CirebonShare.com – Bandung, 6 November 2025 – Respons KDM Setelah Menkeu menjadi perhatian publik setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan tanggapan tegas terhadap permintaan maaf Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. KDM menilai bahwa permintaan maaf tidak menjadi hal penting. Ia menekankan bahwa yang dibutuhkan daerah ialah kejelasan soal dana bagi hasil dari pemerintah pusat senilai lebih dari Rp190 miliar.
Dalam pernyataannya di Bandung, KDM berbicara dengan nada lugas dan terbuka. Ia menganggap pernyataan Purbaya sebagai bentuk kritik, bukan serangan. Baginya, kritik terhadap pemerintah daerah justru memperkuat transparansi dan memperbaiki pengelolaan anggaran publik.
KDM Tegaskan Tak Perlu Ada yang Dimaafkan
KDM menegaskan sikapnya di depan media. Ia menyatakan, “Tidak perlu ada yang dimaafkan. Kritik itu wajar. Pemerintah pusat boleh mengingatkan daerah.” Pernyataan itu menunjukkan pandangan terbuka KDM terhadap komunikasi antar-level pemerintahan. Ia menilai kritik menjadi bagian dari pengawasan yang membangun, bukan sesuatu yang harus direspons secara emosional.
Menurut KDM, setiap kepala daerah wajib menerima kritik dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi. Namun, ia menggarisbawahi bahwa substansi masalah seharusnya tidak berhenti di permintaan maaf. Ia menilai, isu yang lebih penting menyangkut keterlambatan transfer dana bagi hasil dari pemerintah pusat kepada daerah.
KDM menilai permintaan maaf dari Menkeu bukanlah penyelesaian masalah fiskal yang dihadapi Jawa Barat. Ia menekankan agar pemerintah pusat segera menyalurkan dana bagi hasil pajak tahun anggaran 2024.
Fokus KDM: Penyaluran Dana Bagi Hasil untuk Jawa Barat
Dalam keterangannya, KDM menuntut pemerintah pusat segera mentransfer dana bagi hasil (DBH) senilai lebih dari Rp190 miliar kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ia menegaskan dana itu sebagai hak daerah yang harus segera terpenuhi karena menyangkut kepentingan publik. Ia menjelaskan bahwa keterlambatan pencairan menghambat sejumlah program penting, terutama program kesiapsiagaan bencana dan peningkatan kualitas pelayanan publik di berbagai sektor.
KDM menyoroti peran besar dana bagi hasil dalam menjaga keberlangsungan program prioritas di Jawa Barat. Ia memastikan pemerintah provinsi sudah menyiapkan alokasi anggaran untuk sektor tanggap bencana, pembangunan infrastruktur strategis, serta penguatan pelayanan publik di tingkat daerah. Ia menegaskan bahwa keterlambatan transfer dari pusat memperlambat pelaksanaan program dan menurunkan efektivitas perencanaan fiskal di provinsi tersebut.
Ia berkata tegas di hadapan wartawan, “Yang kami inginkan bukan permohonan maaf. Yang kami inginkan adalah dana transfer bagi hasil Provinsi Jawa Barat yang Rp190 miliar segera dibayarkan.” Pernyataan itu memperlihatkan sikap lugas dan konsisten dari seorang kepala daerah yang mengutamakan kepentingan publik di atas polemik politik atau perdebatan administratif.
Dampak Keterlambatan Dana Bagi Hasil
KDM menyoroti dampak serius dari keterlambatan transfer dana bagi hasil. Ia menilai bahwa dana tersebut penting untuk menjalankan fungsi pemerintahan daerah dengan baik. Jawa Barat membutuhkan kepastian dana untuk mendukung berbagai program tanggap darurat, terutama dalam menghadapi potensi bencana yang kerap terjadi di wilayahnya.
Provinsi Jawa Barat memiliki wilayah dengan risiko bencana tinggi, seperti banjir, tanah longsor, dan gempa bumi. Setiap tahun, pemerintah daerah menyiapkan anggaran tanggap darurat untuk meminimalisir dampak bencana terhadap masyarakat. Tanpa dana bagi hasil, beberapa kegiatan penanggulangan menjadi tertunda.
KDM menegaskan bahwa dana Rp190 miliar bukan hanya sekadar angka di atas kertas. Uang itu menjadi penopang utama bagi upaya perlindungan masyarakat di lapangan. Ia menilai, pemerintah pusat perlu memahami urgensi pembayaran dana tersebut.
Program yang Terhambat Akibat Belum Turunnya Dana
Dalam penjelasannya, KDM memaparkan beberapa program yang membutuhkan dukungan dana bagi hasil. Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana memperkuat sistem mitigasi bencana melalui pembentukan tim tanggap cepat, penyediaan alat evakuasi, hingga pembangunan infrastruktur tahan bencana di beberapa wilayah rawan.
