CirebonShare.com – Indramayu, 20 September 2025 – Pembunuhan Berencana di Indramayu terjadi pada awal Agustus 2025 dan menewaskan seorang perempuan muda bernama Putri Apriyani (21). Kasus ini kini memasuki babak hukum baru setelah penyidik menjerat pelaku, Alvian Maulana Sinaga (23), dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Dengan pasal tersebut, aparat menuntut mantan anggota Polri ini dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Peristiwa ini menarik perhatian luas masyarakat Indramayu, Jawa Barat, bahkan hingga nasional. Masyarakat menaruh perhatian besar bukan hanya karena korban masih berusia muda, tetapi juga karena pelaku adalah mantan anggota kepolisian. Fakta-fakta tersebut mendorong banyak pihak menyoroti bagaimana aparat menegakkan hukum dalam perkara ini.
Kronologi Awal Kejadian
Tragedi pembunuhan yang menimpa Putri Apriyani terjadi pada Sabtu, 9 Agustus 2025. Warga menemukan korban tewas di kamar kos yang berada di Blok Ceblok, Desa Singajaya, Kecamatan Indramayu. Mereka pertama kali mencium bau asap kebakaran dari kamar korban. Saat memeriksa, warga mendapati Putri sudah tidak bernyawa dengan kondisi tubuh mengalami luka bakar serius.
Polisi segera mendatangi lokasi dan melakukan olah tempat kejadian perkara. Petugas menyita sejumlah barang bukti, termasuk pakaian dinas Polri milik tersangka Alvian Maulana Sinaga. Temuan itu semakin menguatkan dugaan bahwa Alvian, yang saat itu masih menjalin hubungan asmara dengan korban, adalah pelaku pembunuhan.
Hubungan Korban dan Pelaku
Pihak keluarga dan aparat menyampaikan bahwa korban dan pelaku memiliki hubungan dekat. Namun, persoalan keuangan mewarnai hubungan tersebut. Menurut kuasa hukum keluarga korban, Toni RM, pelaku menggunakan uang milik korban. Karena takut korban menagih kembali, pelaku pun merencanakan aksi pembunuhan.
“Ketika Alvian bangun sekitar pukul 04.30 WIB pada hari kejadian, dia sudah berniat menghabisi Putri karena takut diminta pertanggungjawaban. Ini jelas ada unsur perencanaan,” kata Toni RM saat memberikan keterangan kepada awak media.
Dari Pasal 338 ke Pasal 340 KUHP
Awalnya, polisi menjerat Alvian dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa. Pasal ini mengancam pelaku dengan pidana penjara maksimal 15 tahun. Namun, keluarga korban menolak keputusan itu. Mereka menilai Alvian tidak hanya melakukan pembunuhan spontan, tetapi sudah merencanakan aksinya sejak dini hari.
Keluarga korban melalui kuasa hukumnya, Toni RM, mendesak kepolisian untuk menerapkan Pasal 340 KUHP. Pasal ini memberikan ancaman hukuman yang jauh lebih berat, mulai dari pidana mati, penjara seumur hidup, hingga penjara 20 tahun.
Desakan tersebut semakin kuat setelah polisi menggelar rekonstruksi kasus pada Jumat, 12 September 2025. Dalam rekonstruksi, Alvian memperagakan 24 adegan yang memperlihatkan bagaimana ia menghabisi nyawa korban. Adegan-adegan itu menunjukkan indikasi jelas bahwa Alvian sudah merencanakan pembunuhan.
Respon Kepolisian
Polres Indramayu akhirnya menanggapi desakan keluarga korban. Pada Jumat, 19 September 2025, Kasatreskrim Polres Indramayu menyatakan bahwa penyidik resmi menjerat Alvian dengan Pasal 340 KUHP.
Kuasa hukum keluarga korban, Toni RM, mengapresiasi langkah tersebut. Ia menegaskan, “Kasatreskrim sudah menyampaikan langsung bahwa Alvian kini resmi dikenakan Pasal 340 KUHP. Kami dari pihak keluarga sangat berterima kasih atas kinerja kepolisian.”
Dengan penerapan pasal ini, keluarga korban merasa lebih lega. Mereka menepis kekhawatiran bahwa aparat akan melindungi pelaku, karena polisi telah menunjukkan komitmen dalam menangani kasus ini.
Proses Penangkapan
Setelah kejadian pembunuhan, Alvian sempat melarikan diri. Ia berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran aparat. Namun, pada Sabtu, 23 Agustus 2025, pelariannya berakhir. Tim gabungan dari Polda Jawa Barat dan Polres Indramayu berhasil menangkapnya di Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Penangkapan ini menunjukkan keseriusan kepolisian dalam menangani kasus tersebut. Publik yang sempat ragu akhirnya mendapatkan kepastian bahwa pelaku tidak akan bisa lolos dari jerat hukum.
