CIREBON– Pemeliharaan dan perawatan arsip merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan. Oleh karenanya, Pemerintah wajib merawat dan mengelola arsip dengan baik. Apalagi arsip merupakan identitas negara dan sebagai akuntabilitas publik. Kewajiban yang terkandung di dalam undang-undang nomor 43 tahun 2009 tentang kearsipan.
Kepala Dinas Kearsipan Dan Perpustakaan (Disarpus) Kabupaten Cirebon, Drs H Abdullah Subandi MSi mengatakan, hingga saat ini hanya setengah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdaftar ke dalam Sistem Kearsipan Daerah (SKD).
“Dari total 33 OPD, hanya belasan yang sudah mendaftar. Selebihnya belum terdaftar dan tengah disosialisasikan,” ungkap Abdullah, Senin (14/10/2024).
Tak hanya itu, yang membuat keprihatinan, menurut Abdullah sebagian OPD beranggapan arsip hanya formalitas. Padahal landasan yuridis sudah menegaskan arsip sebagai identitas dan jati diri bangsa.
Dikatakannya, pemeliharaan dan perawatan arsip pada hakekatnya juga merupakan pemeliharaan dan perawatan fisik arsip. Apabila fisik arsip utuh, maka utuh pula informasi yang dikandungnya.
Kegiatan pemeliharaan dan perawatann bahan arsip merupakan kegiatan yang tidak mudah dilakukan karena bahan atau media rekam arsip beraneka macam dan penyebab dari kerusakan suatu arsip juga bermacam- macam pula.
Pengelolaan arsip tidak hanya dalam lingkup pemerintahan saja, tapi juga bagi perusahaan dan organisasi politik.
“Bukan hanya pemerintah, tapi juga lembaga pendidikan, kesehatan, sosial politik seperti KPU, BUMD, perbankan dan juga perseorangan itu wajib punya arsip,” tegasnya.
Setidaknya, lanjut Abdullah, ada beberapa jenis arsip yang perlu diketahui pemerintah daerah, yakni arsip aktif, arsip inaktif, arsip vital, dan arsip statis.
Selain itu, terdapat beberapa arsip yang memiliki dimensi waktu dan masuk ke dalam Jadwal Retensi Arsip (JRA). JRA merupakan daftar jangka waktu penyimpanan arsip hingga berkaitan kapan arsip boleh dimusnahkan.
“Ada arsip yang harus dimusnahkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya arsip dengan jenis aktif atau inaktif,”ucapnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 25, arsip yang dimusnahkan memilki dimensi waktu 10 tahun. Pemusnahan juga berdasarkan rekomendasi dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Selama ini, Disarpus Kabupaten Cirebon baru memiliki 4 depo yang merupakan tempat penyimpanan arsip berbentuk fisik berupa dokumen, seperti sertifikat, dan surat keputusan. Dokumen tersebut meliputi arsip dinamis dan statis.
Depo tersebut belum ditata ulang pasca terjadi pandemi. Bahkan masih banyak depo yang kosong, hal itu disebabkan ada beberapa OPD yang belum mengirim arsip yang seharusnya disimpan di Disarpus.
“Saya juga tidak mengerti kenapa, padahal sudah dijelaskan pada undang-undang. Soalnya, kalau ada pemeriksaan dari pusat pasti larinya ke dinas kearsipan,” katanya.
Pihaknya mengklaim sudah melakukan pembinaan ke setiap OPD atau perusahaan, agar lebih tertib dalam mengelola arsip.
“Kadang kalau kami sosialisasi ke pimpinan perusahaan tidak ada. Padahal sebelumnya sudah kami surati,” tuturnya.
Meski demikian pihaknya menyadari masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang perlu diselesaikan segera. Ia bertekad agar 33 OPD bisa segera mendaftarkan diri dalam SKD. Sehingga pengawasan pengelolaan arsip bisa lebih mudah.
“Kita memiliki 33 OPD, 40 kecamatan, 424 desa dan kelurahan. Dari jumlah tersebut arsipnya masih belum terkelola denga baik,” pungkasnya.
Ditambahkannya, ppengelolaan arsip pemerintahan yang tertib juga penting untuk mewujudkan reformasi birokrasi. Pengelolaan arsip yang tertib dilakukan dengan cara Pengindeksan, Klasifikasi, Penyimpanan yang aman dan mudah diakses, Pemeliharaan dokumen.
Tinggalkan Balasan