CirebonShare.com – CIREBON, 9 Juli 2025 – Penertiban PKL Trusmi resmi disepakati dan mulai dijalankan. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) mengambil langkah konkret untuk menata kawasan Batik Trusmi. Upaya ini bertujuan menciptakan ruang publik yang tertib, nyaman, dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Langkah awal dari penataan ini berupa relokasi para pedagang kaki lima (PKL) yang selama ini berjualan di sepanjang Jalan Syekh Datul Kahfi, Desa Weru Lor, Kecamatan Weru. Relokasi ini mencakup dua lokasi baru, yakni Jalan KH Abbas dan Pasar Pasalaran.
“Kami PKL kuliner sore di Jalan Syekh Datul Kahfi menyetujui keputusan Pemkab untuk pindah ke Jalan KH Abbas.”
— Burhanudin, perwakilan PKL
Pemerintah dan PKL Duduk Bersama, Bukan Saling Menyalahkan
Langkah relokasi ini lahir dari dialog terbuka yang digelar dalam Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten Cirebon Tahun 2025. Forum ini berlangsung di salah satu hotel di Kecamatan Kedawung pada Selasa, 8 Juli 2025. Hadir dalam forum tersebut Wakil Bupati H. Agus Kurniawan Budiman, Kapolresta Cirebon, Dandim 0620, perwakilan dinas, serta para pedagang.
Pemerintah menjelaskan bahwa relokasi ini bukan bentuk penggusuran, melainkan upaya bersama untuk mewujudkan kawasan Batik Trusmi yang lebih tertib dan menarik. Dengan penataan ini, Pemkab berharap wisatawan merasa lebih nyaman ketika berkunjung ke pusat batik terbesar di Cirebon.
Masa Uji Coba: Jalan KH Abbas dan Pasar Pasalaran Siap Menyambut PKL
Wakil Bupati menyampaikan bahwa pemindahan PKL akan dilakukan secara bertahap dengan sistem uji coba selama dua hingga tiga bulan. Selama periode tersebut, pemerintah akan mengevaluasi dampak dan efektivitas relokasi terhadap kondisi ekonomi para pedagang.
“Untuk uji coba, PKL kuliner akan berjualan di Jalan KH Abbas mulai pukul 16.00 WIB sampai malam hari. Sedangkan pedagang pagi seperti penjual sayur, buah, dan ayam akan menempati Pasar Pasalaran,” ujar Wakil Bupati Agus.
Relokasi ini mencakup sekitar 304 pedagang kuliner malam dan 80 pedagang pagi dan siang. Pemerintah berharap langkah ini mampu mengurangi kemacetan dan ketidaktertiban di kawasan Batik Trusmi, terutama saat akhir pekan atau musim liburan.
Pedagang Mendukung, Asal Diberi Ruang dan Waktu
Perwakilan pedagang kuliner malam, Burhanudin, menyambut baik keputusan ini. Ia menyampaikan bahwa para pedagang tidak keberatan pindah, selama mereka diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri.
“Kami minta waktu tiga hari untuk menyosialisasikan kepada rekan-rekan pedagang. Ibu Kapolresta mengizinkan dua hari. Itu sudah cukup,” ujarnya.
Menurutnya, para pedagang siap menata ulang lapak di tempat baru. Mereka juga akan berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk memastikan proses relokasi berjalan lancar. Burhanudin menegaskan bahwa para PKL mendukung penuh upaya Pemkab dalam menata kawasan Batik Trusmi.
Persiapan Lapangan dan Infrastruktur Dasar
Sebelum relokasi dimulai, pemerintah meninjau langsung dua lokasi baru. Jalan KH Abbas akan menampung PKL kuliner sore hingga malam. Jalan ini dipilih karena lokasinya dekat dengan kawasan wisata dan mudah diakses kendaraan. Sementara itu, Pasar Pasalaran dinilai cocok menampung aktivitas jual beli pagi karena fasilitasnya sudah tersedia.
Pemerintah juga menyiapkan sarana pendukung seperti penerangan jalan, keamanan lingkungan, dan tempat sampah. Dinas Perdagangan dan Satpol PP akan melakukan pengawasan secara rutin selama masa uji coba.
“Kami tak hanya memindahkan. Kami juga memastikan lokasi baru bisa menjadi tempat yang layak bagi para pedagang,” ujar pejabat dari Dinas Perdagangan.