Selain itu, pemerintah daerah juga berencana memperluas jaringan layanan publik, termasuk perbaikan jalan provinsi, pengadaan sarana kesehatan, serta bantuan untuk petani dan nelayan. Semua rencana tersebut bergantung pada ketersediaan dana dari pusat.
KDM menjelaskan bahwa dana bagi hasil memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah. Ketika dana itu tertunda, seluruh perencanaan keuangan daerah ikut terganggu. Ia menyebut bahwa pemerintah pusat seharusnya tidak menunda hak daerah karena dana tersebut telah masuk dalam perencanaan anggaran sejak awal tahun.
KDM Dorong Pemerintah Pusat Kembalikan TKD
Selain menuntut pembayaran dana bagi hasil, KDM juga meminta agar pemerintah pusat mengembalikan Transfer Keuangan Daerah (TKD) yang sempat dipotong pada tahun ini. Ia menilai bahwa Provinsi Jawa Barat sudah menunjukkan kinerja pengelolaan keuangan yang baik, dengan realisasi belanja yang efektif dan hasil pembangunan yang nyata.
KDM menegaskan, “Jika belanja Provinsi Jawa Barat sudah baik, outcome-nya bermanfaat bagi publik, dan kerja sama dengan Forkopimda berjalan baik, maka TKD yang dipotong harus dikembalikan.”
Ia menjelaskan bahwa keberhasilan pemerintah daerah dalam mengelola pendapatan dan pengeluaran semestinya mendapat apresiasi, bukan pengurangan anggaran. Jika kapasitas fiskal daerah mencapai rasio 60 persen, maka pemerintah pusat seharusnya memberikan dukungan, bukan pemotongan.
Menurut KDM, hubungan pusat dan daerah seharusnya bersifat saling memperkuat, bukan sebaliknya. Pemerintah pusat perlu melihat performa Jawa Barat yang konsisten menyalurkan anggaran secara tepat sasaran, termasuk untuk penanggulangan bencana dan pelayanan masyarakat.
Pandangan KDM tentang Kritik Menkeu
KDM memahami maksud Menkeu ketika berbicara tentang dana daerah yang mengendap di perbankan. Namun ia menilai, konteks pernyataan itu harus dilihat dengan lebih jernih. Pemprov Jawa Barat menempatkan dana di rekening giro untuk menjaga likuiditas, bukan untuk menimbun uang.
Ia menjelaskan bahwa mekanisme penempatan dana daerah di bank dilakukan agar perputaran keuangan tetap aman dan bisa digunakan sewaktu-waktu. Pemerintah daerah tetap mengalokasikan dana sesuai jadwal pelaksanaan program yang telah disetujui DPRD.
Menurut KDM, pemerintah pusat tidak boleh menilai secara sepihak tanpa memahami situasi teknis di daerah. Ia menegaskan bahwa semua kepala daerah memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menjaga stabilitas anggaran. Karena itu, tudingan soal dana mengendap harus dipahami secara proporsional.
Upaya Jawa Barat dalam Pengelolaan Fiskal
KDM memaparkan bahwa Pemprov Jawa Barat selalu berupaya menjaga keseimbangan antara pendapatan dan belanja daerah. Pemerintah provinsi rutin mengevaluasi kinerja keuangan melalui sistem akuntabilitas yang transparan.
Selain itu, Jawa Barat juga terus meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui optimalisasi pajak kendaraan bermotor, retribusi, dan inovasi layanan publik digital. KDM menilai kemandirian fiskal menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan terhadap dana pusat.
Namun demikian, dana bagi hasil tetap memiliki posisi penting karena berhubungan langsung dengan hak daerah atas kontribusi pajak yang disetorkan ke kas negara. Jawa Barat sebagai salah satu provinsi penyumbang ekonomi nasional terbesar berhak menerima porsi fiskal yang sesuai.
Tantangan Pemerintah Daerah di Tengah Keterlambatan Dana
Keterlambatan transfer dana dari pusat menimbulkan tantangan besar bagi pemerintah daerah. KDM menjelaskan bahwa penundaan tersebut memaksa daerah melakukan efisiensi dalam banyak sektor. Beberapa program harus dijadwal ulang agar tetap berjalan tanpa mengganggu stabilitas kas daerah.
Pemprov Jabar tetap berkomitmen menjaga ritme pembangunan meski dana belum turun. Tim keuangan daerah terus mengatur prioritas agar layanan publik tidak terganggu. KDM menegaskan bahwa semua perangkat daerah harus kreatif mencari solusi tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat.
