CirebonShare.com – Cirebon, 4 September 2025 – Wisata Religi Masjid Merah Pesarean Pasalakan menjadi salah satu jejak bersejarah dan spiritual yang masih hidup di tengah masyarakat Kabupaten Cirebon. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menyimpan kisah panjang tentang perjalanan seorang ulama besar bernama Syekh Abdurrohman Al-Utsmani, tokoh yang diyakini datang dari luar Jawa berabad-abad lalu.
Berlokasi di Kelurahan Pasalakan, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, masjid ini kini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata religi yang kerap dikunjungi peziarah, terutama pada malam-malam tertentu seperti Jumat Kliwon dan malam Lailatul Qadar. Dengan arsitektur khas dari bata merah, keberadaan masjid ini sekaligus menjadi bukti sejarah panjang perkembangan Islam di Cirebon.
Jejak Syekh Abdurrohman Al-Utsmani
Syekh Abdurrohman Al-Utsmani diyakini datang ke tanah Jawa jauh sebelum masa Wali Songo. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa ia mengembara ke Cirebon ratusan tahun lalu. Beberapa cerita lisan masyarakat menyebutkan, kedatangannya diperkirakan sekitar abad ke-14 Masehi, atau kurang lebih 753 tahun sebelum era para wali besar penyebar Islam di tanah Jawa.
Di Cirebon, Syekh Abdurrohman tidak hanya berdakwah, tetapi juga mendirikan pusat kegiatan keagamaan yang kemudian dikenal sebagai Masjid Merah Pesarean. Hingga kini, makam beliau beserta keturunannya, termasuk Pangeran Pesarean, masih terawat di area masjid. Lokasi ini kemudian menjadi tujuan peziarahan sekaligus simbol penghormatan masyarakat terhadap peran para ulama terdahulu.
Menurut cerita turun-temurun yang masih dipercaya warga sekitar, pembangunan masjid ini tidak dilakukan secara biasa. Ambari (58), warga Kelurahan Pasalakan, mengungkapkan bahwa sejak kecil ia sudah mendengar cerita mistis mengenai Masjid Merah.
“Konon, masjid merah Pesarean dibangun hanya dalam waktu satu malam oleh Syekh Abdurrohman bersama wali lainnya. Sampai sekarang, masyarakat tetap percaya dan menjadikan tempat ini sebagai pusat doa,” ungkap Ambari.
Kendati demikian, baik tokoh masyarakat maupun pengurus masjid selalu menekankan bahwa kebenaran cerita tersebut hanya Allah yang mengetahui.
Arsitektur Khas Masjid Merah Pesarean
Masjid Merah Pesarean memiliki ciri khas yang membedakannya dari masjid-masjid lain di Cirebon. Seperti namanya, masjid ini didominasi oleh bata merah tanpa plester, sehingga nuansa klasiknya sangat terasa. Gaya arsitektur ini mirip dengan bangunan masjid abad ke-16 yang tersebar di Jawa, seperti Masjid Agung Demak atau Masjid Agung Banten.
Beberapa ciri khas arsitektur Masjid Merah Pesarean antara lain:
- Bata Merah Tua
Hampir seluruh dinding utama masjid menggunakan bata merah tanpa lapisan semen, yang menunjukkan teknik konstruksi kuno. - Mimbar Kayu Jati
Mimbar berukir halus dari kayu jati masih terjaga hingga kini. Mimbar tersebut ditutupi kain putih sebagai bentuk penghormatan. - Sumur Keramat
Di bagian dalam masjid terdapat sumur yang diyakini dibuat oleh Syekh Abdurrohman. Air sumur ini masih digunakan untuk berwudu atau sekadar diambil oleh peziarah sebagai berkah. - Momolo di Atap Masjid
Di bagian atap terdapat momolo (kubah kecil) berbentuk bunga teratai. Menurut pegiat sejarah Farihin dari komunitas Latar Wingking, simbol ini merepresentasikan spiritualitas Islam yang dikembangkan oleh para wali di Jawa. - Makam di Area Masjid
Berbeda dengan masjid pada umumnya, di teras Masjid Merah terdapat makam kuno. Masyarakat meyakini bahwa makam tersebut adalah tokoh masyarakat Pasalakan terdahulu, serta keluarga dan santri dari Syekh Abdurrohman.
Tradisi Ziarah dan Kepercayaan Masyarakat
Setiap Jumat Kliwon, kawasan Masjid Merah Pesarean dipenuhi oleh peziarah dari berbagai daerah. Mereka datang untuk berdoa di makam Syekh Abdurrohman dan keluarganya. Tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun, dan dipercaya membawa berkah serta ketenangan batin.
