CirebonShare.com – Cirebon, 14 Oktober 2025 – Mantan Anggota DPRD Kota Cirebon, Ir Watid Sahriar, menegaskan bahwa pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon menyimpan banyak kejanggalan sejak perencanaan awal. Ia menyampaikan hal tersebut usai menjalani pemeriksaan di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon pada Senin (13/10/2025).
Watid menjabat sebagai Ketua Komisi B DPRD Kota Cirebon periode 2014–2019. Dalam pemeriksaan, ia memaparkan seluruh informasi terkait riwayat proyek pembangunan gedung delapan lantai senilai Rp86 miliar itu. Menurutnya, sejak awal proyek tersebut sudah menimbulkan persoalan serius, baik dari sisi teknis maupun administratif.
Kejanggalan Sejak Tahap Awal
Watid mengungkapkan bahwa dirinya sering melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pembangunan untuk meninjau progres pekerjaan. Setiap kali ia datang, kondisi proyek tampak tidak menunjukkan kemajuan signifikan. Karena itu, ia merasa perlu menegur pihak eksekutif agar memperhatikan proses pengerjaan.
Ia bahkan pernah menyarankan agar Pemerintah Kota Cirebon menggandeng perusahaan BUMN dalam pengerjaan proyek tersebut. Menurut Watid, perusahaan BUMN memiliki rekam jejak yang lebih kuat dan sistem kerja yang lebih terukur. Namun, sarannya tidak mendapat respons dari pihak pemerintah. Pemerintah tetap memilih kontraktor swasta untuk melaksanakan pembangunan.
“Sejak awal saya menilai kinerja kontraktor tidak menunjukkan profesionalisme. Progresnya sangat lambat, dan kualitas kerja di lapangan juga tidak sesuai harapan,” tegas Watid.
Watid menilai, keputusan pemerintah memilih kontraktor swasta menjadi awal munculnya berbagai kendala. Akibatnya, pengerjaan sering molor, dan kualitas bangunan pun diragukan. Kondisi tersebut mendorong Komisi B DPRD untuk terus melakukan pengawasan ketat.
Rangkaian Sidak dan Teguran DPRD
Selama masa pembangunan, Watid bersama anggota Komisi B secara rutin turun ke lapangan. Ia ingin memastikan anggaran publik benar-benar terserap dengan tepat. Namun, setiap kali mereka melakukan sidak, progres tetap tidak memuaskan.
“Kami mendapati banyak temuan yang seharusnya mendapat perhatian serius. Struktur bangunan tidak sesuai perencanaan, jadwal pengerjaan molor, dan koordinasi antar pihak sangat lemah,” jelasnya.
Watid kemudian menegaskan kembali pendiriannya. “Saya paling tidak suka dengan cara kerja kontraktor Gedung Setda. Saat itu saya bahkan meminta Pemkot untuk memutus kontrak karena hasilnya mengecewakan,” katanya tegas.
Sikapnya saat itu sejalan dengan tanggung jawab legislatif dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana publik. Ia menilai setiap proyek besar harus berjalan transparan, tepat waktu, dan sesuai spesifikasi yang telah disepakati.
Pemeriksaan oleh Kejari Kota Cirebon
Dalam pemeriksaan di Kejari, penyidik menanyakan sejumlah hal kepada Watid, termasuk soal penganggaran proyek. Namun, Watid menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui detail proses penganggaran pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon.
“Meski saya bagian dari Badan Anggaran (Banggar), saya tidak tahu menahu soal teknis penganggaran proyek tersebut,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam mekanisme anggaran, keputusan tertinggi berada di tangan pimpinan dewan. Karena itu, ia menilai tanggung jawab legal terkait pengesahan anggaran sepenuhnya berada di ranah pimpinan DPRD.
“Anggaran baru sah kalau ditandatangani pimpinan dewan. Jadi meskipun anggota dewan menandatangani tapi pimpinan tidak, maka anggaran tidak sah. Sebaliknya, jika pimpinan menandatangani meski anggota belum, tetap sah,” jelasnya.
Konsistensi Watid di Hadapan Penyidik
Watid menegaskan bahwa dirinya tetap konsisten dengan seluruh pernyataannya di hadapan penyidik. Ia berkomitmen untuk menyampaikan hal yang sama apabila dipanggil sebagai saksi di pengadilan.
Ia menambahkan bahwa semua informasi yang ia berikan murni berdasarkan pengalaman pribadi selama menjabat. Ia ingin proses hukum berjalan adil dan transparan agar masyarakat mendapatkan gambaran utuh mengenai proyek tersebut.
“Saya tidak tahu-menahu soal penganggaran. Saya hanya menyampaikan fakta di lapangan yang saya lihat sendiri saat itu,” tegas Watid.