Sidang Etik dan Pemecatan
Setelah menangkap Alvian, Polda Jawa Barat segera menggelar sidang etik pada Kamis, 14 Agustus 2025. Dalam sidang tersebut, majelis etik memutuskan untuk memecat Alvian dari keanggotaan Polri.
Keputusan itu menegaskan bahwa institusi kepolisian tidak mentolerir tindakan kriminal yang dilakukan oleh anggotanya. Dengan langkah ini, Polda Jawa Barat menunjukkan komitmennya menegakkan disiplin internal sekaligus menjaga kepercayaan publik.
Rekonstruksi Kasus
Pada Jumat, 12 September 2025, penyidik Polres Indramayu menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan Putri Apriyani di lapangan tembak Mapolres Indramayu. Dalam kegiatan itu, Alvian memperagakan 24 adegan yang menggambarkan kronologi tindakannya ketika menghabisi nyawa korban.
Rekonstruksi tersebut membantu penyidik memperjelas rangkaian peristiwa sekaligus memperkuat bukti bahwa Alvian merencanakan pembunuhan. Dengan menghadirkan Alvian secara langsung, polisi menunjukkan transparansi proses penyidikan di hadapan publik dan pihak keluarga korban.
Reaksi Keluarga Korban
Keluarga korban menyambut baik langkah kepolisian yang akhirnya menetapkan Pasal 340 KUHP. Meski begitu, mereka menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ke persidangan.
“Karena sudah ditetapkan Pasal 340 KUHP, maka pengawalan kita di tingkat Polres sudah selesai. Selanjutnya, kita kawal di pengadilan. Jangan sampai nanti jaksa masuk angin, jangan sampai hakim masuk angin,” ujar Toni RM.
Keluarga berharap agar hakim memberikan putusan seadil-adilnya, sesuai dengan perbuatan yang dilakukan pelaku.
Analisis Hukum: Mengapa Pasal 340?
Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP memiliki perbedaan mendasar. Pasal 338 digunakan untuk kasus pembunuhan biasa, sedangkan Pasal 340 dipakai ketika ada bukti bahwa pelaku melakukan pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu.
Dalam kasus ini, berdasarkan keterangan yang disampaikan kuasa hukum keluarga, pelaku sudah berniat membunuh korban sejak dini hari karena alasan ekonomi. Fakta ini menunjukkan adanya unsur perencanaan, sehingga penerapan Pasal 340 KUHP dianggap tepat.
Ancaman hukuman dalam pasal tersebut adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara selama waktu tertentu maksimal 20 tahun.
Dampak Sosial di Masyarakat
Kasus pembunuhan berencana di Indramayu ini menimbulkan keprihatinan luas di tengah masyarakat. Warga merasa prihatin karena korban masih berusia muda, sementara pelaku adalah mantan anggota kepolisian yang seharusnya menjadi teladan.
Masyarakat berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga, baik bagi aparat maupun masyarakat luas, bahwa hukum harus ditegakkan secara adil tanpa pandang bulu.
Harapan Keadilan
Kini, fokus utama keluarga korban adalah mengawal jalannya persidangan. Mereka berharap majelis hakim dapat memberikan vonis sesuai dengan beratnya perbuatan pelaku. Bagi keluarga, keadilan yang ditegakkan di pengadilan merupakan bentuk penghormatan terakhir bagi Putri Apriyani.
Masyarakat luas pun menantikan jalannya persidangan kasus pembunuhan berencana di Indramayu, sekaligus berharap agar perkara ini diselesaikan dengan transparan. Harapan tersebut muncul agar sistem peradilan di Indonesia dapat kembali memperoleh kepercayaan publik.
Kesimpulan
Kasus pembunuhan berencana di Indramayu yang menimpa Putri Apriyani kini memasuki babak baru. Penyidik menetapkan Pasal 340 KUHP kepada pelaku, Alvian Maulana Sinaga, sehingga jalur hukum yang akan ditempuh menjadi lebih jelas.
Keluarga korban dan masyarakat luas terus berharap pengadilan menghadirkan keadilan yang sesungguhnya. Mereka menunggu aparat penegak hukum membuktikan komitmennya dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Tragedi ini sekaligus membuka ruang bagi masyarakat untuk menilai keseriusan aparat dalam menjaga kepercayaan publik.
BACA JUGA : Pengacara Mantan Walikota Azis Siap Buka-Bukaan
BACA JUGA : Kecamatan Mundu Gabung Kota Cirebon Sejak 2023