Ia mengingatkan seluruh jajaran pemerintahan untuk tetap fokus pada kinerja. “Kita tidak boleh terpaku pada masalah, tapi harus mencari jalan keluar. Namun pemerintah pusat juga harus segera menunaikan kewajiban kepada daerah,” ujarnya.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Keterlambatan dana bagi hasil tidak hanya berdampak pada struktur keuangan pemerintah daerah, tetapi juga pada masyarakat. Banyak program sosial bergantung pada kucuran dana dari pusat. KDM menilai keterlambatan tersebut bisa menunda realisasi bantuan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha kecil.
Di sektor pendidikan, Pemprov Jabar menyiapkan program penguatan fasilitas sekolah negeri di daerah terpencil. Namun tanpa dana yang lengkap, beberapa proyek mengalami penyesuaian waktu. Begitu pula di bidang kesehatan, rencana pembangunan fasilitas puskesmas baru di daerah pegunungan belum berjalan optimal.
Sementara itu, sektor pertanian juga membutuhkan dana untuk bantuan alat, benih, dan pupuk. Petani di beberapa kabupaten berharap dana segera turun agar produksi tetap stabil menjelang musim tanam.
KDM menegaskan bahwa dana bagi hasil bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, melainkan wujud keadilan fiskal antara pusat dan daerah. Ia menilai pembayaran yang tepat waktu akan memperkuat sinergi pembangunan nasional.
Arah Kebijakan Fiskal ke Depan
KDM menilai hubungan fiskal antara pusat dan daerah harus berlangsung secara transparan. Ia menegaskan perlunya pemerintah pusat menjamin mekanisme transfer dana yang adil, tepat waktu, dan sesuai regulasi. Ia menilai keterlambatan transfer dana mengganggu pelayanan publik dan merugikan masyarakat, sehingga kondisi seperti itu tidak boleh terulang.
KDM memperkuat komitmennya untuk menjaga sinergi dengan pemerintah pusat selama kedua pihak menjunjung prinsip keadilan dan akuntabilitas. Ia memastikan Jawa Barat mampu menjalankan tanggung jawab fiskal secara disiplin dan efisien jika pemerintah pusat menyalurkan dukungan tepat waktu.
Menurut KDM, sinergi kuat antara pusat dan daerah berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi nasional. Ia menekankan bahwa Jawa Barat memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto nasional. Karena itu, ia menuntut kepastian fiskal agar provinsi ini terus mempertahankan momentum pembangunan dan mempercepat kesejahteraan masyarakatnya.
Penegasan Akhir KDM
Di akhir pernyataannya, KDM kembali menegaskan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan kritik dari Menteri Keuangan. Ia justru mengapresiasi sikap terbuka dari pemerintah pusat. Namun, ia menuntut tindak lanjut nyata berupa pembayaran dana bagi hasil yang menjadi hak Jawa Barat.
“Jawa Barat tidak menolak kritik, tapi kami menuntut keadilan fiskal. Hak kami harus dibayar. Dana Rp190 miliar itu penting untuk rakyat,” tegas KDM.
Pernyataan tersebut menutup diskusi dengan pesan kuat. KDM mengingatkan bahwa pembangunan daerah tidak bisa berjalan jika hubungan fiskal tidak seimbang. Pemerintah pusat dan daerah harus bekerja dalam satu arah: memastikan kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan
Isu Respons KDM Setelah Menkeu mencerminkan dinamika hubungan fiskal antara pusat dan daerah. KDM menyoroti substansi masalah dengan menekankan realisasi dana bagi hasil yang belum dibayar. Ia menunjukkan pandangan rasional sebagai kepala daerah yang ingin memastikan pemerintah memenuhi hak fiskal rakyatnya.
Ia tidak menciptakan kontroversi, melainkan menuntut kepastian. Menurutnya, permintaan maaf dari Menkeu cukup, tetapi belum menyelesaikan persoalan. KDM mengajak pemerintah pusat bertindak nyata melalui kolaborasi, bukan hanya mengucapkan permintaan maaf.
Dengan langkah tegas itu, Jawa Barat mengirim pesan kuat kepada pemerintah pusat bahwa daerah membutuhkan penghargaan yang nyata, baik secara administratif maupun keuangan. KDM menegaskan dana bagi hasil sebagai simbol keadilan dan kerja sama antara pusat dan daerah. Ia berkomitmen memastikan pemerintah pusat menjalankan komitmen itu sepenuhnya.
BACA JUGA : Walikota Cirebon Tetapkan Status Siaga Bencana Banjir
BACA JUGA : Pemkab Cirebon Belum Terapkan WFH


