Selain itu, pada bulan Ramadan, terutama pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir, masjid ini semakin ramai. Banyak warga yang memilih beriktikaf di Masjid Merah, berdoa, dan membaca Al-Qur’an hingga menjelang subuh.
Sukendra, salah satu pengurus Masjid Merah Pesarean, mengakui bahwa cerita mengenai pembangunan masjid dalam semalam memang sudah lama berkembang.
“Mungkin atas izin Allah bisa saja terjadi, apalagi para waliyullah adalah orang-orang pilihan. Yang jelas, masyarakat tetap menjaga warisan ini dengan penuh rasa hormat,” jelas Sukendra.
Kepercayaan masyarakat juga tampak pada keberadaan pohon randu alas besar di area pemakaman. Pohon yang usianya ratusan tahun itu tidak pernah ditebang, meskipun banyak yang ingin memanfaatkannya. Warga percaya, pohon tersebut memiliki nilai historis sekaligus spiritual yang tidak boleh diganggu.
Situs Makam dan Padepokan
Masjid Merah Pesarean tidak berdiri sendiri. Di sekitar area masjid terdapat kompleks makam yang diyakini sebagai tempat peristirahatan para pengikut dan santri Syekh Abdurrohman. Untuk memasuki area makam, pengunjung harus melalui pintu kecil berornamen emas dengan gapura merah khas Cirebon.
Farihin, pegiat sejarah lokal, menjelaskan bahwa pada masa lalu setiap padepokan ulama biasanya dibangun dekat aliran sungai. Hal itu bertujuan agar para santri mudah mengambil air untuk bersuci. Masjid Merah juga mengikuti tradisi ini, karena dulunya berada dekat aliran sungai kecil yang masih dapat ditemui di sekitar Pasalakan.
“Masjid Merah ini sebenarnya bagian dari padepokan yang didirikan Syekh Abdurrohman. Jadi, bukan hanya tempat ibadah, tapi juga pusat pendidikan dan pengembangan Islam di masanya,” ujar Farihin.
Rute Menuju Masjid Merah Pesarean
Bagi wisatawan yang ingin berkunjung, Wisata Religi Masjid Merah Pesarean Pasalakan cukup mudah dijangkau. Dari Alun-Alun Pataraksa Sumber, arahkan perjalanan ke Jalan Sunan Drajat, lalu lanjut ke Jalan Sunan Kudus. Setelah itu, belok kanan ke Jalan Sunan Malik Ibrahim, lurus ke Jalan Sultan Agung, lalu belok kiri ke Jalan Ki Gede Mayaguna. Dari sana, perjalanan diteruskan ke Jalan Taman Sari, kemudian Dusun Tuksari Kulon hingga akhirnya sampai di Pasalakan.
Meski berada di tengah permukiman padat, suasana di sekitar masjid terasa tenang. Para peziarah biasanya membawa bunga, air, atau sekadar duduk berdoa di area makam.
Pelestarian dan Pemugaran
Masjid Merah Pesarean beberapa kali mengalami pemugaran untuk menjaga kelestarian bangunan. Namun, masyarakat setempat tetap berupaya mempertahankan bentuk asli bangunan utama agar nilai sejarahnya tidak hilang.
Kayu jati pada mimbar, sumur, hingga susunan bata merah tetap dipertahankan sebagaimana aslinya. Pengurus masjid juga bekerja sama dengan pemerintah daerah dan komunitas sejarah untuk memastikan situs ini tetap terawat.
Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Merah kini juga menjadi objek penelitian sejarah, budaya, dan arsitektur. Banyak mahasiswa dan peneliti yang datang untuk mendokumentasikan peninggalan bersejarah ini.
Penutup
Wisata religi Masjid Merah Pesarean Pasalakan tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur kuno, tetapi juga membawa pengunjung menelusuri jejak panjang sejarah Islam di Cirebon. Dengan kisah Syekh Abdurrohman Al-Utsmani, tradisi ziarah, hingga pelestarian budaya, masjid ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai spiritual dan sejarah dapat hidup berdampingan dalam kehidupan masyarakat.
Keberadaan Masjid Merah Pesarean bukan hanya milik warga Pasalakan, tetapi juga menjadi warisan bersama yang memperkaya khazanah sejarah dan budaya Cirebon.
BACA JUGA : Wamendagri Tinjau Gedung DPRD Cirebon, Aktivitas Tetap Berjalan
BACA JUGA : Objek Wisata Mangrove Dewi Surga Cirebon Dibuka


















