CirebonShare.com – CIREBON, 5 Juli 2025 – Sengketa tanah di Jalan Cipto Mangunkusumo, Kota Cirebon, memasuki babak baru. Konflik ini melibatkan ahli waris keluarga Dadi Bachrudin dan PD Pembangunan Kota Cirebon. Tanah seluas 1.680 meter persegi tersebut diklaim sebagai hadiah dari Sultan Kasepuhan pada 1975.
Pihak ahli waris mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Cirebon. Di sisi lain, PD Pembangunan mengklaim tanah itu sebagai aset sah milik pemerintah kota. Sengketa ini telah berlangsung lama dan memunculkan konflik kepentingan antarinstansi.
Sidang Lapangan: Hakim Tinjau Lokasi Tanah yang Disengketakan
Majelis hakim menggelar sidang lapangan pada Jumat, 4 Juli 2025, untuk mengecek langsung kondisi lahan. Tiga hakim memimpin sidang ini: Masridawati SH MH, Galuh Rahma Esti SH MH, dan Astrid Anugrah SH MKn.
Sidang dihadiri oleh kuasa hukum dari kedua pihak. DR H Teguh Santosa SH MSi mewakili ahli waris Dadi Bachrudin, sementara M Iqbal Riky SH mewakili PD Pembangunan Kota Cirebon.
Majelis hakim meninjau batas lahan dan mendengarkan keterangan dari beberapa instansi. Di antaranya: Kelurahan Pekiringan, BPN Kota Cirebon, dan BPN Kabupaten Cirebon.
Perbedaan Keterangan Antara BPN Kota dan Kabupaten
Pihak Kelurahan Pekiringan menegaskan bahwa lokasi tanah berada di wilayah administratif Kota Cirebon. Namun, BPN Kota Cirebon menyatakan tidak pernah menerbitkan sertifikat atas tanah tersebut.
Sebaliknya, BPN Kabupaten Cirebon justru menerbitkan sertifikat yang menjadi dasar klaim kepemilikan oleh ahli waris. Hal ini menimbulkan polemik baru terkait kewenangan wilayah dan validitas dokumen.
Kuasa Hukum PD Pembangunan: Kami yang Berhak
Kuasa hukum PD Pembangunan, M Iqbal Rizky, menyatakan bahwa pihaknya memiliki hak atas tanah tersebut. Ia menegaskan bahwa PD Pembangunan saat ini mengajukan gugatan perlawanan eksekusi.
“Hari ini kami hadir dalam sidang setempat di lokasi tanah. Kami menyatakan bahwa tanah ini adalah milik PD Pembangunan. Namun, pihak lain juga mengklaim kepemilikan atas lahan yang sama,” ujarnya kepada media.
Iqbal juga mengungkap fakta bahwa tanah saat ini dikuasai oleh pihak ketiga. Mereka menyewakan lahan kepada orang lain tanpa izin, dan tidak ada keuntungan yang mengalir ke PD Pembangunan maupun ahli waris.
Ahli Waris: Tanah Ini Hadiah Sultan Kasepuhan
Di sisi lain, kuasa hukum ahli waris, DR H Teguh Santosa SH MSi, menegaskan bahwa lahan itu merupakan hadiah dari Sultan Kasepuhan kepada Dadi Bachrudin pada 1975. Ia juga menyebut bahwa kliennya memiliki dokumen resmi seperti IPEDA (Pajak Bumi dan Bangunan) hingga tahun 2010.
Menurutnya, pihaknya tidak dapat lagi membayar PBB setelah tanah diproteksi oleh PD Pembangunan. Dari segi administratif dan yuridis, ia menilai kepemilikan tanah berada di tangan ahli waris.
Teguh menjelaskan bahwa luas awal lahan adalah 1.780 meter persegi. Namun, pemerintah melakukan pelebaran jalan, sehingga luas tanah berkurang menjadi 1.680 meter persegi.
Fakta Baru: Tanah Disewa oleh Pihak Ketiga
Persoalan makin rumit karena tanah saat ini digunakan untuk kepentingan komersial. Salah satu lokasi di atas lahan itu adalah Cafe Warcuz. Menurut Teguh, penyewa tersebut adalah Teungku, seorang warga Cirebon.
Baik ahli waris maupun PD Pembangunan tidak menerima hasil sewa tersebut. Ini menunjukkan adanya pihak ketiga yang memanfaatkan situasi hukum yang belum jelas.
Putusan Ditunda, Sidang Dilanjutkan Dua Minggu Lagi
Setelah meninjau lokasi dan mengumpulkan informasi, majelis hakim menutup sidang. Mereka menyatakan bahwa putusan akan dibacakan dalam persidangan dua minggu ke depan di PN Cirebon.
Karena potensi konflik cukup tinggi, sidang lapangan mendapat pengamanan ketat dari Polsek Kesambi dan Koramil 1401/Kesambi.
Sengketa Tanah Cirebon: Cerminan Masalah Pertanahan di Daerah
Kasus ini mencerminkan kompleksitas urusan pertanahan di Cirebon. Sengketa seperti ini sering muncul akibat tumpang tindih wilayah administratif dan perbedaan kewenangan antara BPN kota dan BPN kabupaten.
Pertanyaan utama yang belum terjawab: Siapa yang sah secara hukum memiliki tanah ini? Apakah PD Pembangunan yang mewakili pemerintah, atau ahli waris yang memiliki dokumen sejarah dan administratif?
Kesimpulan: Menanti Putusan yang Memberi Kepastian
Sengketa tanah ini membuka mata publik tentang pentingnya transparansi pertanahan, keselarasan antarinstansi, dan kejelasan hukum. Persoalan semacam ini bisa dihindari jika dokumen kepemilikan terdaftar dengan benar di lembaga yang berwenang.
Masyarakat kini menunggu putusan resmi dari Pengadilan Negeri Cirebon. Diharapkan, putusan nanti mampu menyelesaikan konflik, memberikan keadilan, dan mengembalikan hak kepada pihak yang berwenang.


















