah rumah sakit melakukan pelanggaran.
Padahal, video tersebut tidak menyertakan kronologi lengkap, sehingga menimbulkan persepsi keliru. Rumah sakit mengimbau agar masyarakat memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya.
“Kami terbuka untuk dikritik. Tapi kritik yang adil harus didasari informasi lengkap,” ujar dr Katibi.
Kesimpulan: Tidak Ada Penahanan, Hanya Kesalahpahaman
Berdasarkan kronologi dan data medis yang telah dipaparkan, RSD Gunung Jati menegaskan bahwa tidak terjadi penahanan pasien. Rumah sakit telah memberikan layanan medis terbaik tanpa syarat biaya, dan selalu membuka ruang komunikasi dengan keluarga pasien.
Semua proses berjalan sesuai prosedur. Tidak ada unsur tekanan, pemaksaan, atau diskriminasi. Kasus ini justru memperlihatkan pentingnya komunikasi yang baik antara rumah sakit dan keluarga pasien, serta pentingnya verifikasi informasi sebelum menyimpulkan sesuatu.
“Kami bekerja untuk keselamatan, bukan untuk mencari-cari alasan menahan. Prinsip kami: tolong dulu, urus administrasi belakangan,” tutup Katibi.
BACA JUGA : Kinerja Perangkat Desa dan Kuwu Diprotes Warga Hulubanteng
JANGAN LEWATKAN : Kuliner Viral Cirebon Ramaikan Grage Mall


















