CirebonShare.com – Cirebon, 12 Oktober 2025 – Pemotongan TKD Jawa Barat memunculkan berbagai reaksi di tingkat daerah. Banyak kepala daerah menyampaikan keberatan terhadap kebijakan pemerintah pusat itu. Namun, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memilih jalan berbeda. Ia tidak mengajukan protes, melainkan fokus menyiapkan langkah efisiensi agar pemerintahan tetap berjalan efektif dan pelayanan publik tetap optimal.
Dedi menyatakan bahwa kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) merupakan kewenangan pemerintah pusat. Sebagai kepala daerah, ia merasa berkewajiban untuk melaksanakan keputusan itu dengan sikap profesional. Ia menegaskan, seorang gubernur juga berperan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, sehingga tidak pantas memperlihatkan sikap konfrontatif terhadap kebijakan yang berasal dari pemerintah pusat.
“Sebagai wakil pemerintah pusat yang ada di Provinsi Jawa Barat, tidak elok saya harus memprotes sebuah keputusan yang diputuskan oleh pemerintah pusat,” ujar Dedi Mulyadi di Gedung Sate, Bandung.
Menurut Dedi, sikap tenang dan rasional justru membantu pemerintah daerah beradaptasi terhadap perubahan anggaran. Ia menganggap protes tidak memberi solusi apa pun bagi masyarakat. Sebaliknya, langkah konkret seperti efisiensi dan inovasi menjadi kunci agar program pembangunan tetap terlaksana.
Kebijakan Pemotongan TKD dan Dampaknya untuk Jawa Barat
Pemerintah pusat memutuskan pemotongan dana Transfer ke Daerah (TKD) sebagai bagian dari penyesuaian kebijakan fiskal nasional. Kebijakan ini bertujuan menyeimbangkan anggaran negara di tengah tekanan global dan meningkatnya belanja nasional di berbagai sektor strategis.
Jawa Barat menjadi salah satu provinsi dengan nilai pemotongan cukup besar. Dedi menjelaskan, pemerintah pusat memangkas dana TKD sebesar Rp2,45 triliun untuk pemerintah provinsi dan sekitar Rp2,7 triliun untuk kabupaten serta kota. Angka tersebut sangat berpengaruh terhadap rencana pembangunan di berbagai sektor.
Dedi menyebutkan sebagian besar proyek infrastruktur bergantung pada dana TKD. Proyek-proyek seperti jalan, jembatan, irigasi, sekolah, rumah sakit, dan puskesmas mendapat pasokan dana dari transfer pusat. Karena itu, pengurangan TKD menuntut penyesuaian cepat agar pembangunan tetap berjalan tanpa membebani masyarakat.
Dedi Mulyadi Siapkan Langkah Efisiensi Total
Setelah menerima informasi resmi mengenai pemotongan TKD, Dedi langsung menginstruksikan jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan efisiensi besar-besaran. Ia mengutamakan rasionalisasi di sektor-sektor administratif yang tidak berdampak langsung pada masyarakat.
Langkah pertama Dedi ialah memotong anggaran perjalanan dinas hingga 75 persen. Ia menilai kegiatan perjalanan dinas sering menguras anggaran tanpa hasil nyata. Melalui kebijakan baru itu, dana perjalanan gubernur, wakil gubernur, serta pejabat struktural mengalami penurunan drastis.
“Sekarang saya akan memotong sampai 75 persen dari kebiasaan perjalanan dinas Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” tegas Dedi.
Dedi juga mencontohkan, sebelumnya alokasi perjalanan dinas gubernur mencapai Rp1,5 miliar per tahun, kini hanya sekitar Rp100 juta. Ia ingin memastikan setiap rupiah anggaran terserap untuk kebutuhan masyarakat, bukan kegiatan birokrasi.
