CirebonShare.com – KUNINGAN, 24 Juli 2025 – Sebuah kasus dugaan pelecehan anak di Kuningan membuat warga Desa Lengkong, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan, gempar. Seorang pria paruh baya berinisial A (51) diduga melakukan tindakan asusila terhadap empat anak, salah satunya adalah anak berkebutuhan khusus berusia 10 tahun.
Kasus ini mencuat setelah para orang tua korban mendatangi Polres Kuningan pada Rabu sore (23/7/2025). Dengan didampingi anak-anak mereka, para orang tua melaporkan kejadian memilukan yang mereka alami ke pihak berwajib. Polisi kini menyelidiki kasus ini secara intensif.
Anak-anak Jadi Korban, Salah Satunya Disabilitas
Dari informasi yang dihimpun, korban terdiri dari empat anak laki-laki dan perempuan yang berusia di bawah 12 tahun. Salah satu dari mereka diketahui adalah penyandang tunarungu. Dugaan pelecehan tersebut terjadi di lingkungan tempat tinggal korban dan pelaku yang berada di desa yang sama.
“Anak saya tunarungu. Awalnya kami tidak menyangka ada hal seperti ini terjadi,” ujar Adi Abdillah, salah satu orang tua korban.
Adi mengungkapkan bahwa ia mengetahui kejadian itu saat pulang dari masjid setelah salat ashar. Ia menemukan anaknya tengah menangis bersama sahabatnya.
Kesaksian Orang Tua: Anak Menunjukkan Gerakan Aneh
Melihat anaknya menangis dan menunjukkan gerakan tubuh yang tidak biasa, Adi langsung menaruh curiga. Ia lalu mencoba mengonfirmasi dengan sahabat anaknya yang bisa bicara, dan dari sanalah awal mula pengakuan itu terungkap.
“Mereka menunjuk tempat dan memperagakan sesuatu. Saya merasa ada yang tidak beres,” katanya.
Adi kemudian membawa kedua anak itu ke lokasi yang ditunjuk sebagai tempat kejadian perkara (TKP). Di sana, sahabat anaknya menunjukkan siapa pelaku yang melakukan perbuatan asusila tersebut.
“Saya tahu siapa orang itu. Kami satu desa,” tegas Adi.
Pelaku Dikenal, Tapi Kini Menghilang
Setelah mengetahui pelaku adalah A, Adi langsung mencari keberadaan pria tersebut. Ia menyusuri desa, berharap dapat menemukan pelaku dan mengonfrontasinya secara langsung. Namun, usaha itu tidak membuahkan hasil. Warga mengatakan A sudah tidak terlihat sejak pagi hari.
“Saya datangi rumahnya, tapi pelaku sudah tidak ada. Kabarnya dia kabur,” ujar Adi.
Kabar itu pun cepat menyebar di masyarakat. Warga merasa marah dan resah. Apalagi saat diketahui bahwa jumlah korban bukan hanya dua, tapi bertambah menjadi empat anak.
Mediasi Gagal, Polisi Turun Tangan
Perangkat desa sempat mencoba memediasi kedua pihak di balai desa. Namun mediasi tidak berhasil karena keluarga pelaku tidak mengetahui keberadaannya. Situasi makin memanas, dan akhirnya para orang tua korban sepakat untuk membawa kasus ini ke jalur hukum.
“Hari ini kami melapor ke Polisi. Awalnya dua korban, lalu muncul dua lagi. Jadi total empat anak,” jelas Adi.
Polres Kuningan pun menerima laporan resmi dan langsung melakukan tindak lanjut. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) diterjunkan untuk menangani perkara ini.
Langkah Hukum dan Upaya Penyelidikan
Polisi langsung memulai penyelidikan dengan memintai keterangan para korban, orang tua, dan saksi lain yang melihat atau mengetahui kejadian tersebut. Tim juga menyisir sejumlah lokasi untuk mencari keberadaan terduga pelaku yang diduga telah melarikan diri.
“Kami akan kejar dan tangkap pelaku. Ini prioritas,” ujar seorang petugas dari Polres Kuningan yang enggan disebutkan namanya.
Polisi juga bekerja sama dengan Unit PPA dari Polda Jawa Barat untuk memberikan pendampingan psikologis terhadap anak-anak yang menjadi korban.
Perlindungan untuk Anak Disabilitas
Kehadiran anak berkebutuhan khusus sebagai salah satu korban menambah kompleksitas kasus ini. Psikolog anak dari Kuningan, Rika Andriyani, menegaskan bahwa anak disabilitas rentan menjadi korban pelecehan karena keterbatasan dalam komunikasi dan pertahanan diri.
“Mereka mudah dipercaya dan sulit menjelaskan kejadian. Oleh karena itu, pelaku seringkali memanfaatkan situasi itu,” jelas Rika.
Ia menambahkan bahwa penting bagi orang tua dan masyarakat untuk memahami tanda-tanda awal adanya kekerasan terhadap anak, terutama yang memiliki keterbatasan.
Ancaman Hukuman Berat Menanti Pelaku
Jika terbukti bersalah, A dapat dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, khususnya:
- Pasal 81 ayat 1: pelaku kekerasan seksual terhadap anak diancam pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda paling banyak Rp5 miliar.
- Pasal 81 ayat 3: hukuman dapat diperberat jika korban adalah anak disabilitas.
Selain itu, pelaku juga berpotensi dijatuhi hukuman tambahan berupa:
- Kebiri kimia
- Pemasangan alat pelacak elektronik
- Pencantuman identitas publik sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap anak
Warga Desa Lengkong Trauma
Masyarakat Desa Lengkong kini dalam kondisi waswas. Banyak orang tua mulai melarang anak-anaknya bermain di luar rumah tanpa pengawasan. Beberapa warga juga meminta pemerintah desa memasang kamera pengawas (CCTV) di sejumlah titik rawan.
“Kami tidak mau kejadian ini terulang. Anak-anak harus dijaga,” ujar salah satu warga.
Tuntutan Keadilan dan Proses Hukum yang Transparan
Para orang tua korban meminta agar proses hukum berjalan transparan dan pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai undang-undang. Mereka berharap tidak ada pihak yang berusaha melindungi pelaku karena kedekatan keluarga atau jabatan.
“Kami hanya ingin keadilan. Anak-anak kami harus dipulihkan, dan pelaku harus dihukum,” tegas Adi.
Penutup
Kasus pelecehan anak di Kuningan ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa kejahatan terhadap anak bisa terjadi bahkan di lingkungan yang dianggap aman. Pemerintah daerah, kepolisian, dan masyarakat harus bersinergi untuk menciptakan ruang aman bagi anak-anak, terutama mereka yang memiliki keterbatasan.
Pihak kepolisian masih terus memburu A. Sementara itu, proses pendampingan terhadap para korban terus berjalan. Diharapkan kasus ini segera mendapat titik terang dan pelaku segera diproses secara hukum.
BACA JUGA : Nenek Jual OKT di Cirebon, Dua Tersangka Ditangkap
BACA JUGA : Jambret di Cirebon Tertangkap Saat Beraksi di Plumbon


















