CirebonShare.com – 28 Juli 2025, Cirebon – Retribusi parkir Kota Cirebon kembali jadi sorotan. Setiap tahun, target yang ditetapkan selalu meleset. Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cirebon mengungkapkan sejumlah penyebab, mulai dari rendahnya anggaran hingga keberadaan juru parkir liar yang sulit dikendalikan.
Dalam penjelasannya, Kepala Dishub Kota Cirebon Andri Armawan mengakui bahwa capaian retribusi parkir tidak pernah berhasil menyentuh target yang ditetapkan. Ia bahkan menilai bahwa angka target yang dipasang terlalu tinggi dan tidak realistis jika melihat kondisi riil di lapangan.
“Target tetap dipasang sebesar Rp4,6 miliar. Seperti tahun ini, angkanya tetap Rp4,6 miliar tanpa ada survei, analisis, ataupun perhitungan potensi secara menyeluruh,” ujar Andri dalam wawancara eksklusif bersama CirebonShare.com.
Target Tinggi Tanpa Kajian dan Data
Menurut Andri, salah satu persoalan utama dalam penentuan target retribusi parkir adalah ketiadaan survei atau riset yang akurat sebelumnya. Ia menyayangkan kebijakan pemasangan target pendapatan daerah tersebut dilakukan tanpa melihat potensi riil dan keterbatasan di lapangan.
Andri menekankan bahwa penetapan target seharusnya dilakukan berdasarkan kajian ilmiah dengan melibatkan akademisi, lembaga independen, serta melakukan survei menyeluruh terhadap semua potensi titik parkir.
“Kalau memang target dibuat berdasarkan hasil survei yang valid, berapa pun targetnya kita akan siap. Asalkan memang potensi kita dihitung secara rasional dan faktual,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa selama ini Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir Kota Cirebon bahkan hanya diberi anggaran sekitar Rp200 juta per tahun. Jumlah ini dinilai tidak sebanding dengan beban tugas mereka dalam mengelola seluruh sistem retribusi parkir.
Jukir Resmi Terbatas, Jukir Liar Merajalela
Kondisi makin rumit karena keberadaan juru parkir liar yang semakin sulit dikendalikan. Dishub mencatat bahwa hingga kini terdapat sekitar 420 juru parkir resmi yang tersebar di 320 titik parkir, namun tidak semua titik dapat dimaksimalkan.
Menurut Andri, sistem pembinaan untuk juru parkir resmi sebenarnya berjalan dengan baik. Mereka telah dibekali peraturan, peralatan standar, serta diberi arahan berkala. Namun, tidak demikian halnya dengan juru parkir liar.
“Kalau jukir resmi kami ada pembinaan. Tapi parkir liar, mereka itu susah dibina. Saat kami datangi, mereka kabur. Mereka cuma iseng, tidak ada dalam sistem,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa ketidakteraturan koordinator lapangan menjadi salah satu penyebab lemahnya pendataan. Dalam beberapa kasus, ketika koordinator juru parkir sakit atau berhalangan hadir, tidak ada sistem pengganti yang berjalan dengan baik.
Selain itu, saat hujan deras atau jika juru parkir pulang lebih dulu, proses setoran retribusi tidak dapat dilakukan.
Zona dan Titik Parkir Tidak Efektif
Dalam data yang dimiliki Dishub, Kota Cirebon memiliki total 66 zona parkir yang dibagi ke dalam 12 zona utama, 52 zona non-zona, serta dua kawasan parkir khusus di Shelter Bima dan Alun-Alun Kejaksan.
Namun dari seluruh titik tersebut, hanya sebagian yang berjalan efektif. Banyak titik yang seharusnya produktif justru terbengkalai karena tidak ada pengawasan maksimal, atau malah dikuasai oleh juru parkir liar.
“Beberapa titik strategis seperti di sekitar CSB Mall, justru sering diisi oleh jukir liar. Kami sudah coba koordinasi dengan sekuriti dan kepolisian agar bisa ditegur langsung,” jelas Andri.
Ia berharap ke depan, kolaborasi antara Dishub, aparat keamanan, dan pihak swasta bisa lebih intensif dalam mengelola area parkir, terutama di titik-titik ramai dan komersial.