Pembatasan Listrik dan Operasional Kantor
Langkah efisiensi juga menyentuh sektor operasional perkantoran. Dedi mengeluarkan kebijakan pembatasan penggunaan listrik hingga 75 persen di seluruh kantor pemerintahan. Ia menegaskan bahwa penggunaan listrik yang efisien dapat menghemat anggaran sekaligus mendukung kampanye energi hijau di Jawa Barat.
Pemerintah provinsi kini menyalakan lampu di bagian luar gedung hanya untuk keperluan keamanan malam hari. Sementara itu, bagian dalam gedung tetap gelap setelah jam kerja berakhir. Dedi ingin menunjukkan bahwa penghematan energi tidak mengganggu produktivitas pegawai, melainkan menumbuhkan kesadaran baru tentang tanggung jawab terhadap sumber daya publik.
Kebijakan ini segera berlaku di seluruh dinas, badan, dan sekretariat di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dedi juga meminta kabupaten dan kota mengikuti langkah yang sama agar efisiensi berjalan konsisten di seluruh wilayah.
Penghapusan Jamuan Tamu dan Gaya Kerja Sederhana
Selain efisiensi perjalanan dan listrik, Dedi mengubah budaya birokrasi di Jawa Barat. Ia menghapus kebiasaan menjamu tamu dengan berbagai hidangan dalam acara resmi. Pemerintah provinsi kini hanya menyediakan air putih untuk setiap tamu.
“Kami hanya akan menyiapkan air putih saja. Jadi, nanti kalau bertamu ke provinsi hanya minum air putih,” ungkap Dedi dengan tegas.
Langkah sederhana itu menekan biaya kegiatan resmi sekaligus menumbuhkan semangat kesederhanaan di kalangan pegawai. Dedi menilai pejabat harus memberi contoh gaya hidup hemat, bukan sebaliknya. Ia ingin menanamkan nilai efisiensi bukan hanya pada sistem, tetapi juga pada perilaku aparatur.
Belanja Pembangunan Tetap Naik
Meski menghadapi pemotongan TKD, Dedi memastikan anggaran pembangunan untuk kepentingan masyarakat tetap meningkat. Ia tidak menurunkan alokasi untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan program sosial. Dedi ingin memastikan masyarakat tetap merasakan manfaat pembangunan secara langsung.
“Kami memangkas yang tidak penting, tetapi kami menaikkan yang menyentuh masyarakat,” kata Dedi.
Kebijakan efisiensi itu memungkinkan pemerintah provinsi mempertahankan belanja produktif tanpa menambah beban fiskal. Dedi menekankan bahwa kinerja pemerintahan tidak bergantung pada besar kecilnya anggaran, tetapi pada kemampuan mengelola dana dengan cerdas dan transparan.
Sinergi dengan Pemerintah Pusat
Dalam pandangan Dedi, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah harus berjalan selaras. Ia menilai kebijakan fiskal nasional membutuhkan dukungan daerah agar hasilnya efektif. Karena itu, Dedi mengajak seluruh kepala daerah di Jawa Barat menjaga sinergi dengan pemerintah pusat dalam setiap kebijakan.
“Saya percaya keputusan pusat selalu punya dasar yang kuat. Tugas kami di daerah memastikan implementasinya tepat,” ujar Dedi.
Ia mengingatkan bawahannya agar fokus bekerja dan menghindari wacana politik yang tidak produktif. Dedi juga mengajak kabupaten dan kota memanfaatkan sumber pendapatan daerah secara maksimal melalui inovasi pajak dan retribusi.
Strategi Alternatif Pendanaan Daerah
Pemerintah Provinsi Jawa Barat kini menyiapkan strategi baru untuk menutupi kekurangan anggaran akibat pemotongan TKD. Dedi mengarahkan tim ekonomi daerah mencari peluang investasi dan kerja sama dengan sektor swasta. Ia membuka ruang kemitraan dalam proyek infrastruktur, energi, dan pendidikan.
