CirebonShare.com – Cirebon, 11 Juli 2025–Sekolah rakyat yang dibangun sebagai solusi untuk pencegahan anak putus sekolah (PAPS) justru dinilai kurang tepat oleh sejumlah kalangan, termasuk dari pihak pengelola sekolah swasta. Salah satunya adalah Kepala SMK Veteran Kota Cirebon, Wahyu Hidayat, yang menyampaikan pandangannya secara terbuka terhadap kebijakan pemerintah tersebut.
Menurut Wahyu, pembangunan sekolah rakyat memang dimaksudkan untuk mengakomodasi anak-anak yang terancam tidak melanjutkan pendidikan. Namun, langkah ini sebetulnya tidak efisien secara anggaran maupun pemanfaatan sumber daya pendidikan yang sudah ada. Ia menegaskan bahwa sekolah swasta yang telah lama berdiri justru membutuhkan dukungan agar tetap bisa beroperasi maksimal.
“Daripada membangun sarana dan prasarana baru serta merekrut tenaga didik baru, lebih baik memanfaatkan sekolah swasta yang sudah ada,” ujar Wahyu, Jumat (11/7/2025).
Banyak Ruang Sekolah Swasta Terbengkalai
Wahyu mengungkapkan bahwa di SMK Veteran Kota Cirebon terdapat 25 ruang kelas, namun hanya 13 ruang kelas yang digunakan. Sisanya dibiarkan kosong karena minimnya jumlah siswa yang mendaftar.
“Fasilitas kelas kami luas, sekitar 8×8 meter per kelas. Tapi 12 kelas tidak dipakai, padahal bisa menampung sampai 10 rombongan belajar dalam satu angkatan. Tahun ini, yang daftar cuma 11 siswa, tahun kemarin hanya 30. Jadi banyak kelas nganggur,” jelasnya.
Situasi ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan fasilitas dengan jumlah siswa. Bahkan, beberapa ruang kelas mulai mengalami kerusakan, termasuk pada bagian atap karena tidak terpakai dalam waktu lama.
“Atap sampai jebol karena tidak digunakan. Ini kan sayang. Daripada membangun gedung baru, lebih baik optimalkan yang sudah ada,” lanjut Wahyu.
Sekolah Rakyat vs Sekolah Swasta
Kebijakan pembangunan Sekolah Rakyat dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap eksistensi sekolah swasta yang justru bisa dijadikan solusi alternatif dalam penanganan anak putus sekolah. Menurut Wahyu, pemerintah seharusnya mendukung sekolah swasta dengan menyalurkan bantuan pendidikan atau insentif sehingga mereka dapat menerima siswa dari kalangan rentan.
“Kalau Sekolah Rakyat dibangun, pemerintah keluar biaya besar lagi untuk bangun gedung, gaji guru, dan operasional. Kenapa tidak bantu sekolah swasta agar bisa menggratiskan siswa yang butuh bantuan?” katanya.
Wahyu menilai pemerintah semestinya memprioritaskan penguatan sekolah swasta sebagai bagian dari ekosistem pendidikan nasional. Menurutnya, kolaborasi antara pemerintah dan sekolah swasta akan jauh lebih efektif dalam menjangkau anak-anak yang terancam putus sekolah, daripada membangun sistem baru dari nol.
“Sekolah swasta itu bagian dari pendidikan Indonesia juga. Jangan sampai dimatikan. Kalau siswanya tidak ada, sekolah swasta bisa tutup. Padahal sudah banyak infrastruktur di sana,” tandasnya.
Efisiensi Anggaran dan Keberlanjutan
Persoalan efisiensi anggaran pendidikan menjadi sorotan dalam pernyataan Wahyu. Dengan membangun sekolah baru, pemerintah tentu memerlukan anggaran besar untuk membiayai pembangunan fisik, pengadaan peralatan, rekrutmen guru, dan biaya operasional lainnya. Di sisi lain, banyak sekolah swasta sudah memiliki fasilitas memadai namun kekurangan siswa.
Sebagai contoh, SMK Veteran memiliki ruang kelas, peralatan praktik, hingga fasilitas pendukung lainnya yang sudah tersedia. Namun karena minimnya jumlah peserta didik, banyak dari fasilitas tersebut tidak terpakai dan akhirnya rusak karena tidak dirawat secara intensif.
“Kami punya banyak alat praktik juga. Tapi kalau siswanya tidak ada, alatnya rusak karena tidak digunakan. Kalau dibiayai pemerintah untuk menampung anak-anak putus sekolah, sekolah swasta bisa hidup kembali,” ujar Wahyu.
Pemerintah Diminta Evaluasi Kebijakan
Melihat kondisi tersebut, Wahyu meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program Sekolah Rakyat. Ia menyarankan agar pemerintah terlebih dahulu memetakan kebutuhan dan potensi sekolah-sekolah swasta yang ada, sebelum memutuskan untuk membangun sekolah baru.
“Kita bukan menolak sekolah rakyat. Tapi kita minta kebijakan itu dievaluasi. Jangan sampai niat baik malah membunuh sekolah yang sudah ada,” pungkasnya.
Wahyu juga mengimbau agar pemerintah membuka ruang dialog dengan pengelola sekolah swasta dalam menyusun kebijakan pendidikan ke depan. Menurutnya, suara dari sekolah swasta perlu didengar karena mereka juga ikut andil dalam mencerdaskan anak bangsa.
Penutup: Menimbang Kembali Fungsi Sekolah Swasta
Kritik terhadap Sekolah Rakyat yang disampaikan oleh Kepala SMK Veteran Kota Cirebon menjadi cermin bahwa pendidikan di Indonesia membutuhkan kolaborasi antara sektor pemerintah dan swasta. Sekolah swasta yang telah berdiri bertahun-tahun memiliki potensi besar yang sering kali terabaikan.
Jika pemerintah serius dalam menangani anak putus sekolah, maka penguatan sekolah swasta harus menjadi bagian dari strategi nasional. Sebab, tanpa dukungan dan kebijakan yang adil, banyak sekolah swasta akan mengalami penurunan jumlah siswa dan akhirnya tutup permanen. Dan bila itu terjadi, justru akan menambah beban baru bagi sistem pendidikan secara keseluruhan.
BACA JUGA : Sekolah Rakyat Kota Cirebon Siap Dibuka 14 Juli


