Daftar Nama Pejabat yang Telah Diperiksa
Pemeriksaan terhadap Watid menambah daftar panjang pejabat DPRD maupun mantan DPRD yang telah dimintai keterangan. Beberapa nama lain juga pernah menjalani pemeriksaan, antara lain Edi Suripno, Eti Herawati, Lili Eliyah, Dani Mardani, M Handarujati Kalamullah, Agung Supirno, dan dr Doddy Ariyanto.
Semua pihak tersebut memiliki keterkaitan dalam proses kebijakan, perencanaan, atau pengawasan proyek pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon. Penyidik berusaha menelusuri sejauh mana peran masing-masing pihak dalam kasus yang kini menimbulkan kerugian negara cukup besar.
Pembangunan dan Permasalahan yang Mengiringi
Gedung Setda Kota Cirebon dibangun oleh PT Rivomas Penta Surya. Dalam perjalanannya, proyek tersebut menghadapi berbagai hambatan, baik dari aspek teknis maupun administratif. Setelah proses audit dan pemeriksaan lanjutan, Kejari menemukan indikasi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp26 miliar.
Temuan itu mendorong kejaksaan untuk melakukan penyelidikan intensif. Dari hasil penyelidikan, penyidik kemudian menetapkan beberapa tersangka, termasuk mantan Wali Kota Cirebon, Nashrudin Azis.
Azis resmi menjadi tersangka dan ditahan sejak 8 September 2025. Sebelum itu, kejaksaan juga menahan enam orang tersangka lain pada 27 Agustus 2025, yakni:
- Irawan Wahyono (mantan Kadis PUTR, kini Kadispora nonaktif)
- Budi Raharjo (eks Kadis PUTR sekaligus KPA)
- Pungki Hertanto (eks PPTK Dinas PUTR)
- Heri Mujiono (Konsultan Pengawas PT Bina Karya)
- R Adam (eks Kepala Cabang PT Bina Karya, Perencana Teknis)
- Fredian Rico Baskoro (mantan Dirut PT Rivomas Penta Surya)
Harapan untuk Transparansi dan Reformasi
Kasus ini menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk menuntut transparansi dalam setiap proses pembangunan daerah. Watid berharap kejaksaan menuntaskan penyelidikan tanpa intervensi pihak mana pun.
Ia juga berharap pemerintah daerah ke depan mampu memperbaiki sistem pengadaan proyek, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Menurutnya, sinergi antara legislatif dan eksekutif harus dibangun dengan prinsip akuntabilitas dan integritas.
“Pembangunan fisik tidak boleh hanya mengejar hasil cepat. Kualitas dan kejujuran lebih penting agar masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya,” ujar Watid.
Analisis dan Pandangan Masyarakat
Masyarakat Kota Cirebon kini menyoroti kembali proyek Gedung Setda tersebut. Banyak warga menginginkan kejelasan hukum agar kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah bisa pulih. Sejumlah tokoh masyarakat juga menilai kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan anggaran publik.
Sementara itu, akademisi dari salah satu universitas di Cirebon menilai bahwa proyek besar seperti Gedung Setda membutuhkan sistem pengawasan berlapis. Dengan begitu, potensi penyimpangan dapat diminimalkan sejak awal.
“Pengawasan harus berjalan paralel antara lembaga internal pemerintah dan lembaga eksternal. Kolaborasi antara DPRD, inspektorat, dan kejaksaan sangat penting,” ujar akademisi tersebut.
Langkah Kejaksaan dan Proses Hukum Berlanjut
Kejari Kota Cirebon menegaskan komitmennya untuk menuntaskan penyidikan hingga tuntas. Tim penyidik terus mengumpulkan bukti, memeriksa saksi, dan memperdalam analisis keuangan proyek. Hingga kini, beberapa berkas perkara telah masuk tahap penyusunan dakwaan untuk diajukan ke pengadilan tindak pidana korupsi.
Dengan langkah tegas ini, masyarakat berharap kasus pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon dapat menjadi pembelajaran agar perencanaan pembangunan daerah lebih akuntabel.
Penutup
Proses hukum terkait pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon memperlihatkan bahwa pengawasan publik terhadap penggunaan anggaran sangat penting. Setiap pejabat yang terlibat wajib menjunjung tinggi integritas dan tanggung jawab moral dalam menjalankan amanah rakyat.
Watid Sahriar telah menyampaikan seluruh keterangannya dengan konsisten. Kini, publik menanti langkah lanjutan kejaksaan dalam menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran.
BACA JUGA : Polisi Buru Sindikat Penjualan Gadis Asal Jabar ke China
BACA JUGA : Pemotongan TKD Jawa Barat, Dedi Mulyadi Fokus Efisiensi Anggaran


