Pemerintah juga mengoptimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pariwisata, industri kreatif, dan pertanian. Dedi ingin daerah tidak bergantung sepenuhnya pada dana transfer pusat. Ia percaya kemandirian fiskal akan memperkuat posisi Jawa Barat sebagai provinsi dengan ekonomi terbesar kedua di Indonesia.
“Kami harus berani membangun dengan dana sendiri. Banyak potensi daerah yang belum tergarap optimal,” jelasnya.
Efisiensi sebagai Budaya Kerja Baru
Dedi menegaskan bahwa efisiensi bukan sekadar respons terhadap krisis anggaran, tetapi bagian dari budaya baru di lingkungan pemerintahan Jawa Barat. Ia ingin membentuk pola pikir aparatur yang lebih rasional, hemat, dan berorientasi pada hasil.
Kebijakan efisiensi yang kini berlaku mengubah paradigma kerja. Pegawai tidak lagi menilai keberhasilan dari jumlah kegiatan atau besarnya dana, melainkan dari dampak yang dirasakan masyarakat. Setiap program harus terukur, transparan, dan berorientasi manfaat publik.
Dedi juga menekankan pentingnya digitalisasi dalam meningkatkan efisiensi. Ia mempercepat penerapan sistem elektronik untuk proses administrasi, perizinan, hingga pelaporan keuangan. Dengan sistem digital, biaya operasional berkurang, waktu kerja lebih singkat, dan kinerja lebih terukur.
Dukungan dari DPRD dan Akademisi
Kebijakan efisiensi Dedi Mulyadi mendapat dukungan dari DPRD Jawa Barat. Ketua Komisi Keuangan DPRD menyebut langkah tersebut logis dan realistis di tengah keterbatasan fiskal. Ia menilai kebijakan itu memperkuat daya tahan ekonomi daerah tanpa mengorbankan pelayanan publik.
“Kebijakan efisiensi ini menegaskan bahwa pemerintah provinsi mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fiskal nasional tanpa kehilangan arah pembangunan,” ujar salah satu anggota DPRD.
Sejumlah akademisi juga menilai langkah Dedi sebagai pendekatan modern dalam pengelolaan keuangan publik. Mereka menilai kebijakan itu mencerminkan integritas kepemimpinan yang menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan politik.
Dampak Positif terhadap ASN dan Masyarakat
Efisiensi yang diterapkan Dedi membawa perubahan signifikan dalam perilaku aparatur sipil negara (ASN). Pegawai kini lebih berhati-hati dalam menggunakan fasilitas dan anggaran. Mereka mulai membiasakan diri bekerja dengan sumber daya terbatas, tetapi tetap menjaga produktivitas.
Di sisi lain, masyarakat menilai langkah Dedi sebagai bentuk tanggung jawab moral pemimpin terhadap kondisi ekonomi nasional. Banyak warga mengapresiasi keputusan gubernur yang memilih bekerja daripada mengeluh. Sikap itu dianggap mencerminkan karakter kepemimpinan yang tenang dan tegas.
Penutup: Efisiensi Sebagai Jalan Tengah
Pemotongan TKD Jawa Barat memberi tantangan besar bagi tata kelola keuangan daerah. Namun, Dedi Mulyadi menunjukkan bahwa solusi selalu tersedia ketika pemerintah bekerja dengan niat baik dan strategi jelas. Ia menjadikan krisis fiskal sebagai peluang untuk memperkuat fondasi pemerintahan yang efisien, transparan, dan berorientasi hasil.
Kebijakan penghematan bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk tanggung jawab. Melalui langkah efisiensi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuktikan bahwa kinerja pelayanan publik tetap dapat meningkat meski anggaran berkurang.
BACA JUGA: Kasus Gedung Setda Cirebon, Kejaksaan Periksa Tiga Tokoh
BACA JUGA: Modus Perak Antam Cirebon, Selebgram Mundu Ditangkap


