Evaluasi Perda dan Perbaikan Sistem
Persoalan retribusi parkir di Kota Cirebon menurut Andri tidak bisa hanya dibebankan kepada Dishub. Ia menilai, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap peraturan daerah (Perda) yang mengatur retribusi parkir, termasuk kewajiban juru parkir menyediakan sarana dan prasarana sendiri.
Dalam aturan tersebut, juru parkir diharuskan memiliki rompi, karcis resmi, peluit, serta papan tarif. Namun dalam praktiknya, tidak semua juru parkir mampu memenuhi standar ini, apalagi jika mereka tidak mendapat insentif yang layak.
“Kami ingin perubahan sistem. Jika ingin retribusi parkir maksimal, maka sistemnya juga harus mendukung. Mulai dari regulasi hingga dukungan anggaran,” katanya.
Solusi Jangka Panjang: Teknologi dan Integrasi Digital
Salah satu solusi jangka panjang yang sempat diusulkan adalah penggunaan sistem parkir digital atau elektronik. Dengan sistem ini, retribusi bisa masuk langsung ke kas daerah tanpa harus melalui proses manual yang rentan bocor.
Beberapa kota di Indonesia seperti Surabaya dan Bandung sudah mulai menerapkan sistem parkir digital dengan hasil yang cukup baik. Selain transparansi, sistem ini juga memungkinkan pengawasan yang lebih mudah.
Andri menilai, Kota Cirebon seharusnya bisa mulai mengarah ke sistem digitalisasi parkir, terutama di kawasan perbelanjaan, alun-alun, dan sentra kuliner.
Namun, lagi-lagi persoalan anggaran menjadi hambatan utama. “Untuk digitalisasi butuh anggaran, SDM, dan sosialisasi ke masyarakat. Harus ada komitmen bersama antara Pemda, Dishub, dan DPRD,” tegasnya.
Parkir dan Kontribusinya untuk PAD
Secara kontribusi, retribusi parkir masih sangat kecil terhadap total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Cirebon. Padahal, jika dikelola dengan optimal, sektor ini bisa menjadi salah satu sumber pemasukan daerah yang signifikan.
Dengan potensi jumlah kendaraan yang terus meningkat, ditambah tingginya aktivitas di kawasan pusat kota, Dishub meyakini bahwa parkir memiliki prospek besar. Hanya saja, perlu reformasi sistem secara menyeluruh.
“Kalau mau PAD dari parkir naik, maka sistemnya harus kita perbaiki. Mulai dari cara penarikan, pendataan, hingga pengawasan,” kata Andri.
Ia juga menegaskan pentingnya edukasi masyarakat agar bersedia membayar parkir resmi dan tidak memberi ruang bagi praktik parkir liar.
Kolaborasi dan Komitmen Semua Pihak
Pada akhirnya, penyelesaian masalah retribusi parkir Kota Cirebon tidak bisa hanya dilakukan oleh Dishub. Butuh kolaborasi lintas sektor, mulai dari legislatif, aparat keamanan, pihak swasta, hingga kesadaran masyarakat.
Dishub berharap, ke depan ada dukungan kebijakan yang mendorong sistem parkir terpadu, pelatihan rutin untuk jukir resmi, serta penindakan tegas terhadap pelaku parkir liar.
“Kami terbuka untuk berbenah. Tapi semua pihak juga harus punya komitmen yang sama. Tidak bisa satu OPD saja bekerja sendirian,” tutup Andri.
Kesimpulan
Masalah retribusi parkir Kota Cirebon mencerminkan lemahnya sistem tata kelola, baik dari sisi perencanaan, regulasi, maupun pelaksanaan di lapangan. Target yang tinggi namun tanpa dasar kajian, ditambah praktik parkir liar yang marak, menjadi penghambat besar dalam optimalisasi retribusi.
Dengan penguatan sistem, peningkatan pengawasan, serta digitalisasi layanan, sektor parkir sebenarnya memiliki potensi besar bagi peningkatan PAD. Namun semua itu hanya bisa tercapai jika ada sinergi nyata antar seluruh stakeholder.
BACA JUGA : Pencurian Sepeda Motor di Masjid Cirebon Terekam CCTV
BACA JUGA : Pusaka Kulonan Jabar Istimewa Digelar di Cirebon


