Batik Trusmi Disiapkan Menjadi Malioboro-nya Cirebon
Salah satu alasan utama penertiban PKL Trusmi adalah untuk memperkuat citra Batik Trusmi sebagai ikon budaya Cirebon. Kawasan ini bukan sekadar tempat belanja batik, tetapi juga pusat kuliner, oleh-oleh, dan kegiatan komunitas. Namun, kondisi semrawut dan padat kendaraan telah mengurangi kenyamanan pengunjung.
Pemkab ingin mengubah itu. Dengan penataan yang lebih baik, Trusmi diharapkan menjadi kawasan tematik yang memadukan budaya, ekonomi kreatif, dan kenyamanan wisata. Seperti halnya Malioboro di Yogyakarta, Batik Trusmi bisa menjadi daya tarik utama wisatawan lokal dan mancanegara.
“Kami ingin Batik Trusmi menjadi ruang publik yang ramah dan menarik. Ini bukan sekadar soal relokasi, tetapi juga soal membangun wajah baru kota,” jelas Agus.
Dampak Ekonomi dan Sosial: Pemerintah Tak Tinggal Diam
Banyak yang bertanya, apakah relokasi ini akan mengurangi pendapatan para PKL? Pemerintah menyadari kekhawatiran itu. Oleh karena itu, selama masa uji coba, pemerintah berjanji akan mendampingi para pedagang. Mereka juga akan menggelar berbagai kegiatan promosi agar lokasi baru ramai dikunjungi pembeli.
Selain itu, Pemkab melibatkan tokoh masyarakat dan organisasi desa untuk membantu proses adaptasi. Pedagang pun diajak aktif menyuarakan kebutuhan mereka agar fasilitas yang disediakan pemerintah sesuai dengan kondisi di lapangan.
Tantangan di Lapangan: Adaptasi dan Promosi
Relokasi selalu membawa tantangan. Pedagang harus menarik pelanggan ke tempat baru. Mereka juga perlu menjaga suasana kondusif agar pengunjung merasa nyaman. Karena itu, banyak PKL memanfaatkan media sosial dan komunitas untuk memberitahu pelanggan tetap mereka soal lokasi baru.
Pemerintah pun mengimbau masyarakat agar tetap membeli dagangan PKL meskipun lokasinya pindah. Dukungan dari warga sangat penting agar program penertiban ini sukses dan tidak menimbulkan keresahan sosial.
“Kami hanya ingin berjualan dengan tenang. Kalau tempatnya tertib dan pengunjung tetap datang, kami pasti senang,” kata Siti, seorang pedagang makanan ringan.
Peluang Jangka Panjang: PKL Naik Kelas
Relokasi ini bukan akhir perjuangan, melainkan awal perubahan. Dengan lokasi yang lebih tertata dan fasilitas yang memadai, banyak PKL melihat peluang untuk meningkatkan usaha mereka. Beberapa bahkan mulai merancang tampilan gerobak yang lebih bersih dan menarik. Ada juga yang mulai menerima pembayaran digital.
Pemerintah mendorong para pedagang untuk mengikuti pelatihan pengelolaan keuangan, pemasaran online, dan sanitasi pangan. Semua ini bertujuan agar PKL tak hanya bertahan, tapi berkembang.
Contoh Penataan Tanpa Konflik
Penertiban PKL Trusmi patut menjadi contoh penataan berbasis dialog. Pemerintah tak menggunakan kekerasan. Sebaliknya, mereka mengajak PKL duduk bersama, mendengar aspirasi, dan mencari jalan tengah. Pendekatan seperti ini jarang ditemui, tetapi hasilnya nyata: tidak ada kericuhan, tidak ada bentrokan, hanya kerja sama dan saling memahami.
Kesimpulan: Langkah Besar untuk Kota yang Lebih Baik
Penertiban PKL Trusmi menandai era baru bagi kawasan Batik Trusmi. Dengan sinergi antara pemerintah, pedagang, dan masyarakat, penataan ini bisa menjadi langkah besar menuju kota yang lebih tertib, nyaman, dan ramah bagi semua.
Jika proses ini berhasil, Trusmi tidak hanya akan menjadi pusat batik, tetapi juga simbol keberhasilan kolaborasi antara warga dan pemerintah. Dan tentu saja, tempat di mana siapa pun bisa menikmati belanja, kuliner, dan budaya dalam suasana yang menyenangkan.


















